Helo Indonesia

Diskusi di Unwahas, Anas: Larangan Penayangan Jurnalistik Investigasi dalam Draf RUU Penyiaran Bukan Ide KPI

Kamis, 6 Juni 2024 07:44
    Bagikan  
Diskusi di Unwahas, Anas: Larangan Penayangan Jurnalistik Investigasi dalam Draf RUU Penyiaran Bukan Ide KPI

Acara diskusi RUU Penyiaran di Kampus 1 Unwahas Semarang

SEMARANG, HELOINDONESIA.COM - DPR RI harus menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang memicu kontroversi di tengah masyarakat, dan jangan mengkambinghitamkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai pencetus ide di balik RUU ini.

Itulah benang merah dari ruang diskusi bertajuk ''Cofee Break! Sambil Ngopi Kita Ngulik RUU Penyiaran, Ada Apa?'' yang digelar Forum Mahasiswa Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim di Gedung Dekanat Lt6 Kampus 1, Semarang, Rabu 5 Juni 2024.

Baca juga: Mbak Ita Minta DMI Intens Berkoordinasi untuk Memakmurkan Masjid

Diskusi menghadirkan tiga nara sumber yaitu Wakil Ketua PWI Jateng Bidang Pembelaan Wartawan Zaenal Abidin Petir SH MH, Anas Syahirul Alim (Komisioner KPID Jateng), dan Agus Riyanto (Akademisi Ilmu Politik FISIP Unwahas. Diskusi dimoderatori Isdiyanto Isman SIP, wartawan senior Kedaulatan Rakyat yang juga mahasiswa Magsiter Ilmu Politik Unwahas.

"Masuknya pasal kontroversial yang berisi pelarangan penanyangan liputan investigasi jurnalistik, bukan ide KPI sebagaimana yang berkembang di masyarakat saat ini. Kami malah tidak tahu dari mana draf itu," tandas Anas dari KPID Jateng.

Di bagian lain, Zaenal Petir mengungkapkan, masyarakat harus melawan produk undang-undang yang merugikan rakyat, yang hanya menjadi rakyat sebagai objek bukan subjek.

Baca juga: Mahasiswa Ilkom USM Kampanyekan Jamu Tradisional melalui Berani Sejiwa di CFD Simpanglima

"Negara sedang gendeng! Investigasi jurnalistik kok dilarang. Jika produk jurnalistik investigasi akan dilarang, tak ada kata lain selain lawan. Pasal kontroversial jika disahkan menjadi undang-undang akan memberangus kebebasan pers, membungkam pers," tegasnya.

Di mata Agus Riyanto, akademisi Ilmu Politik FISIP Unwahas menyatakan bahwa pers atau media adalah salah satu dari pilar keempat demokrasi di luar pilar demokrasi formal, eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

"Ketika semua (ketiga pilar demokrasi itu) memble, maka harapan satu-satunya ya ke lembaga pers. Tapi kalau ada pelarangan jurnalistik investigatif, ini adalah sama saja penghapusan hak dan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan pers adalah hak universal, hak masyarakat memperoleh informasi yang seluas-luasnya," tandasnya.

Kemunduran Demokrasi

Menurut dia, revisi sebuah undang-undang bukan untuk mengebiri hak-hak masyarakat memperoleh informasi. "Seakan-akan kita, Bangsa Indonesia, menuju fenomena kemunduran demokrasi,'' imbuhnya.

Baca juga: Berbusana Kebaya Mahasiswa Ilkom USM Kampanyekan Rempah Khas Indonesia

Mestinya, kata dia, RUU tentang Penyiaran harus diikhtiarkan sebagai penguatan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi, menjamin kebebasan pers dan media yang bertanggungjawab sesuai degan kaidah-kaidah jurnalistik serta jaminan warga negara untuk mendapatkan informasi yang kredibel dan independen.

Menurut Agus, pembahasan RUU tentang Penyiaran sebaiknya ditunda atau dihentikan. ''Atau publik tetap harus mengawal proses RUU tentang Penyiaran kalau mau dilanjutkan revisinya,'' imbuhnya.


Moderator diskusi Isdiyanto Isman menguraikan kesimpulan dari diskusi soal RUU Penyiaran ini. Yaitu agar DPR RI menghentikan menghentikan pembahasan RUU tentang Penyiaran yang isinya mengandung kontroversi.

Yang dimaksud Isdiyanto Isman adalah masuknya Pasal 50 B ayat (2) huruf C dalam pembahasan RUU tentang Penyiaran yaitu mengenai larangan liputan investigasi jurnalistik.

"Sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik investigasi menjadi kanal alternatif membongkar praktik kejahatan yang merugikan negara. Dan, ternyata KPI tidak tahu menahu draft tentang beberapa pasal yang menimbulkan kontroversi publik itu,'' tandas wartawan senior ini. (Aji)