Helo Indonesia

Mengisi Liburan Sekolah Anak

Herman Batin Mangku - Opini
Kamis, 27 Juni 2024 22:19
    Bagikan  
Gufron
Gufron

Gufron - Gufron

OLEH GUFRON AZIS FUANDI

HIDUP memang seringkali tidak seindah sinetron atau opera sabun. Saat SD dan SMP bermain main, SMA menjadi pemandu sorak, saat kuliah tebar pesona dan menikmati kekayaan, kemudian bekerja dengan berdasi, lanjut menikah sudah punya mobil,  rumah lengkap dengan ART nya. Sungguh bagaikan hidup di sekepal tanah surga.

Sebelum mati, kita tidak hidup di surga atau di neraka, tapi hidup di dunia yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya harus bekerja.  Bila dari pekerjaannya menghasilkan uang banyak, bisa mengupah orang untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah, tapi bila pas pasan, mau tidak mau, suka tidak suka berbagai pekerjaan rumah harus dikerjakan sendiri.

Tapi berapa persen kah perjalanan kehidupan kita yang seperti kisah sinetron?
Tentu tidak banyak!
Oleh karena itu kita sebagai orang tua harus mendidik dan menyiapkan anak anak kita untuk survive dalam kondisi apapun. Mereka harus diajarkan life skill atau ketrampilan hidup sejak kecil agar mereka lebih mandiri. Karena pada kenyataannya mereka akan hidup terpisah dengan orang tuanya dan membangun kehidupannya sendiri  entah menjadi suami sebagai pemimpin atau kepala keluarga maupun sebagai istri sebagai manajer keluarga.

Saya  senang ketika kemarin dalam sebuah majelis ada beberapa orang yang berdiskusi tentang bagaimana mengisi liburan sekolah anak anak. Selain bicara rencana liburan bersama, olahraga bersama, ada juga  yang melontarkan ide untuk mengisinya dengan pendidikan life skill yang dilakukan secara fun.

Pendidikan life skill bisa diberikan sesuai dengan jenis kelaminnya. Meskipun secara umum sama, seperti pendidikan disiplin dan tanggungjawab pada tugasnya masing-masing. Setiap anggota keluarga, ayah, ibu dan anak memiliki tanggung jawab agar rumah yang ditempati bersama terasa nyaman, bersih dan sehat. Semua anggota keluarga harus sadar bahwa rumah yang nyaman adalah tugas dan tanggung jawab bersama. Bukan tanggung jawab ayah fan ibu saja. Oleh karena itu, anak anak sejak dini harus dikenalkan tentang masalah ini.
Orang tua harus tega 'memaksa' anak anaknya untuk tidak tidur lagi setelah shalat subuh. Harus tega mengajarkan anak untuk ngerti pekerjaan rumah, dari mulai beberes mainan, menyapu, nyunyi piring dan sebagainya.
Tidak masalah bila ada diberi tugas harian, meskipun ringan seperti menutup pintu gerasi, membuka dan menutup jendela, menghidupkan lampu dan sebagainya. Tujuannya bukan pada pekerjaannya itu, tetapi pada penanaman tanggungjawab terhadap tugas dan pekerjaan.

Ada baiknya, orang tua menjelaskan, saat kumpul bareng, dengan anaknya tentang ini tugas ayah, ini tugas ibu dan tugas anak anak untuk menciptakan kenyamanan rumah yang ditempati bersama. Dengan demikian semua anggota keluarga bekerja, bertanggungjawab dengan kefahaman.

Orang tua kita dulu sering mengatakan, anak perempuan itu harus bisa 3 M, macak (berdandan), manak (bisa membuat anak) dan masak (bisa masak). Tidak harus ahli memasak, karena bukan mau buka bisnis catering. Cukup tahu apa yang harus dikerjakan di dapur.

Sedangkan untuk anak laki laki  mereka perlu dilatih leadership nya. Karena nanti sebagai suami dia harus bisa membuat keputusan yang ngayomi dan ngayemi. Dilatih juga dalam melakukan hubungan sosial, baik dengan tetangga maupun kenalan. Karena saat mereka nanti berkeluarga, untuk bekerja atau bisnis mencari nafkah, ketrampilan sosial sangat dibutuhkan.

Dijaman sekarang hampir tidak ada orang yang bisa menenuhi kebutuhan hidupnya sendirian. Mereka membutuhkan sinergi dan kolaborasi dengan orang lain.

Meskipun sekarang jamannya emansipasi, tetaplah budaya kita menitik beratkan tugas istri/ibu dalam sebuah rumah tangga adalah wilayah internal/domestik. Sedangkan suami/ayah wilayah eksternal.

Maka tidak salah ketika Khalifah kaum muslimin, Umar bin Khattab mengatakan: "Ajari anak-anakmu berenang, memanah, dan naik kuda."
Jangan terlalu memanjakan anak, sehingga nanti anak anak menjadi tidak mandiri dan lemah. Karena pelaut ulung tidak dihasilkan dari laut yang tenang tapi dari lautan yang penuh dengan ombak dan gelombang.

Dalam hal ini Allah mengingatkan dalam An-Nisa ayat 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)

 -