Helo Indonesia

FGD Lobster di Gisting, Pj Bupati Berharap Tanggamus Jadi Sentranya

Nabila Putri - Nasional -> Peristiwa
Kamis, 23 November 2023 19:49
    Bagikan  
FGD Lobster di Gisting, Pj Bupati Berharap Tanggamus Jadi Sentranya

DGN Budi Daya Lobster (Foto Jadi/Helo)

LAMPUNG, HELOINDONESIA. COM -- Pj Bupati Tanggamus Mulyadi Irsan menyambut gembira digelarnya Fokus Grup Diskusi (FGD), Budi Daya Lobster yang diadakan Bappeda Provinsi Lampung di Metting Room, Hotel Royal Gisting, Rabu (22/11/2023).

"Siapa tahu, Kabupaten Tanggamus menjadi salah satu sentra lobster di Provinsi Lampung. "Kita perlu bicarakan agar tersusun strategi pengembangan lobster Kabupaten Tanggamus menuju Lampung Berjaya," ujar Mulyadi.

Hadir narasumber Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Rokhim Dahuri, Sekretaris dan Pejabat Bappeda Provinsi Lampung, para kepala OPD Tanggamus, Kepala Politeknik Perikanan Kotaagung, Ketua HNSI Kabupaten Tanggamus.

Baca juga: PDAM Way Rilau Hentikan Aliran Air Sehari Sebagian Kota Balam

Lainnya, Ketua Komunitas Maritim Indonesia (Kommari) Kabupaten Tanggamus serta pelaku usaha pengumpul lobster dan nelayan tangkap.

Pj Bupati Mulyadi menyambut baik FGD tentang budi daya lobster diadakan di Kabupaten Tanggamus. "Kabupaten ini berpotensi menjadi sentra pengembangan budi daya lobster," katanya.

Dijelaskannya, Gerakan membangun pesisir Tanggamus (Gempita) adalah upaya mempercepat sinergitas pembangunan wilayah pesisir Tanggamus dan sekitarnya dengan mengoptimalkan segenap potensi SDM, SDA, insfratruktur.

"Kebijakan pusat dan daerah yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan juga penting dalam rangka ikut mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah pesisir untuk mewujudkan masyarakat pesisir Tanggamus maju dan sejahtera," katanya.

Baca juga: IPW Minta KPK Segera Usut Aktor PT GMP yang Ngolah Pajak


Tanggamus dikenal sebagai daerah yang memiliki potensi perikanan dan perairan yang sangat melimpah, baik yang terdapat di perairan laut maupun darat. Produksi perikanan tangkap, Kabupaten Tanggamus pada 2022 sebesar 41.631 ton, hasil tangkapan terbesar dari Kecamatan Pematang Sawa, yaitu 18.155 ton.

Salahsatu potensi yang menjanjikan adalah penangkapan lobster (Panulirus spp). Sementara Perikanan lobster di Provinsi Lampung telah dilakukan sejak tahun 1980-an, oleh para nelayan dan dijual pada pedagang pengumpul lokal. Penangkapannya dapat kita kembangkan dan dioptimalisasi dengan tujuan membantu pembangunan perikanan lobster dimasa mendatang.

Provinsi Lampung telah dikenal oleh masyarakat luas sebagai sentra produksi komoditas perikanan dengan harga jual tinggi seperti udang Vaname (Litopenaeus vannamei), dan ikan-ikan kerapu (Epinephelus sp., Cromileptes altivelis), yang merupakan hasil budidaya, dan tidak lagi tergantung oleh penangkapan.

Baca juga: Wakil Ketua TKN Yusril Ihza Mengklaim Tidak Ada Deklarasi Kades ke Prabowo-Gibran


Beberapa tahun ini, hanya udang vaname yang produksinya konsisten, sedangkan produksi ikan kerapu, turun dan naik karena infeksi penyakit virus dan pemasaran yang terbatas, sehingga produksi tidak optimal.

Potensi komoditas perikanan laut yang perlu dikembangkan di antaranya lobster (Panulirus) dan dapat ditangkap di wilayah perairan Teluk Lampung, Kabupaten Tanggamus sampai wilayah Pesisir Barat. Lokasi penangkapan terbesarnya, di perairan wilayah Kecamatan Kelumbayan, Limau, Kotaagung dan Pematang Sawa.

