Helo Indonesia

Misteri Bulan Suro

Nabila Putri - Lain-lain
Minggu, 16 Juli 2023 19:08
    Bagikan  
Foto Ist.

Foto Ist. -

Oleh Gufron Azis Fuadi *

MINGGU ini, saya mendapatkan berapa undangan lebih banyak dibandingkan dengan minggu-minggu di bulan sebelumnya. Ya, karena ini adalah pekan terakhir "Bulan Besar" sebelum Bulan Suro. Bulan Besar adalah sebutan Bulan Zulhijjah dan Suro untuk bulan Muharram bagi umumnya orang Jawa.

Bagi masyarakat Jawa, ada beberapa pantangan yang harus dihindari pada bulan Suro, lebih lebih pada malam 1 Suro. Karena ada mitos yang dipercayai bahwa pada malam 1 Suro para jin, demit dan setan sedang bergentayangan untuk memcari tumbal. Maka pada malam tersebut sangat dilarang untuk melakukan pernikahan dan keluar rumah.

Karena akan ditimpa ke-sialan. Malam itu adalah malam penuh mistis dan keramat, sehingga sangat cocok untuk melakukan jamasan mencuci benda pusaka, ruwatan, grebek suro dan lain sebagainya. Pendek kata, bulan Suro identik dengan banyak sial, banyak bencana dan malapetaka selain malam keramat.

Mungkin itu sebabnya tahun 1989 muncul film horor yang berjudul "Malam 1 Suro" yang dibintangi oleh Suzanna. Kemudian Citra Kirana juga muncul pada 2019 dalam film dengan judul yang sama, Malam 1 Suro.

Baca juga: Rindu Abel Buka Rindu Alam Batu Putuk

Maka bisa dipastikan pada bulan Suro yang akan jatuh mulai tanggal 19 Juli 2023 akan sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada undangan pernikahan dan hajatan. Karena pada bulan ini ada mitos yang melarang untuk melakukan pernikahan, hajatan, mulai  membangun rumah, pindah rumah, hingga berpergian yang tidak mendesak. Bila larangan tersebut dilanggar, dipercaya, akan ditimpa musibah dan bencana.

Konon, kepercayaan tersebut muncul sejak pemerintahan Sultan Agung Mataram (1593-1645). Tepatnya Malam 1 Suro muncul pertama kali pada 1633 Masehi. Saat itu, pemimpin Kesultanan Mataram Islam yakni Sultan Agung  menginginkan persatuan rakyat dalam rangka perang menyerang Batavia yang dikuasai VOC Belanda.

Akan tetapi, masyarakat Mataram terbagi dalam 2 kubu, yakni santri dan abangan. Kelompok santri merupakan masyarakat Jawa muslim yang mempraktikkan syariat agama Islam. Sementara kaum abangan adalah kalangan penduduk yang lebih dekat dengan tradisi Jawa dan Hindu. Dan dalam rangka konsolidasi nasional itulah Sultan Agung membuat kalender Jawa-Islam.

Kalender Jawa-Islam ini merupakan bentuk akulturasi Kalender Saka (Hindu) dan Hijriah (Islam). Kalender Jawa-Islam ini ditetapkan pada 1633 M, bertepatan dengan 1554 Saka atau 1043 Hijriah.

Penggabungan ini berarti menggabungkan dua sistem penanggalan, matahari atau solar dengan bulan atau lunar. Sehingga setiap windu, tahun baru Jawa ini akan berbeda sehari sesudah atau sebelum tahun baru Hijriyah. Sistem kalender Jawa memakai dua siklus hari: siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu, saptawara) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). 

Baca juga: 180 Ribu Kader Nasdem Hadir di GBK, Herman HN Semakin Optimis Anies Jadi Presiden RI

Dikutip dari Majalah Adiluhung Edisi 24 (2020), sistem Kalender Jawa Islam menyebabkan nama-nama bulan penanggalan Saka menyesuaikan perhitungan Hijriah, seperti Sura atau Suro (Muharam), Sapar (Safar), Mulud (Rabiul Awal), Bakdamulud (Rabiul Akhir), dan seterusnya. Suro sendiri diambil dari kata asy syuro, yaitu hari kesepuluh bulan Muharram.

Sejak kegagalan Mataram menyerang VOC di Batavia, konon diperintahkan agar masyarakat meningkatkan spiritualitas dengan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa pada bulan Suro. Konon setelah gagal mengalahkan VOC ini malam tahun baru tidak dilakukan dengan perayaan tetapi diperingati dengan laku prihatin.

Tidak ada pesta atau hajatan, tetapi introspeksi, muhasabah mengasah diri mensucikan hati dibulan haram (suci). Kemudian secara gethuk tular hal ini diwariskan secara turun temurun sehingga menjadi seperti yang kita fahami sekarang ini.

Baca juga: AHY Klaim Koalisi KPP Tetap Solid Dukung Anies

Apakah menikah pada bulan Suro akan membawa sial? Mungkin ya, bagi yang mempercayainya. Tetapi yang jelas pada bulan Muharram atau Suro inilah
Rasulullah SAW menikah Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan dan seorang perempuan dari Bani Israel, Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab yang telah masuk Islam terlebih dahulu.

"Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana mestinya, hal itu ditetapkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi.

Dalam setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram (bulan mulia). Tiga berturut-turut, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan al-Muharram, lalu Rajab (yang selalu diagungkan) Bani Mudhar, yaitu antara Jumadil Akhir dan Sya'ban." (HR Bukhari dan Muslim)

Orang Arab jahiliah dulu menganggap bulan Shafar sebagi bulan siap. Tetapi kemudia Rasulullah Saw menolaknya.
Beliau SAW  bersabda,“Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang (burung) terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa” (HR. Bukhari).

Rasulullah juga menjelaskan bahwa semua hari dan bulan adalah baik dan mendatangkan kebaikan. Dan tidak ada bulan sial dan yang mendatangkan kesialan. Begitupun angka sial.

Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)

* DPP PKS Wilayah Dakwah Sumatera Bagian Selatan