Helo Indonesia

Penyebab Jatuhnya Dua Pesawat Latih Super Tucano Masih Misterius, Ada Kisah Menarik Pembelian Pesawat ini

Jumat, 17 November 2023 18:20
    Bagikan  
SUPER TUCANO
radarmiliter

SUPER TUCANO - Ilustrasi jenis pesawat Super Tucano yang jatuh di wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

HELOINDONESIA.COM - Puslaiklambangjaau (Pusat Kelaikudaraan dan Keselamatan Terbang dan Kerja) TNI AU telah membentuk tim investigas terkait jatuhnya dua pesawat latih Super Tucano, Kamis (16/11/2023).

Seperti kita ketahui dua pesawat latih atau pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano TNI AU jatuh di Desa Keduwung, Ploso, Pasuruan, Jawa Timur.

Dua besawat yang jatuh itu memiliki nomor masing-masing TT-3102 dan TT-3111 hingga saat ini masih belum diketahui penyebab jatuhnya pesawat itu.

Untuk mengungkap jatuh pesawat itu tim perlu melakukan pemeriksaan dan penelitian secara menyeluruh dari tim investigasi untuk melihat faktor-fakto yang dikenal dengan istilah 5 M yakni Man, Machine, Mediun, Mission dan Management.

Baca juga: Dua Pesawat Tempur TNI AU Jatuh Saat Latihan Formasi di Jatim

Pada hari Jumlat (17/11/2023) tim memeriksa secara langsung kondisi pesawat pasca accident di lokasi kejadian.

Seluruh prosedur dalam proses investigasi bakal di jalani terkait jatuh pesawat itu termasuk kondisi cuaca saat kejadian.

Begitu juga seluruh personel yang terlibat dalam proses penerbangan dan berbagai kemungkinan lainnya juga akan dilakukan pemeriksaan.

Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marma R Agung Sasongkojati menjelaskan pemeriksaan nantinya juga terhadap Flight Data Recorder pesawat yang merekam data penerbangan, data mesin dan komunikasi termasuk video penerbangan hingga detik terakhir fungsi pesawat.

Seperti kita ketahui jenis pesawat tempur Super Tucano EMB-314 itu milik TNI AU memiliki bobot 1550 kg yang berjumlah sebanyak 16 pesawat yang dibeli pada tahun 2012 silam.

Baca juga: Tiga Bulan Selama Musim Kemaru, Sebanyak 129 Kejadian Kebakaran Terjadi di Wilayah Kabupaten Pasuruan

Total pesawat Super Tucano yang dipesan berjumlah 16 unit dengan total biaya USD 143 juta atau sekitar Rp1,3 triliun, harga satu pesawat sekitar Rp.800 miliar lebih.

Semua pesawat Super Tucano itu berada di bawah Skuadron 21 Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, termasuk 2 unit yang jatuh, Kamis 16 November 2023.

Pesawat Super Tucano sendiri merupakan pesawat latih bermesin turboprop sayap rendah (low wing) berkemampuan COIN (Counter Insurgency) atau pesawat serang antigerilya buatan Embraer Defense System, Brasil.

Selain sebagai pesawat latih, Super Tucano juga mampu dioperasikan sebagai pesawat patroli perbatasan dan counter-insurgency operations (operasi penumpasan pemberontakan).

Baca juga: Kebakaran Gunung Arjuno dan Bromo, Bupati Pasuruan Minta Penambahan Pemadaman Dengan Water Boming

Proses pembelian pesawat Super Tucano itu ternyata memiliki kisah cukup menarik dalam proses pembeliannya.

Bahkan saat pesawat ini diboyong ke Indonesia dari Brasil sempat terjadi krisis diplomatik di antara kedua negara ini.

Pada tahun 2010, Indonesia mengakuisisi delapan pesawat model EMB-314 Super Tucano untuk TNI Angkatan Udara.

Pembelian tersebut dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca juga: Gawat! Sebanyak 33 Ribu Lebih Warga di Pasuruan Kesulitarn Air Bersih, Begini Upaya Gubernur Khofifah

Dua tahun kemudian, mereka memesan delapan pesawat lagi, yang akan dikirimkan pada tahun 2017.

Perjanjian komersial tersebut juga mengatur pertukaran teknologi, pasokan suku cadang, dan perawatan pesawat.

"Sayangnya, Embraer (produsen Super Tucano) digunakan untuk memberikan tekanan politik terhadap Brasil," kata Marcus Vinicius de Freitas, profesor hubungan internasional di Armando Álvares Penteado Foundation (Faap).

Perbedaan pendapat antara kedua negara ini dilatarbelakangi oleh sikap pemerintah Indonesia yang tidak dapat direduksi dalam menghadapi seruan dari pemerintahan Presiden Dilma Rousseff Brasil saat itu.

Baca juga: Pasuruan Bromo Marathon 2023 Kembali Digeber, Menikmati Sensasi Berlari Ketinggian 2 ribu Mdpl

Saat itu, Indonesia mengalami krisis diplomatik dengan Brasil, usai mengeksekusi mati dua warga Brasil.

Dua orang tersebut adalah Marcos Archer penduduk Rio de Janeiro, dan Rodrigo Gularte dari Parana, keduanya adalah terpidana penyeludup narkoba.

Sementara di Indonesia perdagangan narkoba, merupakan sebuah kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, untuk terhindar.

Dikutip dari istoedinheiro.com.br, krisis tersebut menyebabkan kemunduran kontrak dagang antara Brasil dan Indonesia.

Baca juga: Mangga Alpokat Pasuruan Naik Kelas, Masuk Lapangan Golf di Turnamen Bupati Charity Cup XXI

Presiden Brazil Dilma Rousseff menolak surat kepercayaan dari Toto Riyanto, duta besar Indonesia yang baru saja ditugaskan di Brazil.

Sebagai tanggapan diplomatik sayap kiri terhadap rencana Indonesia untuk mengeksekusi seorang terpidana narkoba dari Brazil.

Namun, perusahaan Brasil tersebut menghadapi situasi yang dilematis, pasalnya jika pesanan dibatalkan, kerugian tersebut tidak akan berdampak besar pada hasil Embraer, yang buku pesanannya melebihi 22 miliar dollar AS.

Baca juga: Kekeringan dan Kebakaran Mengancam Wilayah Kabupaten Pasuruan, Sebentar Lagi Terapkan Status Siaga Bencana

"Perusahaan sedang memesan 500 pesawat dan delapan pesawat seharusnya tidak berdampak besar pada rekeningnya," katanya.

Namun, ada perusahaan lain yang mungkin dirugikan jika Indonesia membatalkan kontrak tersebut.

Avibras, yang memproduksi peralatan militer, mendapat pesanan senilai 900 juta Real Brasil untuk memasok peluncur rudal.

Terlebih lagi, Indonesia adalah konsumen besar gula, jagung dan kedelai dari Brasil saat itu. **