Helo Indonesia

Negeri Abai, Berkoar Melayani, Faktanya Ada Anak Tak Bisa Sekolah

Nabila Putri - Lain-lain
Selasa, 26 September 2023 13:21
    Bagikan  
Negeri Abai, Berkoar Melayani, Faktanya Ada Anak Tak Bisa Sekolah

Prof. Sudjarwo

Oleh Prof. Sudjarwo*

HATI saya remuk redam membaca berita dari media ini, Helo Indonesia Lampung, Senin (25/9/2023), yang mewartakan Pemerintah Kota Bandarlampung kecolongan (lagi) karena ada anak berusia sembilan tahun belum sekolah akibat ketidakmampuan orangtuanya secara ekonomi dan pemahaman birokrasi.

Ternyata, residu sosial itu masih juga ada di usia negeri yang sudah tidak muda lagi ini. Koar-koar melayani rakyat, hanya bergema di udara. Ketika menginjak bumi, para birokrat justru yang minta dilayani rakyat. Dengan dalih "ngapo dak lapor", mereka abai memperhatikan anak bangsa.

Saya teringat perjuangan almarhum Ayahanda yang menanggalkan baju dinas tentaranya untuk membuka sekolah demi anak bangsa pada awal tahun 1950-an. Pascakemerdekaan, perjuangan tak lagi mengangkat senjata tapi bagimana jumput bola mencerdaskan anak bangsa.

Belum lagi hiruk-pikuk yang sekarang sedang marak karena intervensi pemilik modal yang begitu besar di negeri ini, kenyataannya masih ada derita lara anak negeri yang terpinggirkan pendidikannya karena kemiskinan.

Baca juga: SERI BERKELUARGA (4): Saling Memahami Pasangan

Kota yang memiliki banyak jalan layang ternyata melayangkan lamunan, melupakan kenyataan. Terimakasih patut diacungkan jempol kepada Herman Batin Mangku (HBM) yang dengan gigih memperjuangan anak negeri, karena diusianya yang tidak muda itu terus menelisik kota guna membantu mereka yang tidak beruntung dengan caranya.

Memang tidak mudah menjadi jurnalis sekaligus mesias seperti itu; menyebabkan banyak pejabat merasa jengah, tetapi fakta tidak bisa dipungkiri. Kerja-kerja kepemerintahan tampaknya sudah terjebak dengan rutinitas. Pagi pergi, siang sedikit ngopi, tengah hari makan dan istirahat terus pulang, tanggal satu terima gaji; entah apa yang dikerjakan.

Inovasi dan improvisasi yang diajarkan pada waktu diklat dan entah apalagi penjenjangan kepegawaian, semua dilalui. Setelah lulus minta kursi agar tempat duduk semakin tinggi.

Angka-angka proyek yang panjang seolah menjadi tujuan, karena di sana ada cuan yang bisa berbagi untuk berbagai kepentingan. Tidak juga kita pungkiri bahwa sudah banyak yang dipebuat untuk negeri ini, namun semua itu bukan untuk menutupi kealpaan akan pekerjaan yang masih tersisa.

Baca juga: DMI Tubaba Menggelar Seminar Digitalisasi Masjid

Pelayanan pendidikan yang sangat melekat dengan kesehatan dan kemiskinan itu, sudah seharusnya diurai sedemikian rupa agar tidak menjadi berlarut.

Kita sudah seharusnya membuat inovasi baru agar ada dana abadi guna mengentaskan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin yang fungsinya bukan operasional, karena itu wilayah APBD.

Kita bisa mencari dana dengan tidak berhutang, tetapi membagikan sepersekian-nya dari dana “tanggung jawab sosial perusahaan” bagi semua usaha yang ada di kota ini, disimpan dalam bentuk dana abadi yang kegunaannya hanya bagi pendidikan dan kesehatan masyarakat miskin.

Bisa saja ini disebut dengan “Dana Pengaman Kesehatan dan Pendidikan Masyarakat Miskin”. Tentu dengan catatan dana ini bukan untuk dikorupsi, dibagi-bagi, dijadikan modal usaha, dana koperasi atau apalagi namanya yang selama ini sudah menjadi lading korupsi.

Satuaan tugas di setiap kecamatan dan kelurahan harus terus digalakkan bukan ada bekerja duduk-duduk di kantor, ngopi pagi pulang siang. Mereka harus selalu ada di lapangan menjadi mata dan telinga Wali Kota, yang setiap saat melaporkan bila ada persoalan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin.

Baca juga: Begini Cara Dinas LH Mesuji Bersama Tim Melakukan Pembinaan Program Adiwiyata di Sekolah

Tentu laporan harus disertai data fisik dan penunjang lainnya, sehingga akurasi data menjadi terjamin. Adapun penanganannya tidak harus mengikuti alur birokrasi yang panjang dan rumit, tetapi harus bersifat segera bagai tanggap darurat.

Tulisan ini dibuat bukan ingin mencari kesalahan, akan tetapi karena rasa cinta yang amat sangat kepada negeri ini agar menjadi negeri yang sejahtera dan makmur bagi penghuninya.

Kesempurnaan memang tidak akan ada di dunia ini, namun jika kita mengetahui dan membiarkan ketidaksempurnaan itu berjalan, berarti kita mengingkari sebagai mahluk Tuhan yang diberi kemampuan akal budi, yang tidak dimiliki oleh mahluk lain.

* Guru Besar Universitas Malahayati Lampung