Helo Indonesia

KMPKP Minta DKPP Memecat Ketua KPU, Karena Menghilangkan Hak Perempuan di Pileg 2024

Aris Mohpian Pumuka - Nasional -> Politik
Sabtu, 22 Juni 2024 20:51
    Bagikan  
KMPKP
Aris Mohpian Pumuka

KMPKP - Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, melaporkan Ketua KPU dan jajarannya ke DKPP.

JAKARTA, HELOINDONESIA.COM - Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP) meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), memecat Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Hasyim Asy’ari dan seluruh komisioner KPU.

Perwakilan KMPKP Hadar Nafis Gumay beralasan, bahwa KPU telah melanggar kewajiban hukum dan etika. “Mereka tidak mengakomodir paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada daftar bakal calon legislatif di Pemilu DPR dan DPRD Tahun 2024,” katanya kepada wartawan, pada Jumat (21/6/2024) di gedung DKPP, Jakarta.

Ia meminta kepada DKPP, memprioritaskan laporan yang dibuat oleh koalisi. Menuntut para penyelenggara pemilu  ini dinyatakan melanggar kode etik. “Kemudian, Ketua KPU, kemudian Pak Idham holik sebagai Divisi Teknisnya, Pak Mochamad Afifuddin sebagai Divisi Bidang Hukumnya untuk dijatuhkan sanksi maksimal, diberhentikan sebagai anggota KPU. Kemudian anggota yang lain diberikan peringatan yang keras," ujarnya.

Hadar mengungkapkan, penyelenggara pemilu saat ini memiliki banyak persoalan dan berdampak pada integritas penyelenggaraan pemilu. Apa yang dilakukan oleh KPU RI, hingga kini, tak kunjung merevisi aturan keterwakilan perempuan . Berdampak pada berkurangnya bakal caleg perempuan yang berlaga di Pileg 2024 lalu. Bahkan kekurangannya mencapai lebih dari 8.000 kandidat baik Pileg di tingkat pusat maupun daerah.

Baca juga: Anies-Kaesang Duet Sempurna, Burhanuddin Bilang Mustahil Bersatu

Dia katakana, kasus DPR saja ada 267 kehilangan pencalonnya, kalau ditotal dengan DPRD provinsi dan kabupaten kota, itu angkanya bisa melampaui lebih dari 8.000. Menghilangkan hak calon perempuan di Tanah Air, akibat kebijakan KPU yang tidak  fair.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati menjelaskan, selama ini KPU hanya mengandalkan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, sebagai acuan pemenuhan keterwakilan perempuan 30 persen dalam pemilihan umum atau Pemilu 2024. Dalam peraturan tersebut, KPU disebut melakukan pembulatan ke bawah jika hitungan jumlah 30 persen calon legislatif perempuan memunculkan angka desimal.

 “Padahal, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan pembulatan terhadap jumlah calon legislatif perempuan seharusnya dilakukan ke atas, bukan ke bawah,” ucap Mike.

Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 itu pun sudah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap setelah dilakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Putusan MA Nomor 24/HUM/2023 memerintahkan KPU untuk merevisi peraturan tersebut.

Baca juga: Kemlu Sosialisasikan Pedoman Pendampingan WNI Yang Menghadapi Ancaman Hukuman Mati

Mike mengatakan, KPU dinilai mengabaikan putusan MA. Membiarkan Pemilu 2024 berlangsung pada 14 Februari lalu tanpa keterwakilan 30 persen perempuan. “Parahnya lagi, pengabaian hukum oleh seluruh anggota KPU tersebut dilakukan secara terang-terangan dengan melanggar perintah putusan Mahkamah Agung,” tuturnya.

Mike mengungkapkan, ironisnya KPU pernah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena tidak kunjung merevisi peraturan keterwakilan perempuan sesuai putusan MA. Laporan itu disampaikan ke Bawaslu sebelum pelaksanaan pemungutan suara.

Ketika itu, Bawaslu menyatakan KPU terbukti melakukan pelanggaran administratif karena tidak menindaklanjuti Putusan MA. Namun, KPU tetap tidak mengindahkan putusan yang tertuang dalam Putusan Bawaslu Nomor 10/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XO/2023 itu.

Mike juga menyebutkan, ketua dan para anggota KPU sudah pernah dijatuhi sanksi etik oleh DKPP melalui Putusan DKPP No.110-PKE-DKPP/IX/2023. “Alih-alih berbenah diri, KPU justru membiarkan Pemilu DPR dan DPRD Tahun 2024 berjalan dengan tidak sesuai ketentuan konstitusi," ujarnya.

Baca juga: 7 Tips Tidur Nyenyak di Malam Hari Meski Banyak Pikiran

Sejumlah regulasi diduga diabaikan, seperti CEDAW (Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita), Undang-undang Pemilu, putusan MA, dan putusan Bawaslu.

Seperti diketahui, MK sebelumnya mengabulkan permohonan PKS untuk sebagian terkait keterwakilan perempuan di dapil Gorontalo 6. MK meminta KPU melakukan PSU di dapil tersebut.

Dalam pertimbangannya MK menyebut KPU telah mengabaikan putusan MA Nomor 24 P/HUM/2023 terkait keterwakilan perempuan. MK menilai seharusnya KPU mematuhi putusan MA tersebut. Keputusan MK inilah yang menjadi pintu bagi KMPKP, melaporkan ketua dan anggota KPU ke DKPP.

 KPU Nyatakan Laporan KMPKP ne bis in idem

Komisioner KPU Idham Kholik mengatakan, laporan atas hal yang sama pernah disampaikan ke DKPP sebelum ini. “Dahulu KPU pernah dilaporkan terkait dugaan pelanggaran etik yang sama yaitu perihal affirmative action dan DKPP telah membacakan putusannya,” kata Idham.

Baca juga: Tetap Waspada Risiko Penularan Flu Burung Pada Manusia

Diketahui, DKPP sebelumnya pernah menerima laporan soal keterwakilan perempuan sebelum Pemilu dilaksanakan pada 14 Februari lalu. Ketika itu, DKPP menjatuhkan sanksi berupa teguran keras kepada seluruh komisioner KPU karena mengabaikan kewajiban afirmatif untuk calon legislatif perempuan.

Maka dari itu, Idham menganggap, laporan dugaan pelanggaran etik yang sama ke DKPP dapat terkategori sebagai ne bis in idem. Asas hukum tersebut melarang terdakwa untuk diadili lebih dari satu kali atas satu perkara yang sama jika sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.

Idham pun menyatakan, KPU berharap DKPP bisa menolak aduan dari KMPKP. “Oleh karena itu, saya berharap pelaporan tersebut dapat dinyatakan NO (Niet Ontvankelijk Verklaard),” ucap Idham. Diketahui, putusan NO merupakan putusan yang menyatakan gugatan tidak bisa diterima karena alasan cacat formil.

Ia mengklaim, bahwa KPU setiap menjalankan penyelenggaraan Piled dan Pilpre selalu memegang prinsip berkepastian hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017. Contohnya, kata dia, adalah sikap KPU yang langsung menindaklanjuti putusan sengketa Pemilu dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Nonton Film The Watchers 2024 Full Movie Sub Indo

Dia mengirimkan bukti surat dinas dari KPU tentang pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Gorontalo. PSU tersebut sebelumnya diamanatkan dalam sidang sengketa Pemilu 2024 melalui Putusan MK Nomor 125-01-08-19/PHPU.DPR.DPRD-XXII/2024.

“Surat Dinas yang diterbitkan oleh KPU RI tersebut sebagai bukti tindak lanjut Putusan MK,” kata Idham.