Helo Indonesia

Pengasuh Ponpes Salafiyah Seblak Jombang, Halim Mahfudz: NU, Indonesia dan Prodrome Krisis

Edo - Opini
Kamis, 18 Januari 2024 16:26
    Bagikan  
GUS IIM
facebook/ Abdul Halim Mahfudz

GUS IIM - Pengasuh Ponpes Salafiyah Seblak Jombang, Abdul Halim Mahfudz

HELOINDONESIA.COM - Negeri ini bakal memilih presiden dan wakil presiden baru, dan pemilihan anggota legilatif baru di seluruh tingkatan melalui Pemilihan Umum 2024.

Seluruh warga bangsa, termasuk NU sebagai organisasi dan seluruh nahdliyin anggotanya, terlibat langsung dalam event politik ini.

NU dan nahdliyin harus terlibat langsung dan harus berperan aktif karena catatan sejarah panjang NU dan komitmen NU dalam berkhidmat sejak sebelum kemerdekaan.

NU ini organisasi besar. Saking besarnya jamaah, maka NU sebagai organisasi belum mampu menampung dan mengorganisasi kegiatan nahdliyin secara masif dan komprehensif.

Di pusat ada 148 orang pengurus, terdiri dari Mustasyar atau Dewan Penasehat dengan 34 anggota, Syuriah atau dewan pengarah dengan 29 anggota, Katib Aam atau kesekretariatan (29), A’wan atau pembantu (18), Tanfidziyah/pelaksana (32), kesekjenan (22), dan Bendahara (13).

Bagi jutaan warga yang suka tahlil, menghayati dziba dan manakib, entah mereka punya kartu tanda anggota NU atapun tidak, ketika ada tetangga yang meninggal, maka sudah jamak mereka hadir untuk tahlil tanpa menunggu ‘undangan berlaku bagi warga NU. Mereka menjadi ‘jamaah’ mengikuti cara ibadah NU.

Di tingkat pengelompokan organisasi, nahdliyin tidak bisa ditampung ‘hanya’ di badan resmi seperti PBNU, PWNU atau PCNU.

Di luar badan otonom maupun lajnah, di sana masih banyak kelompok-kelompok yang bermunculan karena berbagai alasan dan tujuan. Ada NU Garis Lurus, NU Garus Lucu, Gus Durian dan seterusnya.

Dan inilah, apa pun yang berlangsung terkait dengan NU pasti memancing ingin tahu publik.

Sebagai organisasi kemasyarakat terbesar, NU akan menjadi patokan bersikap dan orientasi terutama sosial keagamaan dan politik.

Apakah NU juga menjadi rujukan pilihan politik warga? Banyak yang terjebak, karena jumlah anggota yang ratusan juta, maka apa pun yang dianut warga NU, dianggap pilihan pas karena dianggap diikuti jamaah besar.

Dan bagi partai politik, afiliasi, timses ataupun kelompok pendukung yang berburu suara, mereka harus mengincar para vote getter baik tradisional, pesantren, kiai ataupun penceramah kondang atau penceramah mengondangkan diri untuk menyampaikan janji dan mungkin fasilitas.

Dan di Pemilu kali ini, sudah tertangkap berita pemanfaat pemanis berupa uang yang kasat mata dibagikan kepada rakyat agar menjadi pendukung dengan pembenaran apapun.

Semangat Mbah Hasyim
NU sejak berdiri dulu, Mbah Hasyim sangat peduli menjaga persatuan.

Mbah Hasyim berpesan dalam Muqaddimah Qonun Asasi; “Sesungguhnya, sikap sosial, saling tolong-menolong, menjaga persatuan, kasih sayang dengan sesama adalah fakta yang tiada seorang pun tidak mengetahui manfaatnya. Bagaimana mau menolak, bahkan Rasulullah SAW pun pernah bersabda: “Kuasa Allah bersama jamaah (persatuan). Maka dari itu, berpisah dari jamaah (persatuan), merupakan pintu masuk bagi setan-setan untuk memangsanya sebagaimana serigala yang memangsa kambing yang terpisah dari rombongannya.”

