Helo Indonesia

Kisah Pahlawan, Van Der Goes Buru Raden Moehammad ke Menggala

Nabila Putri - Lain-lain
Sabtu, 19 Agustus 2023 21:00
    Bagikan  
(Foto Ist)

(Foto Ist) -

Oleh Muhammad Junaidi *

DI LAMPUNG, pejuang yang tak mau tunduk dengan Belanda tak hanya Radin Inten II dari Kalianda Lampung Selatan, Letnan Inf. K.H.A. Haack van Der Goes mencatat nama yang juga gigih melawan tekanan kolonialisme adalah Raden Moehammad dari Kabupaten Tulangbawang.

Di mata Kolonial Belanda, Raden Moehammad adalah pemberontak yang pernah disel namun berhasil melarikan diri hingga 15 tahun. Belanda kemudian memburunya secara khusus untuk menangkapnya kembali. Kisah penangkapan kedua kalinya sang pemberontak yang tak mudah ditaklukan Belanda. 

Letnan Inf. K.H.A. Haack van der Goes mencatat dirinya ditugaskan untuk menangkap Raden Moehammad di Distrik Tulangbawang, 4 Oktober 1867. Belanda memburunya setelah 15 tahun kabur dari penjara. Belum banyak refrensi tentang perjuangan sang pemberontak. Namun, dari catatan Sang Letnan, ada sekelumit kisahnya perburuan tokoh yang menjadi musuh besar Belanda. 

Penangkapan pertamanya dibohongi Belanda. Raden Moehammad diminta kaki tangan Belanda datang ke Menggala. Di kota itu, dia ditangkap namun berhasil lolos hingga 15 tahun. Raden Moehammad yang tumbuh menjadi tokoh masyarakat dan disegani agamawan akhirnya memiliki otoritas dan pengaruh agar masyarakat tak tunduk dengan Belanda. 

Baca juga: Pahlawan Radin Inten II Seorang Habaib. Begini Rekontruksi Wajahnya

Belanda pernah menangkapnya namun dengan mudah lolos dan kembali ke benteng pertahanannga di Oemboel Gajaou, Kabupaten Tulangbawang. Letnan Inf. KHA. Haack van der Goes ditugaskan untuk memastikan Raden Moehammad dan para pengikutnya masih hidup atau mati.

Mereka memburu sang pemberontak melalui perjalanan panjang, yakni melewati dan istirahat sambil memonitor keberadaan buruannya sekaligus istirahat berkemah di Mirabatin (6/10/1867), Boemiratoe (6-7/10/1867), Tarabangie (7-8/10/1867), Goenongkaton (8-9/10/1867). Di Menggala, rombongan tiba pada 9 Oktober 1867.

Baca juga: Misteri Pelukis Radin Inten II dan Penghianatan Perjuangannya

Saat di Goenongkaton, pengawas Menggala memberi tahu pemimpin patroli bahwa menurut desas-desus para pemberontak bermaksud untuk menyerang di Umboel Teno.

Desas-desus itu kemudian ternyata tidak benar, van der Goes tiba di Menggala pada tanggal 9 sekitar pukul 11.00 WIB, tanpa serangan dari musuh.

Selama perjalanan, dia memberi wawasan kepada anak buahnya tentang kisah kepahlawanan, baju besi, dan menerima laporan intelijen tentang keberadaan musuh.

Baca juga: Radin Inten II Gugur Usia 22 Tahun, Dari Mana Kumis Tebalnya?

Laporan intelijen itu secara singkat diringkas sebagai berikut: Seorang bernama Salam, yang melalui pengembaraannya telah berkenalan dengan Raden Moehammad, seorang kepala kampung, yang menghilang tanpa jejak selama 15 tahun.

Salam kemudian menikahi istri atau janda dari Raden Moehammad. Salam berpura-pura telah bangkit dari kematian dan mengaku diberkahi dengan kekuatan gaib sebagai Raden Moehammad.

