Helo Indonesia

Mengenal Eigendom Verponding, Berkas Kepemilikan Lahan Era Hindia Belanda yang Jadi Pemicu Kericuhan di Dago Elos

Selasa, 15 Agustus 2023 16:14
    Bagikan  
Kericuhan di Dago Elos, Bandung, Senin (14/8) malam
instagram/@infobandungraya

Kericuhan di Dago Elos, Bandung, Senin (14/8) malam - Mengenal dasar kepemilikan lahan yang jadi pemicu kericuhan di Dago Elos, Bandung.

HELOINDONESIA.COM - Latar belakang kericuhan yang terjadi di kawasan Dago Elos, Kota Bandung, Senin (14/8) malam dipicu oleh sengketa lahan antara keluarga Muller dan warga.

Sengketa itu sendiri diketahui sudah bergulir sejak tahun 2016 di persidangan. Bermodal Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervondings bernomor 3740, 3741 dan 3742, 3 anggota keluarga Muller mengklaim sebagai pemilik sah lahan yang terletak di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung itu.

Puncaknya, usai kalah di tingkat kasasi pada bulan Maret silam, keluarga Muller yang mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pemilik sah sebagai pemilik 3 bidang lahan di wilayah tersebut.

Baca juga: Warga Dago Elos Blokir Jalan Ir Juanda Bandung, Polisi Lepaskan Gas Air Mata Kejar Warga ke Kampung

Atas dasar keputusan itulah warga kecewa. Pada Senin (14/8) kemarin warga akhirnya berupaya menempuh jalur hukum lain dengan cara melaporkan Heri Hermawan Muller cs dengan dugaan penipuan.

Tapi menurut versi warga, laporan mereka malah ditolak pihak Polrestabes Bandung. Pukul 19.00 WIB mereka bergerak dari kantor polisi lalu memblokir Jl Dago hingga berakhir dengan kericuhan.

Bagi sebagian orang mungkin belum paham apa itu eigendom verponding. eigendom verponding adalah istilah yang diambil dari Bahasa Belanda yang berarti hak kepemilikan mutlak atas sebidang tanah.

Eigendom verponding atau tanah verponding merupakan salah satu produk hukum pertanahan pada zaman penjajahan kolonial Belanda di Indonesia yang menyatakan kepemilikan seseorang atas tanah.

Dikutip dari Kamus Hukum yang diterbitkan Indonesia Legal Center seperti dikutip dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Eigendom berarti hak milik mutlak. Sementara Verponding diartikan sebagai harta tetap.

Setelah Indonesia merdeka, pengakuan hak kepemilikan tanah kemudian diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Menurut UU No.5 Tahun 1960, tanah verponding harus dikonversi menjadi jenis hak tanah yang sesuai.

UUPA memang tidak mengatur tata cara konversi hak atas tanah. Meski demikian, setelah pemberlakuan UUPA, setiap orang wajib mengonversi hak atas tanah verponding-nya menjadi hak milik.

Baca juga: Kuasa Hukum Gerakan Dago Melawan: 7 Orang yang Ditangkap Polisi Adalah Mahasiswa, Tim Kuasa Hukum dan Warga

Pada tahun 1960 saat masa transisi (kodifikasi) hukum tanah, pemerintah Indonesia memberikan kesempatan selama 20 tahun atau sampai selambat-lambatnya September 1980, untuk melakukan konversi tanah-tanah berstatus hukum kepemilikan era Hindia Belanda menjadi hak kepemilikan sesuai hukum Indonesia.

Mengapa harus dikonversi? Sebab hak atas tanah verponding berasal dari sistem hukum perdata Barat, sedangkan UUPA ditujukan sebagai hukum agraria nasional yang berbeda dengan hukum agraria sebelumnya.

Lalu, bagi tanah-tanah yang belum bisa dibuktikan hak kepemilikannya, otomatis menjadi tanah negara. Namun, karena alasan ketidaktahuan atau alasan lainnya, masih banyak masyarakat pemilik tanah di Indonesia belum mengurus konversi tanah, sehingga status tanahnya masih diakui sebagai verponding sesuai hukum perdata Belanda.

Meski verponding masih bisa tetap digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah, status verponding sangat rentan untuk disengketakan. Ini berbeda dengan hukum tanah yang sudah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM).
Jadi, jangan heran jika ada kasus penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain yang bukan pemilik sah atas sebidang tanah.

Kepemilikan Eigendom terbagi menjadi 7 yakni hak Hyoptheek, hak Servituut, hak Vruchtgebruik, hak Gebruik, hak Grant Controleur, hak Bruikleen, dan Acte van Eigendom.