Helo Indonesia

Demo Tolak RUU Penyiaran, Wartawan Segel Pintu Gerbang DPRD Jateng

Kamis, 30 Mei 2024 21:54
    Bagikan  
Demo Tolak RUU Penyiaran, Wartawan Segel Pintu Gerbang DPRD Jateng

SEGEL: Pintu gerbang Kantor DPRD Jateng sempat disegel dalam aksi demo jurnalis Jawa Tengah yang menolak RUU Penyiaran. Foto: Wisnu Aji.

SEMARANG, HELOINDONESIA.COM -Aksi teatrikal berupa tabur bunga oleh seorang wartawati dan penyegelan pintu gerbang kantor DPRD Jateng turut mewarnai aksi demo menolak perubahan UU Penyiaran di depan Gedung Berlian, Semarang, Kamis sore 30 Mei 2024.

Aksi demo tersebut dilakukan lintas elemen pers dan koalisi masyarakat sipil , seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Semarang, IJTI Jateng, Perempuan Jurnalis Jawa Tengah, LBH Semarang, Aksi Kamisan Semarang,  LRCKJHAM dan Walhi Jateng.

Selain itu, lembaga pers mahasiswa, diantaranya SKM Amanat,  LPM Missi,  LPM Justisia, LPM Suprema, LPM Dinamika,  LPM Hayam Wuruk, LPM Vokal,  Forum Persma Semarang Raya,  Teater Gema,  LBH Apik Semarang,  Maring Institute, da  LPM Edukasi.

Aksi tabur bunga disertai dupa dan tustel kamera yang dilakban sebagai simbol terjadinya 'kematian' kebebasan pers jika sampai RUU Penyiaran sampai diundangkan. Aksi wartawan lintas organsisai menarik perhatian para fotografer yang  juga terlibat dalam aksi tersebut.

Orasi

Di tengah aksi, tampak Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Jateng Zainal Abidin Petir, Wakil Ketua Bidang Organisasi Isdiyanto Isman yang ikut berorasi. Sejumlah pengurus harian PWI dan Dewan Kehormatan Provinsi juga hadir.

''Kami semua yang ada di sini mendukung untuk menolak RUU Penyiaran yang saat ini tengah digodok kemudian ditunda pembahasannya oleh DPR akan mengekang kebebasan pers. Kita di sini berkumpul untuk menolak RUU Penyiaran, bukan begitu kawan-kawan..setuju?'' kata Petir yang disambut koor setuju oleh peserta demo.

Menurut Petir yang juga mantan komisioner KPID Jateng dua periode, dalam RUU Penyiaran yang baru ini ada sejumlah perubahan yang bertujuan memberangus kebebasan pers dalam menyampaikan informasi dan pendapat.

Liberal

Dia mengatakan, ada upaya mengubah isi penyiaran menjadi liberal dengan menghilangkan kalimat penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu ada larangan penayangan jurnalistik investigasi.

Di bagian lain, Isdiyanto Isman dari PWI yang juga mantan komisioner KIPD Jateng mengatakan, sejak dulu memang sudah ada upaya-upaya dari Pemerintah untuk merevisi isi UU Penyiaran. Namun, KPID dari Sabang sampai Merauke tetap bersikukuh mempertahankan UUP Penyiaran.

''Lha sekarang  ada upaya mengubah isi UU Penyiaran terutama untuk jurnalisme investigasi. Itu benar-benar keterlaluan. Oleh karena itu semangat untuk mempertahankan UU Penyiaran itu harus kita kawal,'' ujar wartawan senior ini.

Sementara itu, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Tengah, Teguh Hadi Prayitno menegaskan kalau beberapa pasal dalam RUU Penyiaran dapat mengancam kebebasan pers dan berekpresi.

Dia khawatir apabila RUU ini disahkan, maka pemerintah bisa mengendalikan ruang gerak warga negara dan mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui UU nomor 40 tahun 1999.

Dia juga meminta agar wartawan ikut mewaspadai istilah penundaan pembahasan RUU Penyiaran. Teguh menyebut, istilah penundaan tak ubahnya seperti balsem. ''Balsem itu hanya penghilang rasa sakit sementara saja. Karena nanti akan muncul lagi. Hari ini menjadi tonggak sejarah bagi jurnalis di Jawa Tengah untuk menolak secara tegas revisi UU Penyiaran,'' katanya.

Selain melaksanakan demo dan aksi teatrikal, Aliansi Jurnalis Jawa Tengah, Koalisi Masyarakat Sipil dan Aksi Kamisan Semarang membuat pernyataan  sikap untuk menolak RUU Penyiaran:

  1. Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik;
  2. Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia;
  3. Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat;
  4. Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers;
  5. Mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi;
  6. Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers. Agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers.(Aji)