Karena pengakuan itu beberapa agamawan mengelilinginya. Raden Moehammad memanfaatkan kesempatan ini untuk menegaskan otoritas dan pengaruh mereka atas penduduk.

Baca juga: 163 Tahun Sebelum Merdeka, Kalianda Pintu Gerbang Perlawanan Lampung

Karena dianggap berbahaya bagi ketentraman, Raden Moehammad diminta pengawas untuk datang ke Menggala. Sesampainya di sana, dia ditangkap dan dipenjara.

Salam, entah dengan cara apa, berhasil melarikan diri dari penjara dan kembali ke tempat tinggalnya. Orang-orang kemudian mempercayanya berilmu tinggi. Selanjutnya banyak orang yang datang dari jauh hanya untuk membeli ajimat darinya.

Perlahan-lahan, dia mengumpulkan pasukan di sekelilingnya dan beberapa orang bersenjata. Ia mengambil sumpah setia dari pasukannya, membentengi dirinya di rumahnya di Umboul, dan menyatakan bahwa sudah waktunya baginya untuk memberi tahu rekan-rekan senegaranya untuk terbebas dari tekanan Kolonial Belanda.

Segera setelah pelarian tersebut, pengawas meminta izin kepada penduduk untuk menangkap Salam dengan bantuan patroli penduduk.

Setelah mendapat izin untuk melakukannya, pada tanggal 3 Oktober, pengawas berbaris dengan 150 orang ke Pagger Dewa, sebuah kampung yang berjarak 3 pal di atas ke Oembol Gajouw,

Di pos, tepat di depan kampung itu, para pemberontak menyerang dan melepaskan tembakan. Akibat serangan ini, seorang Bugis dari patroli penduduk tewas. Ini mengakibatkan keterkejutan dan kecemasan, meskipun dari pihak Raden, Moehammad, seorang anak buahnya terluka parah.

Pengendali kemudian mundur ke Menggala. Setibanya di sana, dia melaporkan pertempuran dan meminta bantuan kekuatan militer. Berdasarkan laporan ini, Letnan Haack van der Goes memperoleh perintah penyerangan.

Seperti disebutkan di atas, Lord van der Goes menggunakan hari kedatangan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Namun, baik pengontrol maupun mata-mata yang dikirim tidak dapat memberinya informasi yang cukup.

Oleh karena itu dalam laporannya ia menyampaikan; saya menilai tidak disarankan untuk segera berangkat keesokan paginya untuk penyerangan karena jalan darat hampir seluruhnya terendam sementara oleh air.

Karena melawan arus, dibutuhkan waktu sekitar tujuh jam untuk mencapai kampung Pagger Dewa; dan karena pengawas juga perlu beberapa jam untuk memesan prahu agar dapat tiba di pagar dewa sore harinya dan dengan demikian tidak punya waktu lagi untuk mengejar para pemberontak setelah kemungkinan pertempuran.

Jadi baru pada pukul 10 malam, detasemen yang dipimpinnya berangkat dengan 5 biduk, dibantu oleh cahaya bulan, mereka tiba keesokan paginya di Pagger Dewa, kampung yang benar-benar sepi, meskipun dalam keadaan biasa berpenduduk 300 orang.

Yang bisa mereka lihat hanyalah 2 atau 3 pria: yang mendekat ke patroli.

Segera setelah debarkasi, patroli melanjutkan perjalanan mereka ke Gajouw, kediaman Salam dan pengikutnya; Sesampainya di sana, tempat persembunyian berbenteng ini juga sepi. Setelah membersihkan semuanya, mereka kembali ke Pagger Dewa

Hari berikutnya dihabiskan untuk pencarian dengan menjelajahi daerah sekitarnya. Pada kesempatan itu, antara lain, ditemukan beberapa kertas di sebuah kubu, yang baru saja ditinggalkan oleh para wanita dan anak-anak Salam, seperti di benteng-benteng tua di Umboel Gajouw:

Pada tanggal 12, patroli kembali ke Mengala, dan setelah persediaan beberapa hari, Lord van der Goes berangkat pada tanggal 13 ke Pagger Dewa, melanjutkan perjalanannya pada tanggal 14 dan tiba di Negrie Besar pada tanggal 15.

