Helo Indonesia

SERI BERKELUARGA (6): Mendidik Anak Sesuai Jamannya

Nabila Putri - Lain-lain
Kamis, 28 September 2023 10:52
    Bagikan  
SERI BERKELUARGA (6): Mendidik Anak Sesuai Jamannya

Gufron Aziz Fuadi

Oleh Gufron Aziz Fuadi

TAHUN 80-an, siapa yang tidak tahu nama William Suryadjaya atau yang akrab disebut Oom Willy. Pendiri PT. Astra Internasional Tbk yang saat ini memiliki tidak kurang dari 200 anak perusahaan, selain sebagai ATPM  beberapa merek mobil (Toyota, Isuzu dan Daihatsu serta motor Honda). Di Lampung, khususnya di Lampung Tengah kita mengenal perusahaan singkong, PT. Multi Agro.

Pada tahun 1988 putra sulungnya, Edward Suryadjaya membeli Bank Agung Asia yang kemudian di rubah namanya menjadi Bank Summa. Kemudian pada tahun 1992 Bank Summa kolaps karena mismanajemen dan melebihi batas kewajaran dalam membiayai usaha dan proyeknya sendiri yang ternyata banyak yang macet dan berefek domino. Kolapsnya bank Summa memicu bangkrutnya bisnis keluarga Oom Willy sehingga kendalinya terhadap Astra pun lepas.

Satu hal yang masih saya ingat, komentar beberapa ahli terkait masalah ini adalah tentang rapuhnya generasi kedua. Banyak bisnis keluarga yang moncer ditangan pendirinya (generasi pertama) yang kemudian hancur oleh generasi kedua atau ketiga karena kurang tangguh dan trengginas. Begitupun dibidang lainnya, termasuk politik.

Hal ini dimungkinkan karena orang tuanya tidak melakukan pendidikan dan pembinaan yang ketat. Sebaliknya mereka memanjakan anak anaknya sehingga generasi kedua ini luput diberi panggung, tidak dididik bertanggungjawab dan mandiri.
Akibatnya ketika generasi pertama mulai udzur dan lengser keprabon, generasi kedua tidak siap menyambut tongkat estafet.

Baca juga: Nabi Muhammad Pemimpin Perubahan dan Persatuan

Oleh karena itu setiap orang tua, tidak peduli pebisnis, politisi atau lainnya tidak boleh terlalu memanjakan anak dan tidak melakukan pelatihan mandiri dan tanggungjawab. Kadang para orang tua berpikir, dulu kita pergi pulang sekolah jalan kaki 1 km,
sekarang anak anak janganlah. Kasihan, bila perlu diantar motir atau mobil sampai depan kelas.

Pada jaman apapun, kata orang, pemenang adalah raja dan yang kalah adalah bandit. Perilaku orang tua yang memanjakan, tidak melatih tanggung jawab dan mandiri pada akhirnya akan melahirkan para pencundang bukan pemenang. Sebab pada akhirnya, hidup adalah bagaimana memperoleh (merebut) sumberdaya. Karena sumberdaya selalu terbatas sementara yang membutuhkan terus meningkat. Jangan berharap selalu ada dermawan yang memberikan secara gratis. Tidak ada makan siang gratis!

Allah sudah mengingatkan dalam An Nisa 9:
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak (keturunan) yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya....”

Sampai tahun 2030, Indonesia masih akan mengalami bonus demografi. Dan tahun 2050, Goldman Sachs memperkirakan RI akan menjadi 4 besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Mungkin saat itu tiba, kita sudah dua meter dibawah tanah. Mungkin anak atau cucu kita menemui.
Masalahnya, sebagai apa mereka?
Penonton atau pemain?

Seorang trainer/motivator mengatakan bahwa dimasa depan ada beberapa ketrampilan yang sangat dibutuhkan diantaranya ketrampilan problem solving, kolaborasi dan penguasaan bidang teknologi.

Sementara Anies Baswedan beberapa tahun yang lalu berpesan kepada para pemuda PKS saat peringatan Sumpah Pemuda bahwa dimasa depan pemuda harus memiliki beberapa kompetensi agar tidak menjadi penonton saat Indonesia merangkak menjadi negara besar yang puncaknya pada tahun 2050. Diantaranya adalah: kompetensi moral, kompetensi kinerja dan kompetensi ilmiah.

Baca juga: Mengembalikan Marwah PWI yang Sudah Kedodoran

Kompetensi moral berkaitan dengan karakter seperti: jujur, amanah, bertanggungjawab, loyalitas, setia kawan, berani, disiplin, rendah hati, optimis dan karakter positif lainnya.
Kita tahu sejak usia remaja, Rasulullah Saw memiliki karakter seperti diatas sehingga sejak sebelum diangkat menjadi nabi, beliau sudah digelari al AMIN.

Kompetensi kinerja terkait dengan semangat kerja dan kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu. Tidak mudah beralasan untuk menolak pekerjaan bahkan menyukai tantangan kerja. Termasuk kemampuan dalam berkomunikasi dan berkolaborasi, karena tidak pekerjaan yang tidak berkaitan orang dan pihak lain. Yermasuk kemampuan komunikasi adalah mampu mempresentasikan ide dan gagasannya.

Sedangkan kompetensi ilmiah terkait dengan penguasaan terhadap, minimal, sain dan teknologi yang menjadi sepesialisasinya serta memahami bidang keuangan- dan ekonomi serta perkembangan teknologi. Karena pemimpin kedepan tidak mungkin berlepas dari masalah ekonomi dan keuangan serta teknologi yang terus berkembang.
Anies juga menyinggung tentang perlunya generasi muda mampu membaca buku buku teks agar memiliki pemahaman yang mendalam. Ketahanan membaca generasi sudah cukup bagus. Mereka mampu membaca hp/android selama berjam jam, seharusnya bisa dilatih untuk membaca buku buku teks.

Baca juga: Meskipun Ada Kejanggalan, Keluarga Brigpol Setyo Herlambang Tunggu Hasil Penyidikan

Bahkan untuk menjadi pemimpin, dulu para pangeran dan bangsawan juga diwajibkan belajar sastra. Untuk apa?
Agar saat mereka kelak menjadi pemimpin mampu berbicara secara efektif. Tidak mbulet atau bertele tele. Karena salah satu tugas pemimpin adalah menjelaskan kepada rakyat, suatu masalah yang rumit dengan narasi yang simpel dan jelas. Pemilihan kata dan diksinya pas, sesuai dengan situasi dan kondisi. Jangan sampai misalnya, seorang pemimpin yang ingin merangkul rakyat, salah memilih kata dengan mengatakan akan memiting rakyat.
Niat yang baik dan mulia menjadi ambyar dan perlu klarifikasi.

Ali bin Abi Thalib mengatakan;
"Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian".

Maka tidak salah kalau orang mengatakan, orang tua, meskipun banyak pengalaman adalah solusi masa lalu. Adapun yang muda adalah solusi masa kini dan masa depan. Karena kita akan menjalani hidup untuk masa depan bukan masa lalu. Maka jangan pilih yang tua, yang muda aja!
Biar ada perubahan. Amin.

Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)