Helo Indonesia

Istana Diam Saja, Ini Sederet Kasus Intimidasi dan Kekerasan Aparat Negara Terhadap Relawan Ganjar-Mahfud

M. Haikal - Nasional -> Politik
Jumat, 2 Februari 2024 00:06
    Bagikan  
Kekerasan Aparat
Foto: tangkapan layar

Kekerasan Aparat - Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan sederet kasus kekerasan dan intimidasi menggunakan instrumen negara dengan korban relawan Ganjar Mahfud

HELOINDONESIA.COM - Dugaan intimidasi dari negara yang menggunakan kekuatan militer terhadap para kader dan simpatisan PDI Perjuangan membuat jajaran partai banteng moncong putih bereaksi keras.

Ada beberapa kasus yang dianggap kekerasan menggunakan instrumen kekuasaan terhadap PDIP.

Terakhir adalah tekanan terhadap Ketua DPC PDI Perjuangan Gunung Kidul yang mengaku dipaksa oknum Paspampres untuk menurunkan bendera PDI Perjuangan lantaran Presiden Jokowi mau melintas.

Kamis (1/2/2025) Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkapkan berbagai tekanan dan intimidasi terhadap relawan Ganjar Mahfud MD.

Baca juga: Pemkot Tangsel Bedah Rumah, Diapresiasi Warga

Dalam rekaman video yang tersebar di berbagai platform media sosial pada Kamis (1/2/2024), Hasto mendesak Presiden Jokowi untuk mengambil sikap terhadap korban-korban kekerasan.

Menurut Hasto, dalam Pemilu 2024, bukan hanya persoalan Ganjar-Mahfud, bukan juga PDI Perjuangan, tapi persoalan kedaulatan rakyat.

"Bagaimana rakyat lah yang menentukan pemimpin nasional ke depan termasuk partai politik, bukan orang-per orang tapi menggunakan kekuasaan," terangnya dalam konfrensi pers di Jakarta.. 

"Mengerahkan berbagai potensi kekuasaan. Dan inilah kebangkitan kekuatan dari rakyat. Dari wong cilik. Dari ranting-ranting PAC yang dulu berjuang dengan ketulusan untuk Bapak Jokowi mulai dari wali kota, gubernur, presiden," papar Hasto.

Baca juga: Pengamat Militer Kritik Cawe-cawe Bersama Peserta Kamisan Berkaos Ndasmu Penculik Haram Jadah

Dan seluruh anak-anak ranting, lanjut Hasto, kami berjuang dengan ketulusan tanpa mengharapkan sesuatu kecuali Indonesia lebih baik.

Karena itulah, Hasto mengungkapkan bahwa apa yang terjadi di Gunung Kidul ketika kehadiran Jokowi yang dihormati kemudian dilakukan pengerahan dari aparatur negara.

"Bahkan mengerahkan mobil-mobil dan kendaraan militer yang menunjukkan negara dalam keadaan genting. Dan untuk menakuti rakyat," ujarnya.

Bahkan, menurut Hasto, permintaan penurunan bendera PDI Perjuangan bahwa kami ini peserta pemilu resmi yang dijamin undang-undang.

Baca juga: Persedikab Kediri Simpan Pemain Terbaik, Menghadapi Laga Semi Final Liga 3 Jatim, Tim Sangar Mengancam

"Tapi mengapa untuk bendera PDI Perjuangan dilarang untuk dikibarkan, sementara bendera PSI yang dipimpin anak presiden diizinkan bertruk-truk datang ke Gunung Kidul," tambahnya.

Hasto mengatakan bahwa ada perlakuan yang tidak adil, dan ini melengkapi peristiwa yang terjadi di Sleman pada 24 Desember 2023.

Saat itu salah satu loyalis Jokowi 2019 bernama Muhandi Muhanto harus merelakan nyawanya akibat dikeroyok oleh orang yang dia dukung.

"Umurnya 21 tahun. Anaknya masih kecil, tidak ada ungkapan duka cita dari istana," keluh Hasto.

Baca juga: Bila Prabowo Menang dan jadi Presiden, Pengusaha Fotografi dan Videografi ini Bernazar Promo Bayar 1 Dapet 2

Kemudian apa yang terjadi di Boyolali Jawa Tengah pada 30 Desember 2023 ketika Slamet Andono dan Arif Diva Ramadani menerima persekusi dari aparat TNI yang seharusnya netral.

"Aparat keluar dari yuridiksi hukumnya. Kemudian melakukan kekerasan dan tidak ada sikap dari negara," katanya.

Lalu apa yang terjadi pada 30 Januari 2024 ketika rakyat Indonesia ini dikerdilkan urusan Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Lampung, sepertinya urusan elektoral dari Sabang sampai Merauke.

Dengan berbagai kejadian itu memperlihatkan inilah demokrasi Indonesia ke titik yang sangat kritis, sehingga mendorong para guru bangsa dan civitas akademik turun gunung.

Baca juga: KASBI: 2 Periode Rezim Jokowi Perlakukan Buruh Kayak Lagu Lama Kaset Kusut

"Bahkan civitas UGM dan UII sudah menyampaikan sikapnya di tempat yang sangat Kramat, sangat penting yang menjadi simbol Gajah Mada, Balairung," tambahnya.

Peristiwa ini, menurut Hasto, diyakini akan akan diikuti perguruan tinggi lainnya. 

"Ini bukan kemenangan kami. Tapi kemenangan rakyat. Agar rakyat juara. Ini demi demokrasi yang berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat," tandasnya.