Helo Indonesia

Sanksi DKPP ke Ketua KPU, Koordinator TPDI: Prabowo-Gibran Harus Didiskualifikasi dari Peserta Pilpres 2024

M. Haikal - Nasional -> Politik
Senin, 5 Februari 2024 22:19
    Bagikan  
Ketua KPU
Tangkapan layar

Ketua KPU - Hasyim Asyari

HELOINDONESIA - Putusan DKPP No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2023, Tanggal 5 Februari 2024 yang amarnya menyatakan, "Teradu Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, semuanya (Anggota KPU), terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu", berimplikasi hukum kepada tidak sah dan/atau batal demi hukum status Pencapresan Prabowo Subianto (PS)-Gibran Rakabuming Raka (GRR) dalam Pilpres 2024.

Pernyataan ini disampaikan Koordinator TPDI & Perekat Nusantara, Petrus Salestinus dalam rilis yang diterima redaksi pada Senin (5/2/2024).

Menurutnya, alasan Majelis DKPP dalam putusannya itu berdasarkan penilaian atas fakta dalam persidangan yang diperoleh dari keterangan para pengadu, saksi, pihak terkait, keterangan ahli, bukti-bukti dokumen dan jawaban teradu Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, (Anggota KPU).

Dengan demikian, kata Petrus, DKPP menyatakan Hasyim Asy'ari dkk terbukti telah melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Baca juga: Para Eks Petinggi KONI Lampung Diperiksa Lagi,Termasuk Kadis Bobby

Sebab, DKPP dalam pertimbangan dan kesimpulannya memutuskan dengan putusan DKPP yaitu menjatuhkan sanksi adminsitratif berupa "Peringatan Keras Terakhir" kepada Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), sedangkan Komisoner KPU lainnya dijatuhkan sanksi adminsitratif berupa peringatan keras.

Petrus menegaskan, dengan Putusan DKPP No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2023, pada 5 Februari 2024 dimaksud, maka secara moral Legitimasi KPU telah mengalami  kehancuran di mata publik.

"Untuk mengembalikan legitimasinya itu, maka KPU RI tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar  "mendeclare" sebuah Keputusan Progresif berupa: 

Pertama, Mendiskualifikasi Pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto (PS)-Gibran Rakabuming Raka (GRR) sebagai Peserta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024.

Baca juga: Pecah Telor di Menit ke-81 Melalui Tendangan Penalti, Persik Unggul Naik Peringkat 5 Besar

Kedua, memerintahkan Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengajukan Calon Pengganti Capres-Cawapres atau Pemilihan Presiden 2024 tanpa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, karena berbagai pelanggaran Etik, Hukum dan Konstitusi termasuk merujuk kepada Putusan No.99/PUU-XXI/2023, tgl. 16/10/2023 dan Putusan MKMK No. 2/MKMK/L/ ARLTP/10/2023, tgl 7/11/2023.

Ketiga, menunda penyelenggaran Pemilu dalam waktu 2 x 14 Hari terhitung sejak 14 Februari /2024, agar Partai KIM mengajukan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pengganti, akibat diskualifikasi terhadap Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran Rakabuming Raka.

Petrus menjelaskan bahwa pendiskualifikasian oleh KPU RI, karena Putusan DKPP menempatkan Gibran menjadi Cawapres yang dalam memperoleh tiket Cawapres dari KPU melalui Perbuatan Melanggar Hukum dan Melanggar Etika sehingga tidak layak, tidak pantas dan tidak sepatutnya menjadi Cawapres 2024 mendampingi Capres Prabowo Subianto.

Baca juga: Kapolsek Pondok Aren jadi Narasumber Simulasi Tanggap Darurat yang Digelar PLN UIP Jawa Bagian Barat 4

"Alasan hukumnya sangat kuat, karena Keputusan KPU menetapkan Gibran sebagai Cawapres bertentangan dengan Etika dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Dalam UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dinyatakan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintah karena melanggar asas-asas umum pemerintahan," ungkap Petrus.

Petrus menegaskan, putusan DKPP ini harus dikawal pelaksanaannya agar bermanfaat bagi perbaikan terhadap prinsip demokrasi, kedaulatan rakyat dan konstitusi yang dilanggar sejak Nepotisme dibangun Jokowi serta dengan memperhatikan opini publik yang berkembang.

"Terutama suara Para Civitas Akademica lintas Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta sebagai represntasi para intelektual, cendekiawan dan ilmuwan Indonesia yang netral dan prihatin akibat daya rusak yang ditimbulkan oleh Dinasti Politik dan Nepotisme yang merusak Partai Politik, Demokrasi, Kedaulatan Rakyat dan Konstitusi," ujarnya.

Oleh karena itu , lanjut Petrus, Putusan DKPP No.135-136-137 dan No. 141--PKE-DKPP/XII/ 2023, pada Tanggal 5/2/2024 dimaksud, harus dikawal pelaksanannya oleh rakyat.

"KPU RI patut diduga berada dalam cengkraman dan kendali Kekuasaan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi, sehingga berhasil mengubah orientasi politik Komisoner KPU bahkan seluruh ASN menuju sikap politik monoloyalitas pada kepentingan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi," tandasnya.