Helo Indonesia

PN Jakpus Bolehkan Nikah Beda Agama, DPR Sebut Para Hakim Langgar UU, MA Harus Disiplinkan

Winoto Anung - Nasional
Selasa, 27 Juni 2023 22:38
    Bagikan  
Surahman Hidayat
Laman DPR

Surahman Hidayat - Surahman Hidayat, Anggota Komisi VIII DPR. (Foto : Ist/Man)

HELOINDONESIA.COM - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang membolehkan pernikahan beda agama. Kalangan komisi VIII DPR menilai para hakim PN Jakpus telah melanggar UU dan Konstitusi.

Oleh karena itu, menurut anggota Komisi VIII DPR Surahman Hidayat,  Mahkamah Agung (MA), kata Surahman, harus mendisiplinkan para Hakim yang berada di bawah kewenangannya, agar mengkoreksi keputusan yang tidak sesuai UUD.

Ini dimaksudkan agar para hakim tersebut tidak lagi membuat keputusan yang tidak sesuai dengan Konstitusi yang berlaku yaitu UUD RI 1945

Menurut Surahman, seharusnya PN Jakpus taat terhadap konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menolak judicial review untuk membolehkan perkawinan beda Agama.

Baca juga: Ada Gugatan ke MK, Masa Jabatan Ketum Parpol Cuku 2 Periode Saja, Mardani Anggap Wajar, Komentar Netizen Bikin Ngakak

“Para Hakim PN Jakpus harusnya merujuk kepada ketentuan UUD 1945 dan Putusan MK yang sudah menolak judicial review untuk membolehkan perkawinan beda Agama,” kata Surahmat dalam keterangannya, Selasa 27 Juni.

 PN Jakpus sebelumnya mengizinkan pasangan beda agama. Hakim beralasan izin diberikan berdasarkan UU Adminduk, dan juga mendasarkan putusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat.

Surfahman menandaskan, seharusnya para hakim tidak hanya melihat penjelasan secara tekstual dan sepotong, tetapi harus merujuk pada penafsiran original intent, agar memahami teks UU secara utuh.

Menurutnya, masalah perkawinan dalam Islam sudah jelas ketentuannya, di mana perempuan muslimah tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam.

Baca juga: Mbappe Bikin Eksekutif Qatar Marah, Liverpool Berani Bayar Rp4.4 Triliun

Ketentuan itu juga termuat dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di mana di dalam Pasal 2 Ayat 1 dari UU tersebut disebutkan bahwa Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

“Kalau ada hakim yang menikahkan seorang muslim dan atau muslimah dengan orang yang berbeda agama dengannya maka berarti hakim tersebut telah melanggar UU jelas menyelisihi konstitusi, konstitusi menegaskan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, religiusitas menjadi payung dan prinsip dalam mengambil keputusan,” kata Politisi Fraksi PKS itu.

Dengan demikian akan terjaga harmoni sosial di tengah masyarakat plural Agama. Dia menengaskan, para Hakim bisa menjadi contoh yang baik dalam sikap taat hukum dan konstitusi, dan menjadi pembelajaran yang baik bagi Rakyat, agar keadilan dan kebenaran tetap bisa ditegakkan di negara hukum Indonesia. (*)

(Winoto Anung)