Helo Indonesia

Diprediksi akan Terjadi Saling Bongkar Kasus Jelang Pilpres 2024 Mulai 6 Bulan ke Depan

Winoto Anung - Nasional -> Politik
Senin, 17 Juli 2023 21:39
    Bagikan  
Prabowo, Ganjar, Anies
ist

Prabowo, Ganjar, Anies - Tiga bakal calon Presiden, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan.

HELOINDONESIA.COM - Dipredikasi akan da fenomena saling bongkar kasus atau 'dirty job' menjelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Fenomena saling bongkar kasus tersebut, akan mendominasi pemberitaan politik di semua media mulai 6 bulan ke depan hingga Pilpres digelar pada 14 Februari 2024.

"Nanti akan kita lihat dalam sisa waktu 6 bulan ke depan sampai Pilpres, akan ada fenomena bongkar kasus yang terjadi terus menerus. Ini akan mendominasi semua berita politik, itu indikatornya sangat kuat," kata Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dalam keterangannya di Jakarta, Senin 17 Juli 2023.

Hal itu disampaikan Anis Matta dalam program 'Anis Matta Menjawab' di kanal YouTube Gelora TV dipandu oleh Wasekjen Partai Gelora, Dedi Miing Gumelar yang bertindak sebagai host.

Dalam kesempatan itu, Anis Matta, fenomena bongkar kasus jelang Pilpres 2024, karena bakal calon presiden (Bacapres) yang akan mengikuti kontestasi mengalami krisis ideologi, krisis narasi dan krisis kepemimpinan.

Baca juga: Sama-sama Pernah Dipenjara, Anas Urbaningrum Dibandingkan dengan Anwar Ibrahim PM Malaysia

"Jadi kira-kira saya punya empat perspektif untuk membaca, mengapa ada fenomena saling bongkar kasus sekarang jelang Pilpres. Pertama itu, ada efek dosa, kedua ada konflik elite, ketiga sedang krisis narasi dan keempat teori Tumit Achilles," ujar Anis Matta.

Di dalam politik, lanjut Anis Matta, harusnya membawa kesadaran bahwa seseorang itu hendaknya takut kepada Allah SWT untuk melakukan perbuatan dosa, bukan takut dikejar aparat penegak hukum.undefined

Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta. (foto: Partai Gelora).

"Jadi kalau kita bicara soal efek dosa ini, dosa yang bukan diada-adakan, tapi dosanya sudah ada, tapi  dikapitalisasikan secara politik. Kalau takut dikejar hukum, ya jangan melakukan dosa dan kita harus lebih banyak takut kepada Allah SWT," katanya.

Baca juga: Ganjar dan Airlangga Sepakat Tol Ruas Semarang-Demak Dipercepat

Sedangkan perspektif terjadinya konflik antar elite ini, lanjut Anis Matta, biasanya terjadi karena tidak adanya kesepakatan antar elite, sehingga membuat mereka saling bertengkar dan membuka rahasia atau membongkar kasus masing-masing.

"Konflik antar elite ini, bukan konflik dengan rakyat seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu, yang menyebabkan konflik horizontal dan polarisasi ideologi, serta menyebabkan pembelahan, makanya banyak orang yang dipersekusi dan dikriminalisasi,” katanya.

“Kalau ini, orangnya tidak saling berhadap-hadapan, jumlahnya tidak besar dan konfliknya senyap. Tapi tahu-tahu si fulan ditangkap, si fulan di penjara," ungkap Anis Matta.

Baca juga: Arah Koalisi Golkar, Airlangga Sebut Sinyal Tinggi Ke Ganjar Pranowo

Ketua Umum Partai Gelora ini berpandangan, bahwa upaya saling bongkar kasus yang terjadi di Pilpres 2024, mirip dengan yang terjadi pada Pemilu 2014 lalu, dimana ketika tu muncul kasus skandal Bank Century dan beberapa kasus besar lainnya.

"Jadi orang saling bongkar kasus ini sebagai instrumennya untuk melakukan pembunuhan karakter atau menghancurkan sumber daya lawan melalui kasus-kasus," katanya.

