Helo Indonesia

Gagal Cegah RUU Kesehatan Jadi UU, PKS Minta Maaf Terlebih Alokasi Wajib Anggaran Kesehatan Dihapuskan

Winoto Anung - Nasional
Selasa, 11 Juli 2023 21:14
    Bagikan  
Demo RUU Kesehatan
Twitter/ @panca66

Demo RUU Kesehatan - Massa dari berbagai elemen menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, menolak RUU Kesehatan disahkan menjadi UU. (Foto: Twitter/ @panca66)

HELOINDONESIA.COM - Akhirnya, melalui rapat paripurna (rapur),  DPR memberikan persetujuan atau ketok palu RUU Kesehatan untuk disahkan menjadi UU Kesehatan, Selasa 11 Juli 2023.

Dalam rapat paripurna tersebut, Fraksi PKS menolak memberi persetujuan RUU Kesehatan untuk disahkan menjadi UU Kesehatan, karena ada pasal yang menghapuskan aturan alokasi wajib anggaran Kesehatan, dan ini merupakan kemunduran. PKS gagal mencegah RUU Kesehatan menjadi UU, sehingga minta maaf kepada publik.

Hal itu disampaikan anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera dalam cuitan di Twitter dengan aku @MardaniAliSera.

“Di rapat paripurna hari ini, kami FPKS DPR menolak RUU tentang Kesehatan untuk disahkan menjadi UU. Salah satu poin krusial, ditiadakannya pengaturan alokasi wajib anggaran (mandatory spending) kesehatan dalam RUU Kesehatan, ini  merupakan kemunduran bagi upaya menjaga kesehatan masyarakat,” tulis Mardani Ali Sera.

Baca juga: Megan Rapinoe, Kapten Tim Sepak Bola Wanita AS yang Terus Terusik Karena Atlet Transgender

Dia mengatakan bahwa mandatory spending penting untuk menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan yg berkesinambungan denan ketersediaan jumlah anggaran yg cukup.

"Sekaligus menjadi jaminan anggaran kesehatan dpt teralokasi secara adil dlm rangka menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat," tandas Mardani.

Sementara itu, anggota Fraksi PKS lainnya, PKS Dr Kurniasih Mufidayati meminta maaf kepada publik, karena gagal mencegah RUU Kesehatan menjadi UU. Dia minta maaf kepada tenaga kesehatan, hingga akademisi karena belum bisa memperjuangkan agar RUU Kesehatan dibahas lebih komprehensif dan tidak terburu-buru untuk disahkan.

Baca juga: Tingkatkan Patuh Lantas, Polres Pesawaran Operasi Krakatau

Menurut Kurniasih yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR, salah satu pertimbangan Fraksi PKS menolak RUU Kesehatan disahkan menjadi UU adalah minimnya waktu mendengar berbagai masukan secara komprehensif tentang subtansi perbaikan regulasi kesehatan di Indonesia.

"Selain mendatory spending yang hilang, pembahasan yang terburu-buru hingga banyaknya klausa akan diatur dalam peraturan turunan yang jumlahnya mencapai 100-an justru bertolak belakang dengan semangat omnibus yang disebut untuk menyederhanakan,” kata Kurniasih.

“Kita juga khawatir hadirnya peraturan turunan akan dibuat terburu-buru mengingat jumlahnya yang banyak dan nasibnya akan sama seperti RUU Kesehatan yang baru saja disahkan," ungkap Kurniasih.

Baca juga: Bahan Rahasia untuk Gaya Hidup Sehat, Berikut Manfaat Beras Hitam untuk Tubuh Anda

Anggota Fraksi PKS lainnya, Netty Prasetiyani dalam rapat paripurna tersebut menyebut bahwa UU Kesehatan ini mengalami kemunduran, padahal sebelumnya sudah diatur anggaran wajib Kesehatan itu sebesar  5 persen.

"Oleh karena itu, Fraksi PKS berpendapat ditiadakannya pengaturan alokasi wajib anggaran atau mandatory spending kesehatan dalam RUU Kesehatan merupakan sebuah kemunduran bagi upaya menjaga kesehatan masyarakat Indonesia," kata Nettty yang juga ujar anggota Komisi IX DPR.

Padahal, komitmen pemerintah terhadap kesehatan lewat mandatory spending sebesar 5 persen dari APBN telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun, pemerintah periode saat ini malah menghapusnya.

Harusnya, anggaran khusus sektor kesehatan seharusnya ditingkatkan, bukan malah dihapuskan. Sebab, anggaran tersebut tentu sangat dibutuhkan demi menyelesaikan kompleksnya permasalahan kesehatan di Indonesia.

"Dengan adanya mandatory spending maka jaminan anggaran kesehatan dapat teralokasi secara adil dalam rangka menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Fraksi PKS memandang mandatory spending adalah roh dan bagian terpenting dalam rancangan undang-undang Kesehatan ini," ujar Netty. (*)

(Winoto Anung)