Helo Indonesia

Ada Pelakor Politik yang Berusaha Merusak Koalisi Perubahan, 5 Cara Mereka Gunakan

Winoto Anung - Nasional -> Politik
Sabtu, 26 Agustus 2023 17:26
    Bagikan  
Koalisi Perubahan
tangkapan layar

Koalisi Perubahan - Tim kecil dari kubu Koalisi Perubahan untuk Persatuan, ki-ka adalah Willy Aditya (Nasdem) Anies Baswedan n(bacapres), Rifky Harsya (Demokrat), Sohibul Iman (PKS) saat bertemu di Sekretariat Perubahan, Jakarta, 5 Mei.

HELOINDONESIA.COM - Koalisi Perubahan untuk Perbaikan (KPP) terus berdinamika. Bakal capres sudah jelas, yakni Anies Baswedan. Namun, cawapres belum ada.

Dalam kondisi seperti ini ditengarai muncul pelakor politik yang berupaya merusak Koalisi Perubahan. Ada 5 cara yang mereka gunakan untuk upayanya terhadap KPP itu.

“Saya menduga keras setidaknya ada 5 (lima) cara yang dilakukan para pelakor politik untuk merusak  koalisi perubahan untuk persatuan,” kata pengamat  dan rektor Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar,  dalam postingan di X. 

Upaya itu, yang pertama, memecah belah koalisi yang telah dibangun oleh NasDem, Partai Demokrat dan PKS dengan berbagai tekanan dan intimidasi.

Baca juga: Di Kota Solo, DPR Temukan 3 Masalah Terkait Persiapan Pemilu 2024, di Antaranya Soal Honor Petugas

Kemudian yang kedua, merayu salah satu anggota koalisi dengan dana yang amat besar. “Kalau kena rayuan, maka koalisi perubahan untuk persatuan dengan sendirinya bubar,” ujar Musni. 

Selanjutnya, yang ketiga, menduetkan Anies dengan calon presiden dari partai lain, yang otomatis koalisi perubahan untuk persatuan bubar seperti Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

“Keempat, melakukan politik adu domba di internal koalisi dengan mengungkap misalnya ada "pengkhianat" sehingga koalisi gontok-gontokan dan pecah belah,” tandasnya.

Baca juga: Pj Gubernur DKI akan Upayakan Bunga Rendah untuk ASN yang Mau Cicil Kendaraan Listrik

Dan yang terakhia atau kelima, diduga  menggunakan lembaga survei dan media untuk menciptakan opini yang merugikan Anies dan koalisi pengusungnya. “Jika tidak kuat iman, akan bergabung dengan dengan partai penguasa,” ujarnya.

Presidential Threshold

Sosilog Universitas Ibnu Chaldun itu mengatakan, akar masalah dalam proses pencalonan presiden pemilu sebelumnya dan pemilu 2024 ialah ambang batas pencalonan presiden, atau Presidential Threshold 20 persen.

“Adanya Presidential Threshold 20 persen dari perolehan kursi anggota parlemen hasil pemilu 2019, telah memaksa setiap partai politik berkoalisi untuk bisa mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden,” ujar Musni Umar.

Baca juga: Megawati Minta Jokowi Bubarkan KPK. Mantan Menteri: Beliau Sudah Klaim yang Membuat, Jadi Tak Merasa Bersalah

Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang tidak perlu berkoalisi untuk mencalonkan calon presiden karena perolehan kursi anggota DPR  partai itu di parlemen hasil pemilu 2019 mencapai 20 persen.

Pada hal partai politik yang ketua umumnya menjadi calon presiden atau capres, otomatis ikut menggerek naiknya elektabilitas partai politik tersebut.

Golkar, PKB, PAN, PKS, NASDEM, DEMOKRAT tidak bisa mencalonkan ketua umumnya menjadi calon presiden untuk menaikkan elektabilitas partainya karena harus berkoalisi. Solusinya, NasDem, Demokrat dan PKS memilih Anies Baswedan sebagai calon presiden dari independen yang bisa mengayomi semua partai pengusung.

Baca juga: Mengenang Jenderal Besar Nasution, Prabowo Sebut Sebagai Sosok Pendiri TNI, Jujur, Tidak Pernah Korupsi

“Akan tetapi, itupun menghadapi kendala dalam menentukan calon wakil presiden karena ada partai politik yang ketua umumnya layak menjadi calon wakil presiden untuk mendampingi calon presiden yang sudah disepakati,” ujarnya.

Namun,  ada anggota koalisi yang menginginkan supaya calon wakil presiden juga dari tokoh independen.  Tarik menarik kepentingan menggoyahkan kebersamaan dan persatuan.

Kondisi yang dialami Koalisi Perubahan  harus segera diatasi dengan komunikasi terus-menerus,  dialog dan musyawarah untuk mencapai kata sepakat.

“Jika dibiarkan, maka para pelakor politik  "calon presiden dan calon presiden"  akan semakin bergentayangan. Korbannya yang paling potensial adalah koalisi perubahan untuk persatuan,” kata Musni Umar. (**)