Helo Indonesia

Banyaknya Istri Menggugat Cerai di Kabupaten Bojonegoro Lantaran Suaminya Pengangguran

Edo - Nasional
Kamis, 13 Juli 2023 13:46
    Bagikan  
CERAI
pixabay.com

CERAI - Ilustrasi perceraian

HELOINDONESIA.COM - Dalam enam bulan terakhir tingkat perceraian di di Pengadilan Agama (PA) kelas 1A Kabupaten Bojonegoro cukup tinggi, hingga mencapai 1.500 kasus perceraian.

Data di PA Bojonegoro menyebutkan, istri yang mengajukan cerai terbanyak dari Kecamatan Kedungadem.

Berikutnya secara berurutan Kecamatan Temayang, Kecamatan Dander, Kecamatan Tambakrejo dan Kecamatan Ngasem.

Sementara dalam enam bulan ini sudah mencapai 1.063 istri mengajukan gugatan cerai, dan sebanyak 437 suami mengajukan gugatan cerai.

Dari data yang dieroleh menyebutkan rata-rata janda baru itu adalah masyarakat miskin yang tergolong pendidikan rendah dan belum mandiri secara ekonomi.

Baca juga: Untuk Cerai Ari Wibowo Ajak Bicara Anak, Inge Anugerah Lagi Cari Kontrakan

Sementara menurut panitera (PA) Bojonegoro, Shoikin Jamik mengungkapkan mayoritas para suami yang digugat cerai adalah tidak memiliki pekerjaan tetap atau pengangguran.

Selain itu pendidikan mereka rendah, kondisi seperti ini akan semakin runyam, ketika para penguasa Bojonegoro tidak bisa menjawab tentang (kemiskinan).

"Karena jumlah kasus perceraian masih sangat besar, bukan sebab tapi akibat.” jelas Shoikin Jamik.

Shoikin Jamik, menghimbau agar para pengambil kebijakan di Kabupaten Bojonegoro lebih memperhatikan, karena sumber konflik dalam keluarga yang tamat di Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro faktor kemiskinana sangat tinggi dan penganguran merajalela.

Baca juga: Pemprov Lampung Jalin Kerjasama Dengan Pemprov Jawa Timur Melalui Misi Dagang dan Investasi

Seorang pengguggat cerai suami bernama Mariani (samaran), salah satu di antara penggugat mengatakan karena masalah ekonomi.

Ia terpaksa menggugat cerai suaminya karena persoalan ekonomi. "Yang menyakitkan, suaminya tidak bekerja alias penganguran, sementara kebutuhan rumah tangga semua masih tergantung kepada orang tua," ujarnya.

Sekarang ia merasa bebas dan tidak merasa malu dan tidak lagi terbabani lagi setelah cerai.

Kini ia mengaku sudah merasa bahagia setelah resmi bercerai, dibanding masih hidup serumah bersama mantan suaminya, tetapi pengangguran.

Ia pun menyadari menyandang status sebagai janda tak jarang mendapat stigma negatif, ia mengaku sudah siap dengan risiko itu.

Baca juga: Gubernur Jatim Bersama Misi Dagang Jawa Timur Direncanakan Kunjungi Provinsi Lampung

Perhatian khusus
Tak hanya perceraian yang tinggi di Bojonegoro, namun pernikahan di bawah umur di daerah itu juga cukup tinggi, hal ini membuat Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) angkat bicara.

Berdasarkan data PA Kabupaten Bojonegoro, jumlah permohonan dispensasi nikah (Diska) sejak Januari hingga Juni 2023 mencapai 259 perkara, dan kasus perceraian mencapai 1500 perkara.

Koordinator APPA, Nafidatul Himah mencermati naiknya angka Diska dan perceraian ia berharap pemerintah harus memberikan perhatian lebih, meskipun Pemkab Bojonegoro saat ini sudah memiliki program pemberian insentif bagi calon pengantin (Catin) yang sudah cakap untuk menikah.

Terkait pernikahan dini, pemerintah harus hadir untuk ikut mengatasi hal itu. Mengingat kebanyakan permohonan Diska itu bukan karena hamil, tetap karena budaya.

Baca juga: Sidang Cerai, Shandy Aulia Tak Perebutkan Hak Asuh Anak dan Harta Gono-gini

Khususnya terkait lingungan dan pergaulan yang melatarbelakanginya, untuk itu pemerihan harus memperketat permohonannya.

Mengingat dengan banyaknya Diska yang diberikan, nantinya akan rentan terjadinya peningkatan perceraian, kekerasan rumah tangga, angka kematian ibu dan anak dan seterusnya.

Nafidatul Himah mengatakan, meskipun Diska itu diperbolehkan, semestinya harus diperketat permohonannya, seperti bekerjasama dengan beberapa pihak terkait.

Baca juga: Bintang Sepak Bola Maroko Achraf Hakimi Dilanda Isu Cerai, Hiba Abouk Hapus Foto Instagram

Pihaknya berharap, pemerintah harus hadir dalam pencegahan dan penanggulangan perkara tersebut.

Seperti halnya, membuat Peraturan Daerah (Perda) perlindungan anak atau mungkin dimasukkan pasal untuk lembaga-lembaga yang mempunyai kewajiban melakukan pencegahan terhadap perkara tersebut.

"Selain itu, orang tua dan lingkungan sekitar juga harus mengedukasi kepada anaknya, terkait dampak-dampak jika menikah dibawah umur," imbuhnya. **