NU punya Qonun Asasi atau aturan dasar. Qonun Asasi yang dibuat oleh pendiri Nahdlatul Ulama, Rais Akbar KH M Hasyim Asy'ari, mengandung tuntunan bagaimana warga NU harus bersatu dan bersikap setiap menghadapi berbagai masalah dan cobaan.

Secara substantif, pola pikir dan pola sikap dan perilaku warga NU harusnya senantiasa berpedoman kepada Qonun Asasi.

Di jaman ini, Qonun Asasi lebih sering dibacakan dan dislogankan pada setiap NU menggelar peringatan hari kelahirannya. Implementasinya masih tanda tanya.

Bangsa ini sudah masuk ke era keterbukaan informasi dengan munculnya media sosial yang sekarang menjadi medium berbagi cerita dan sekaligus menyalurkan fitnah!

FB ditemukan 2004, Youtube 2005, Twitter (X) 2006, Instagram 2010, dan TikTok 2017. Medsos ini mengubah pola dan strategi komunikasi.

Pada era ini, ada yang lupa dicatat bahwa keterbukaan komunikasi membuka catatan baru yang disebut dengan jejak digital.

Sebelum era digital, orang membaca berita sambil minum kopi pagi hari, menunggu berita televisi pada sore hari, atau berita radio pada jam-jam tertentu. Esoknya, orang sudah lupa dan diganti dengan peristiwa lain.

Sekarang, orang memperoleh berita kapanpun mereka butuh tanpa menunggu koran atau siaran berita. Apapun ucapan, perilaku, kegemaran, kesenangan termasuk cara berdebat atau berjoget dan melet, semua terekam dengan rinci.

Jejak digital ini, sangat dekat dengan praktik catatan amal manusia dalam sijjil dan illiyyin yang diceritakan Alquran.

Bangsa ini sudah masuk ke era keterbukaan informasi dengan munculnya media sosial yang sekarang menjadi medium berbagi cerita dan sekaligus menyalurkan fitnah!

FB ditemukan 2004, Youtube 2005, Twitter (X) 2006, Instagram 2010, dan TikTok 2017. Medsos ini mengubah pola dan strategi komunikasi.

Pada era ini, ada yang lupa dicatat bahwa keterbukaan komunikasi membuka catatan baru yang disebut dengan jejak digital.

Sebelum era digital, orang membaca berita sambil minum kopi pagi hari, menunggu berita televisi pada sore hari, atau berita radio pada jam-jam tertentu. Esoknya, orang sudah lupa dan diganti dengan peristiwa lain.

Sekarang, orang memperoleh berita kapanpun mereka butuh tanpa menunggu koran atau siaran berita. Apapun ucapan, perilaku, kegemaran, kesenangan termasuk cara berdebat atau berjoget dan melet, semua terekam dengan rinci.

Jejak digital ini, sangat dekat dengan praktik catatan amal manusia dalam sijjil dan illiyyin yang diceritakan Alquran.

Di dunia manajemen krisis, ada istilah prodrome, yaitu ketika tanda terjadinya situasi darurat muncul dan tidak diselesaikan dengan jujur!

Ketika teknologi komunikasi modern mencatat jejak digital yang termasuk prodrome seperti aturan berbangsa, ditabrak dengan pelanggaran, pemilu dikerjakan dengan tidak-jujur, keberpihakan terselubung, samar maupun terang-terangan sudah menjadi perhatian khalayak, maka retak publik bisa tak terhindarkan.

NU dan bangsa ini, sudah waktunya untuk turun mesin. Perlu diingat, sijjil dan illiyyin tetap mencatat dan nanti akan menjadi acuan pertanyaan di hari penutupan. (Gus Iim)