Di sana dia mengetahui bahwa selusin pengikut Salam berada di sebuah rumah. Tanpa melepaskan tembakan, mereka menyerah pada peringatan pertama.

Dari tanggal 16 hingga 18 Oktober, pemimpin patroli mengintai lingkungan Negrie Besar, menangkap sekitar dua puluh orang yang terlibat dalam pemberontakan, dan mengirim mata-mata ke kanan dan kiri untuk mencari tahu tentang keberadaan Salam.

Pada tanggal 18, ia menerima pesan bahwa Salam telah berada di Krito/Kerto (10 pal dari Negrie Besar). Oleh karena itu patroli berencana untuk maju ke Kerto pada tanggal 19.

Baca juga: 2 Wartawan Terlibat Pidana Perdagangan Orang di Kepri

Inspektur dan demang Mengala yang ikut serta dalam penyerangan terhadap pasukan Raden Moehammad ini menyatakan tidak sehat dan tidak mampu untuk melakukan perjalanan itu. Karena itu Van Der Goes meninggalkan 15 orang dari detasemennya untuk melindungi dan menjaga para tahanan dan pergi bersama 20 orang sisanya ke Umboel Koendoel.

Setelah beberapa jam berbaris ia menerima kabar bahwa Raden Muhammad berada di Umboel Passir bersama sebagian kecil pengikutnya.

Dia kemudian mengubah arahnya dan maju ke Umboel Passir; disesatkan oleh pemandu patroli mereka tidak sampai di sana. Raden Muhammad kemudian diketahui telah melarikan diri dari umboel passir. Pengejaran dilanjutkan keesokan harinya dan patroli mencapai Umboel Djaga Urip.

Selanjutnya pengejaran yang belum membuahkan hasil ini tiba di Sukadana, di mana Raden Muhammad yang lebih tahu jalan belakang, sudah pergi pada pukul 6 pagi hari itu.

Berdasarkan informasi di tempat itu Van der Goes mengetahui bahwa Salam, bersama perempuan dan anak-anak, serta delapan pengikutnya, bermaksud bermalam di Negara Ratoe, 25 pos dari Soekadana, untuk melarikan diri keesokan paginya melintasi sungai menuju Samangka.

Van der Goes, yang yakin bahwa dia telah hampir mendapatkan pemberontak Raden Moehammad, membuat strategi dengan menyampaikan pesan bahwa seoalah-olah akan menghabiskan beberapa hari di Sukadana untuk tinggal.

Namun, pada malam hari itu juga, Van der Goes membangunkan anak buahnya dan berangkat berbaris ditemani oleh dua polisi, yang bertugas menunjukkan jalan ke Negara Ratoe.

Pagi harinya, ia sampai di Kampung Negarabatin 20 pos lebih jauh. Banyak cahaya dan orang-orang yang keluar masuk dengan obor membuatnya berpikir bahwa dia akhirnya bisa mendapatkan Salam.

Van der Goes dalam laporannya mengatakan;: Saya kemudian melihat di tengah kampung sebuah gudang besar memanjang yang disebut sessat (di mana pertemuan biasanya diadakan) seluruhnya menyala dan terbuka, dan didekorasi dengan baik, memberikan penampilan yang meriah, dan kerumunan orang di dalamnya, beberapa di antaranya adalah berpakaian serba putih. ; mereka sedang melaksanakan salat subuh, beberapa wanita sibuk mengemasi barang-barang.

