Helo Indonesia

Musim Cari Panggung

Nabila Putri - Lain-lain
Kamis, 15 Juni 2023 08:32
    Bagikan  
Prof. Sudjarwo

Prof. Sudjarwo - (Foto Ist.)

Oleh Prof. Sudjarwo*

PANGGUNG adalah tempat pertunjukkan yang biasanya untuk berkesenian. Namun makna itu sekarang menjadi sangat luas dan abstrak, bahkan jauh berbeda dari makna sebelumnya. Akibatnya, panggungnya jadi lucu kadang miris, tapi mau ketawa takut dosa.

Perubahan abstraksi seperti ini semakin menyeruak manakala dikaitkan dengan peristiwa sosial tertentu yang sedang hangat menjelang Pemilu Serentak 2024. Banyak sekali panggung digelar untuk menyedot perhatian publik.

Seorang jurnalis senior mengirimkan berita tentang "panggung" yang dibuat petinggi suatu daerah. Jika selama memimpin tidak terdengar "desah nafasnya”, sang penguasa mendadak “batuk-batuk manja” akhir-akhir ini.

Yang muncul malah, panggung untuk dirinya yang terkesan kurang kerjaan (kuker). Sementara, panggung semestinya, bagaimana mengatasi persoalan rakyat, hajat hidup orang banyak, bahkan nasib bawahannya, yang melayani akar rumput malah tak kunjung tuntas.

Peristiwa itu menjadi aneh dan menggelikan bagi mereka yang masih berfikir waras, karena tampak sekali pamrih akan kepentingan pribadinya mendongkrak elektoralnya jelang pesta demokrasi tahun depan.

Baca juga: Dugaan Korupsi Retribusi Sampah, Sidang Hadirkan 3 Saksi

Hal lucu dan menggelikan sering terjadi saat ini. Selama ini tidak pernah kelihatan batang hidungnya, namun mendekati perhelatan limatahunan; mendadak muncul membunyikan genderan, eh ternyata panggung belum ada, terpaksalah mencari panggung di tengah panggung, sehingga tampak canggung.

Banyak sekali sekarang para pencari panggung, dari yang tersusun secara sistimatis sampai yang terkesan “aneh-aneh”. Bisa dibayangkan seseorang menggunakan baju batik berharga mahal, memanggul seikat batang padi, dan berucap “demi kepentingan rakyat”.

Maka tidak aneh jika ada teman yang berkomentar jail bahkan satir, besok akan menggunakan jas sambil manggul pupuk dan berujar “untuk kepentingan rakyat”; sempurnalah pencarian panggung dengan ending menggelikan. Peristiwa di atas dari tingkat nasional sampai lokal.

Saat ini banyak sedang berseliweran di media sosial. Bahkan dengan piranti gaget seperti saat ini, seolah biaya “menjual diri” menjadi semakin mudah dan murah. Cukup menyiapkan satu tim media, mereka bertugas membuat film pendek, kemudian menyebarkannya melalui semua saluran media yang ada.

Otomatis panggung akan terbentuk menjadi sempurna manakala film itu dilike oleh team lain yang tugasnya me-like semua episode yang ada. Hukum ekonomi “jual sendiri, beli sendiri” tampaknya sekarang sudah semakin lumrah dan tidak perlu malu, karena memang urat malu sudah pada putus.

Baca juga: 19 Kali Rampok BRIlink, Pelaku Ditangkap Saat Mau Kabur Ke Jawa

Panggung imajinatif tampaknya saat ini berseliweran dimana-mana, untuk kepentingan memperkenalkan diri kepada khalayak, bahwa kapasistas dirinya layak untuk mendapatkan apa yang diharapkan. Namun sayang rakyat sekarang sudah makin pandai membaca, karena ada maunya baru menjumpai; setelah selesai hajatnya ditinggal pergi.

Pola seperti inilah yang menyuburkan politik “wani piro” di tengah masyarakat; terutama masyarakat akar rumput yang bagi mereka beras satu kilogram itu lebih berharga untuk hari ini, dari pada tidak jelas satu ton untuk hari esok.

Benar kata pemeo yang mengatakan “lebih baik menunggu Bus Harapan Jaya dari pada menunggu Harapan Hampa”.

Namun negeri ini sedikit terobati dari ulah para pencari panggung; oleh kesuksesan anak bangsa dalam mencari panggung sampai ke negeri Paman Sam dan berhasil menjadi juara dunia dalam bidangnya.

Membawa nama baik negeri ini tidak hanya monopoli orang sempurna secara fisik, namun mereka yang diberi keterbatasan oleh Alloh ternyata juga mampu mentorehkan nama baik di “panggung dunia”. Inilah cara Alloh menunjukkan kemahakuasannya akan seluruh ciptaan-Nya.

Baca juga: Di Tengah Kota Bandarlampung, Perampok Aksi Sikat BRILink

Perjuangan yang gigih dengan tidak meminta-minta fasilitas seperti para pencari panggung kekuasaan, anak muda itu melaju dengan gagah berani menggemparkan panggung blantika musik dunia dalam menjalani kodratnya.

Perspektrum keterbatasan ditembus dengan kegigihan berjuang melawan keterbatasannya, tidak perlu banyak survei elektabilitas segala untuk mencapai puncak karier. Tidak perlu membagi door price yang harganya jutaan rupiah, dan membagikan nasi bungkus kepada penyukanya, karena mereka yang mengidolakannya adalah gerak utusan Tuhan yang disertakan dalam doa.

“Suara malaikat” yang ditabalkan Tuhan pada umatnya, mampu menggoyang dunia. Hanya mampukah kita menangkap tanda-tanda keilahian itu.

Jika kita mau sedikit merenung diri betapa Kemahakuasaan Tuhan akan seluruh ciptaannya.

Jadi, jika hanya kursi kekuasaan yang berspektrum lokal, itu bukan apa-apa jika Tuhan menghendaki; yang penting bagaimana kita yang sedang diberi panggung oleh pemilik panggung dunia mampu memanfaatkan panggung itu menjadikan ladang ibadah.

Selamat mencari/menikmati panggung dunia

* Pemerhati Masalah Pendidikan dan Sosial