Helo Indonesia

Drama Politik untuk Tarik Simpati Publik Muncul karena Dominasi Kekuasaan Berimbang

Rabu, 19 Juli 2023 12:11
    Bagikan  
Drama Politik untuk Tarik Simpati Publik Muncul karena Dominasi Kekuasaan Berimbang

Antonius Benny Susetyo

JAKARTA, HELOINDONESIA.COM - Lobi-lobi politik yang intens melalui pertemuan dan makan siang Capres PDIP Ganjar Pranowo dengan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar, menunjukkan bahwa politik semakin dinamis dan cair.

Mengapa? Karena saat ini pertarungan menjelang Pilpers tahun 2024 ini tidak semudah seperti lima tahun sebelumnya, seiring dominasi kekuasaan masing-masing partai yang berimbang. Sehingga sangat wajar jika dinamika lobi-lobi maupun drama politik sering terjadi.
Demikian disampaikan pengamat komunikasi politik Antonius Benny Susetyo terkait dengan maraknya drama-drama politik yang dimainkan para elit partai, termasuk Airlangga yang merupakan capres Golkar dengan Ganjar Pranowo yang dicapreskan PDIP.

''Karena kekuasan berimbang itu, maka masing-masing partai politik membuat penjajakan. Dan penjajakan itu adalah bagian sebuah kompromi untuk mencari titik temu, sekaligus ada rumusan klasik yaitu Do ut Des yaitu 'saya dapat apa, saya memperoleh apa' dalam pembagian kekuasaan,'' kata Benny dalam keterangannya, Rabu 19 Juli 2023.

Menurut Benny, acuan Do ut Des tersebut adalah wajar, karena dalam konteks politik, merebut kekuasaan itu mendorong masing-masing partai memiliki target utama yaitu bagaimana mereka bisa mendapatkan kue kekuasaan.
''Dengan cara apa? Ya masing-masing partai akan memberikan kontribusi, dan kontribusi itu selalu ada harganya yaitu mendapat kursi kekuasaan,'' tandasnya.


Ditambahkan dia, dalam politik selalu tidak ada yang ideal. Politik adala realitas. Politik adalah realitas konstruksi dari kekuasaan yang berwajah ganda. Disebut memiliki wajah ganda, karena di dalamnya adalah upaya mempengaruhi, merebutkekuasan saling mereka mendapatkan posisi.
Nah, dalam perebutan posisi perebutan posisi inilah Benny menilai akan ada praktik drama politik untuk menarik simpati publik. Dalam lobi itulah tentu ada agenda dan framing untuk menaikkan posisi tawar.
Yang menjadi persoalan besar, lanjut dia, jangan sampai dalam perebutan kekuasan itu politik hanya dimaknai sebagai bagi-bagi kekuasaan. Jika sampai politik dimaknai sebagai cara mendapatkan kekuasaan dan melewati batas keadaban dan berorientasi prakmatisme, maka politik hanya akan menjadi benalu negara.
''Politik jangan sampai terperangkap sebagai benalu negara. Maka dari itu sebagai alat, politik harus dibangun politik konstruktif dan beradab, dan tujuannya dikembalikan kepada prinsip bonum commune, yaitu kekuasaan yang memberi kesejahteraan pada masyarakat,'' kata staf khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu. (Aji)