Saya belum bisa mengetahui apakah Radhen Moehammad ada di dalamnya, ya atau tidak; selanjutnya tidak mungkin bagi saya untuk mendekati sessat tanpa ketahuan, karena para penjaga berada di sekitar sessat; saya berbaris sedikit mengeliling dengan lari dan melarang orang-orang untuk menembak;

sinyal untuk menembak akan menjadi tembakan dari revolver saya; segera setelah sessat dikepung, semua lampu di dalam dimatikan, dan semuanya tergeletak rata di sessat. Dengan memanggil Radhen Mohamad dalam beberapa kali, saya pertama kali tahu dia benar-benar di dalamnya, saya segera menembakkan revolver saya ke salah satu orang yang melompat turun dari sessat; segera setelah itu tiga tembakan balasan dari dalam ditujukan kepada saya,

Meskipun saya memberi mereka pemberitahuan bahwa mereka tidak akan ditembak jika mereka menyerah; mereka tidak mendengarkan ini dan saya memberi perintah untuk menembak meski segera saya hentikan, karena peluru kami tidak akan berpengaruh banyak, sebab sessat berada cukup tinggi, dan oleh karena itu tembakan memantul ke balok balok yang tergeletak; selain itu, mereka semua berbaring rata di dalam.

Saat fajar menyingsing dengan cahaya cerah, saya membiarkan mereka turun, dan dengan menyesal saya menyadari bahwa Radhen Mohamad telah berhasil melarikan diri."

Dalam penyerangan itu satu orang tewas dan terluka parah. tapi dua orang pengikut dan istri dari Raden Moehammad ditangkap. Selebihnya penduduk kampung dibebaskan.

Di dalam sessat itu,  ada sekitar dua puluh senjata, seperti senapan, tombak, klewang, keris dan peluru timah. Setelah penangkapan itu, pemimpin patroli menjelajah daerah sekitarnya dan mengetahui hal berikut:

Di sebelah kiri kampung Negara Ratoe selama berjam-jam semuanya terendam air, rawa-rawa dan tidak bisa dilalui; di sebelah kanan jalan utama, dan 6 pal lebih jauh ke kampung Negara Ratoe, kemungkinan Raden Moehammad bersembunyi disini; di depan hutan belantara yang lebat, dan 6 pal lebih jauh adalah kampung Goenoeng Batin.

Baca juga: Ada yang Protes Lagu Rungkad Dinyanyikan di Istana, dan Memaknai Jokowi Kenakan Busana Raja Amangkurat 1 yang Kejam

Lebih lanjut, kata Van der Goes ; "Saya telah memanggil segera kepala Negara Ratoe, bersama dengan pasukan pembantu saya, yang saya tinggalkan di Soekadana, dan menyuruh mereka, di bawah demang Bumi Agong, mengambil pos antara Negara Ratoe dan Negara Batin, dengan ancaman kepada kepala Negara Ratoe, bahwa jika Raden Mohamad melarikan diri antara kampungnya dan Negara Batin, kedua kampung ini akan saya hancurkan sama sekali, dan mereka sebagai kepala suku akan dihukum berat.

Karena itu Radhen Moehamad harus jatuh ke tangan saya, atau mati kelaparan di hutan, atau mencari perlindungan terakhir kampung Goenong Batin; yang kepala kampungnya, bagaimanapun, telah saya perintahkan untuk mengambil bagian dalam pengepungan dengan seluruh penduduknya, dengan ancaman menahan orangnya dan menghancurkan kampungnya."

Hari itu, Van der Goes istirahat di Negara Batin, selama dua hari berikutnya ia terus melakukan patroli di daerah antara Negara Ratoe dan Negara Batin, hasilnya pengikut Raden Moehammad, dua istri dan dua anaknya ditangkap. Akhirnya pada tanggal 28 oktober Raden Muhammad dibawa oleh kepala Goenong Ratoe ke hadapan Van der Goes, ia di tangkap beserta pengikutnya dan dua wanita lagi.

Van der Goes kemudian kembali bersama para tahanannya itu ke Negrie Besar, melalui jalur yang sama. Pada tanggal 31, ia berangkat dari sana dengan perahu ke Mengala, tiba di menggala pada tanggal 2 November, tinggal di sana sampai tanggal 4 dan kembali ke garnisunnya pada tanggal 14 November 1867

(Militaire Tijdschrift; Bruining dan Wijt; Jaargang 1870 ; halaman 28-33)

* Pengamat sejarah
* Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Selatan