Total hasil penangkapan lobster tahun 2022 sebesar 27 ton, terdiri dari Lobster mutiara (Panulirus ornatus) 14,5 ton dan Lobster pasir (Panulirus homarus) 12,5 ton.

Perikanan lobster di Provinsi Lampung khususunya di Kabupaten Tanggamus dan Pesisir Barat, perlu banyak dikaji sehingga masyarakat dapat memahami dan pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih untuk pembangunan yang berkelanjutan.

Dua peraturan Menteri untuk melindungi lobster yaitu KKP No.1 tahun 2015 dan KKP Nomor 56/PERMEN-KP/2016 Tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), dari wilayah Negara Republik Indonesia.

Baca juga: Firli Bahuri Tersangka, Eks Pimpinan KPK Gelar Aksi Syukuran Hingga Cukur Gundul


Pasal (2) disampaikan bahwa Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), dengan Harmonized System Code 0306.21.10.00 atau 0306.21.20.00, dari wilayah Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan:
1. Tidak dalam kondisi bertelur; dan
2. Ukuran panjang karapas diatas 8 cm atau berat diatas 200 (dua ratus) gram per ekor.

Sedangkan untuk penangkapan di luar kondisi di atas tidak dibatasi. Namun, sampai saat ini penangkapan lobster belum tercatat dengan baik, walaupun potensinya cukup melimpah dan Konsumsi hasil tangkapan nelayan cukup besar.

Konsumen terbesar adalah pedagang besar yang memasok restoran sea food atau hotel. Konsumen lainnya berasal dari tempat-tempat wisata lokal di Pesisir Barat seperti di Krui atau Tanjung Setia.

Sejak terkenalnya pantai tempat wisata di Pesisir Barat, banyak wisatawan domestik dan asing berkunjung dan memilih lobster sebagai menu makanan selain ikan marlin atau setuhuk.

Konsumen lainnya, masyarakat sekitar yang membeli lobster sebagai buah tangan untuk kerabat, untuk hajatan atau lauk pauk sehari-hari. Harga jual perkilo (Rp. 150.000/kg - 300.000/kg) dengan bervariasi tergantung ukuran, spesies dan jumlah lobster.

Melihat potensi pariwisata berkaitan dengan konsumsi lobster, maka ini merupakan tantangan bagi Kabupaten Tanggamus untuk meningkatkan kualitas destinasi wisata agar dapat menarik wisatawan datang kesini.

Hubungan antara potensi sumber daya lobster dan kebutuhan konsumsi masyarakat perlu diseimbangkan untuk pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya lobster agar penangkapan lobster dapat bersifat lestari.

Hubungan ini menunjukkan bahwa biologi lobster menjadi sentral dalam pembangunan perikanan lobster.

Kontribusinya menjadi pembatas pada perikanan tangkap dan budidaya. Selain itu keberlanjutan pembangunan lobster sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan dan kemampuan pengembangan biologi lobster untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan misalnya dengan perangkat riset berbasis bioteknologi.

Keseluruhan deskripsi tersebut dapat mendukung secara berkelanjutan terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan makanan laut yang sehat.

Salah satu faktor mengapa reproduksi lobster tidak berkembang dibandingkan reproduksi udang windu dan vaname adalah belum banyaknya perhatian peneliti dan praktisi.

Lobster yang ditangkap dari alam termasuk hewan liar sehingga perlu diadaptasikan pada kondisi budidaya yang disebut dengan domestikasi.

Domestikasi lobster yang dapat dilakukan dengan karantina, pemberian pakan dan pemeliharaan pada wadah yang dikelola dengan manajemen yang baik untuk dibesarkan kemudian hasilnya dapat dikonsumsi atau digunakan sebagai induk dalam pembenihan.

Pemerhati lobster atau perikanan pasti memahami bahwa lobster memiliki pertumbuhan yang lambat sehingga pembesarannya butuh waktu yang lama.

Oleh sebab itu, perikanan lobster di Kabupaten Tanggamus tidak terbatas dengan perikanan tangkap, tetapi dapat dikembangkan dengan perikanan budidaya lobster yang hubungan keduanya sangat erat dengan jalur pemasaran yang dapat dijadikan salah satu fakta pertimbangan pembangunannya dimasa depan. (Hadi Haryanto).