Dalam konflik antar elite ini, menurut Anis Matta, tidak diketahui siapa pelaku sebenarnya, sehingga akan menjadi sekedar gosip belaka.

Baca juga: Dilepas Juventus, Juan Cuadrado Sepakat Berlabuh ke Inter Milan

"Kalau ada konflik di tingkat elite seperti itu, rakyat tidak tahu. Yang tahu elite-elite itu, sebab mereka saling pegang rahasia masing-masing,"  katanya.

Sementara perspektif ketiga yang mengindikasikan saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024, adalah indikator terjadinya krisis narasi atau ideologi.

"Kalau kita tidak punya senjata ideologi, ya pakai senjata lain, namanya dosa. Karena itu, dalam Pemilu 2024 nanti kita tidak bisa membayangkan akan ada satu pesta demokrasi yang cantik, yang estetika dan kelihatan keindahannya. Tidak akan ada orang yang saling menyampaikan ide-ide atau narasinya dalam perdebatan," papar Anis Matta.

Baca juga: Megawati dan Mbak Ita Terima Penghargaan Inspirator dan Penggerak Cegah Stunting

Fenomena ini, tentu saja sangat menyedihkan, karena kita sedang berada di tengah situasi krisis dunia dan diambang Perang Dunia III antar kekuatan adidaya.

Padahal situasi sekarang telah memaksa setiap negara untuk mencari peta jalan agar bisa bertahan, bahkan bisa melakukan lompatan besar yang akan mengubah tantangan menjadi peluang.

"Semua orang bingung menghadapi situasi seperti ini, karena itu tidak ada pemimpin yang hadir dengan tingkat keyakinan yang kuat. Semua orang gamang, karena orang gamang seperti itu biasanya menghindari perdebatan," katanya.

Baca juga: Budi Arie Ditunjuk Jadi Menkominfo, Ketua Komisi I DPR: Sah-saha Saja, Tapi Perlu Gerak Cepat

Sehingga untuk memenangkan situasi sekarang ini, pilihan senjatanya daripada menggunakan ideologi akan lebih baik memillih dosa (dirty job).

Sebab, calon pemimpin itu tidak ada succes story yang bisa diceritakan, dan juga tidak punya mimpi besar yang bisa menyakinkan orang.

Terakhir, perspektif teori 'Tumit Achilles' juga akan digunakan sebagai upaya untuk saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024. Teori 'Tumit Achilles' ini maksudnya adalah mencari titik kelemahan lawan agar menang Pilpres.

Baca juga: Heboh Komandan TNI Copot Baliho Ganjar Pranowo, ini Penjelasan Panglima TNI

"Achiles itu tidak dibunuh dalam duel, dibunuhnya karena tumitnya dipanah, karena itulah titik lemahnya. Anda  tidak bisa membunuh dalam duel, yang dicari itu titik lemahnya. Makanya dia memenangi peperangan, tapi dia mati. Matinya tumitnya dipanah," jelas Anis Matta.

Jika melihat hasil survei yang dilakukan lembaga survei saat ini, ditemukan fakta bahwa ada emosi dalam setiap proses pemilihan, selain ada harapan.

"Emosi itu ada perasaan takut dan marah. Nah, dari survei-survei politik itu, bahwa di masyarakat itu, memang ketakukan lebih besar daripada harapan. Jadi maksudnya  lebih gampang menggunakan efek ketakutan daripada efek harapan," paparanya.

Baca juga: Jokowi dan Prabowo Dinilai Tak Sekedar Punya Kedekatan, Tapi Miliki Hubungan Batin yang Kuat

Efek ketakutan ini, juga digunakan dalam Pilpres di Amerika Serikat (AS). Anis Matta mengatakan, terpilihnya Donald Trump dan Joe Biden sebagai Presiden AS karena menggunakan ketakutan orang dengan pendekatan teori 'Tumit Archiles'.

"Donald Trump menang itu, menggunakan ketakukan orang, terutama ketakutan kulit putih yang semakin menyusut dan ekonominya semakin marjinal, menjadi kelompok kelas menengah. Biden juga melakukan hal serupa, makanya Donald Trump terus menerus ditimpa kasus,” tandas Anis Matta. (*)

(Winoto Anung)