Helo Indonesia

Merti Desa, Pemdes Pamriyan Kirab Tombak Kiai Tunggul Uri-uri Budaya Leluhur

Senin, 8 Juli 2024 06:07
    Bagikan  
Merti Desa, Pemdes Pamriyan Kirab Tombak Kiai Tunggul Uri-uri Budaya Leluhur

HASIL BUMI: Gunungan hasil bumi Desa Pamriyan, Kabupaten Kendal ikut di arak pada Merti Desa bertepatan dengan 1 Muharam. Foto: Anik

KENDAL, HELOINDONESIA.COM -Pusaka Tombak Kiai Tunggul diarak mengelilingi Desa Pamriyan, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal untuk dikenalkan kepada seluruh warga melalui Kirab Napak Tilas Kultur Festival yang digelar Pemerintah Desa Pamriyan, Minggu (7/7/2024).

Pusaka Tombak Kiai Tunggul ini sebelumnya telah dijamas pada malam 1 Suro atau Sabtu malam, 6 Juli 2024. Selain pusaka tombak dalam acara merti desa juga diarak sejumlah gunungan hasil bumi hingga produk UMKM warga setempat. Dan diikuti seluruh warga Desa Pamriyan.

Kepala Desa Pamriyan, Taufiq Rizal mengatakan, kegiatan merti desa ini dalam rangka untuk memperingati tahun baru Islam. Sekaligus peringatan Hari Jadi Desa Pamriyan yang telah ditetapkan setiap tanggal 1 Muharam.

"Ini sejarah baru di desa kita. Bertepatan dengan ini 1 Muharam kita jadikan sebagai Hari Jadi Desa Pamriyan. Semoga Desa Pamriyan kedepan lebih makmur lagi, sejahtera lagi, warga desa selalu diberikan kesehatan, keselamatan dan selalu bahagia," ujarnya.

Sedekah Desa

Dipaparkan, Pusaka Tombak Kiai Tunggul ini muncul di Desa Pamriyan usai kegiatan sedekah desa pada tahun ketiga atau tahun 2023.

"Itu muncul setelah pada malam hari kita kirab obor sejumlah 313 yang mengambil semangat dari kaum muslimin saat perang badar. Selain itu saat berjalan secara hikmad kita melantunkan sholawat nariyah sejumlah 4.444 untuk pagar desa dan kemaslahatan seluruh warga desa Pamriyan," papar Kades Pamriyan.

Taufik menambahkan, rangkaian kegiatan sedekah desa meliputi jamasan dan kirab pusaka Kiai Tunggul, khotmil Quran oleh 35 hafidz dan hafidzoh, serta merti desa. Semoga warga selalui diberikan kelimpahan rejeki, kemakmuran, kesehatan. Selain itu sebagai upaya nguri-uri budaya. Dimana sekarang ini banyak yang membuat gunungan hasil bumi," tandasnya.

Budaya Leluhur

Sementara Camat Gemuh, Kartini sangat mengapresiasi dan menyambut positif  kegiatan merti desa Pamriyan. Menurutnya kegiatan ini menjadi sarana mempererat tali silaturahmi antar warga dan sebagai bentuk nguri-uri budaya leluhur.

"Merti desa ini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Kemudian upaya kita untuk nguri-nguri budaya di desa itu. Ini sangat positif dan saya berharap di desa lain juga bisa diperingati sebagai mana mestinya. Jadi ada momen yang bisa ditunggu oleh masyarakat dan untuk mengekspresikan karya-karyanya," ujar Kartini.

Perayaan ini mendapat apresiasi dari warga, mereka memadati jalanan untuk melihat dari dekat arak-arakan Pusaka Tombak Kiai Tunggul yang mengelilingi desa. Bahkan di antara mereka juga membawa keluarga, anak-anaknya dipinggir jalanan yang dilalui arak-arakan.

Bahkan beberapa di antaranya mengabadikan momen setahun sekali tersebut dengan ponselnya. Tidak saja memfoto tetapi juga merekam untuk mendokumentasikan perayaan yang sudah jarang terjadi di tempat lain.

Sejarah

Salah satu warga Ninik mengatakan, memberikan pengenalan akan budaya leluhur kepada cucunya tidak lain agar mereka bisa mengenal sejarah desanya. ‘’Derasnya arus informasi dan semakin kompleksitas perkembangan zaaman, anak cucu kita harus tidak lupa dengan sejarah. Merti desa ini sangat bagus untuk dikenalkan kepada keturunan kita agar mereka tidak lupa dengan sejarah yang ada,’’ ujar wanita yang sudah memiliki lima cucu tersebut.

Dalam sejarah yang tercatat, dahulu ada seorang anak raja bernama Pangeran Sojomerto ingin melamar putri raja dari desa lain yang bernama Raden Ayu Sedayu. Sebelum menuju ke tempat putri raja, Pangeran Sojomerto telah mempersiapkan barang-barang seserahan untuk dihadiahkan kepada Raden Ayu Sedayu berupa emas dan barang berharga lainnya.

Namun, di tengah perjalanan, Pangeran Sojomerto dihadang oleh sekelompok perampok dan menjarah semua hadiah seserahan yang telah disiapkan oleh pangeran. Maka, Pangeran Sojomerto menamakan tempat itu sebagai “Pamriyan” yang berasal dari kata “Pamrih” yang berarti usil atau nakal (Anik)