Helo Indonesia

Reaksi Dunia Internasional, Perang Surabaya dan Gaza Palestina

Nabila Putri - Lain-lain
Sabtu, 4 November 2023 17:11
    Bagikan  
Gufron Aziz Fuadi

Gufron Aziz Fuadi -

Oleh Gufron Aziz Fuadi

BERAPA jumlah korban dari bangsa Indonesia yang meninggal dunia dalam Perang Surabaya? Diperkirakan berkisar antara 6.300 sampai 15.000, dan sekitar 200.000 orang mengungsi keluar Surabaya .Korban tentara Sekutu dan Nica, 295 tewas dan hilang.

Akibat dari perlawanan rakyat Sulawesi Selatan terhadap penjajah Belanda, tidak kurang dari 40.000 jiwa penduduk Makasar dan sekitarnya dibantai oleh tentara Belanda yang dipimpin Kapten Raymond Westerling antara tahun 1946-1947.

Atas tewasnya korban sipil dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia di atas, apakah ada diantara kita yang menyalahkan para ulama yang mengeluarkan Resolusi Jihad yang menyebabkan Bung Tomo dan arek arek Suroboyo mengangkat senjata?

Atau ada diantara kita Bangsa Indonesia yang menyalahkan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) termasuk didalamnya ada Wolter Monginsidi yang menyebabkan pembantaian oleh Westerling? Rasanya tidak ada. Kecuali para antek penjajah Belanda yang sudah banyak mendapatkan privilege (hak istimewa) sebelumnya.

Baca juga: Ir. Arinal Djunaidi, Alumni Unila Dianugerahi Gelar Dr. HC atas Kontribusi Luar Biasa dalam Pembangunan Berkelanjutan

Apa yang dilakukan oleh ulama dengan resolusi jihad dan bung Tomo dengan teriakan Takbir yang menggema segala penjuru, juga oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia, termasuk membakar 200.000 rumah di Bandung, pada dasarnya adalah mirip dan sama dengan apa yang dilakukan oleh para pejuang Hamas yang menginginkan kemerdekaan Palestina dari penjajah Israel.

Kepada Muhammad Toha tokoh pejuang Bandung Lautan Api, Bung Tomo tokoh pejuang 10 Nopember Surabaya, Wolter Monginsidi di Makasar serta Maludin Simbolon dan Alamsyah Ratu Perwira Negara dalam perang 5 hari 5 malam di Palembang, kita, Bangsa Indonesia menaruh hormat dan kemudian memberi gelar pahlawan.

Hanya Belanda dan para anteknya yang menyebut mereka para pejuang sebagai: ekstrimis, verdomm zeg ( kira kira artinya: sialan lu kampret!).

Di India, ada Pembantaian Amritsar atau juga disebut Pembantaian Jallianwala Bagh di Lapangan Amritsar,
pada 13 April 1919. Peristiwa berdarah yang membunuh 1000 warga dan sedikitnya 2000 luka-luka ketika rakyat India memprotes penjajahan Inggris.

Baca juga: Kadis PPPA Balam: Banyak Korban KDRT Anak Tak Berani Lapor

Sesungguhnya dimana pun dan kapanpun, perjuangan selalu memakan korban. Kalau takut berkorban maka harus rela ditindas dan dijajah sambil bersabar mengelus dada sampai dadanya kempes dan tipis. Karena kemerdekaan tidak diperoleh secara gratis. Kemenangan tidak diberi secara cuma-cuma.

Karena itu, perjuangan utama dalam meraih kemerdekaan adalah perang berdarah yang kemudian didukung dengan diplomasi, propaganda untuk meraih dukungan internasional agar menekan negara penjajah, juga memboikot barang atau produk negara penjajah atau pendukungnya termasuk corporasi yang mendukung penjajah tersebut.

Apakah efektif? Coba aja lakukan dulu!

Alkisah, di mulut Terusan Suez tepatnya di Port Said, Mesir, pada 9 Agustus 1947, tersiar kabar bahwa sebuah kapal Belanda bernama Volendam akan berlabuh di Port Said. Kapal tersebut mengangkut amunisi, 2.000 serdadu Belanda, dan perlengkapan perang yang akan digunakan di Indonesia.

Baca juga: Handoko: Apa Upaya Pembunuhan Karakter Darussalam Jelang Pileg 2024

Begitu mendengar kabar tersebut, ribuan penduduk dan buruh setempat lantas berkumpul di mulut pelabuhan. Sebagian dari mereka dengan mempergunakan motor boat memboikot pemberian logistik dan air minum ke Volendam yang masih ada di tengah laut.

Mereka yang terdiri dari buruh-buruh militan dari Ikhwanul Muslimin dengan membawa bendera merah putih, mengejar sekelompok motor boat yang memaksa untuk menyuplai makanan dan air minum ke kapal Belanda tersebut.

Setelah dekat mereka menggiring kembali motor boat-motor boat itu kembali ke pelabuhan. Begitu laporan jurnalis Suratkabar Al Balagh edisi 10 Agustus 1947 yang dikutip M.Zein Hassan dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri.
Wallahua'lam bi shawab
(GAF)