Helo Indonesia

Denny Indrayana Jelaskan Tuduhan Korupsi Payment Gateway, Sebarkan Hoaks Putusan MK, dan  Soal Rasa Takut

Winoto Anung - Nasional -> Politik
Selasa, 1 Agustus 2023 21:34
    Bagikan  
Mahfud dan Denny Indrayana,
Foto: Tangkapan layar

Mahfud dan Denny Indrayana, - Menko Polhukam Mahfud MD dan Guru Besar Hukum Tata Negara Profesor Denny Indrayana.

HELOINDONESIA.COMProfesor Denny Indrayana masih menetap di Melbourne, Australaia, dan tetap memberikan kritikan terhadap kejadian-kejadian di Indonesia. Terutama dilakukan lewat Twitter dan wawancara jarak jauh.

Di Tanah Air Indonesia, Denny Indrayana mendapat tanggapan layaknya dua sisi mata uang. Di satu sisi dia dipandang telah itu menegakkan hukum dan demokrasi. Di sisi lainnya pakar hukum tata negara itu dianggap sebagai pelanggar hukum dan penyebar hoaks.

Dia kemudian memberikan klarifikasi tentang tiga hal berbeda. Yakni, [ertama tentang apa yang dianggapnya tuduhan korupsi payment gateway di Kemenkumham, penyebaran hoaks putusan MK, dan soal rasa takut untuk pulang ke Tanah Air guna menghadapi kasus hukum.

Sebelum memberikan klarifikasi tersebut, Denny menyimak video podcast bincang-bincang antara Prof Mahfud MD (Menko Polhukam) dan Prof Renald Kasali.  Dia sendiri dalam tulisan di Twitter berjudul: Prof Mahfud, Prof Rhenald, dan Ketakutan PSI pada Kuasa Jokowi.

Baca juga: Sebut Kasus Basarnas Sudah Sesuai Hukum, Mahfud MD: Peradilan Militer Lebih Steril Jauh dari Intervensi

“Kali ini, saya akan fokus pada tiga disinformasi: 1) Tuduhan korupsi di kasus "Payment Gateway"; 2) Tuduhan menyebarkan hoax di soal putusan MK soal sistem pemilu legislatif; dan 3) Tuduhan "takut", karena tidak menghadapi masalah hukum di tanah air,” tulisnya di akun @dennyindrayana..

“SATU, soal payment gateway, saya berterima kasih, di podcast dengan Rhenald Kasali, Prof Mahfud menyatakan tidak ada korupsi. Yang terjadi adalah "salah prosedur", tidak ada korupsi karena saya "bukan makan uangnya". Saya tentu punya banyak argumen bahwa kesalahan prosedur pun senyatanya tidak ada,” tegasnya.

Yang tidak dijelaskan Prof. Mahfud, lanjut dia, bahwa dirinya dikasuskan karena mengadvokasi proses pemilihan Kapolri saat itu. Di awal pemerintahan Jokowi, Beliau menominasikan Budi Gunawan menjadi Kapolri.

Baca juga: BPIP Sebut pada Era Digital Paskibraka Jadi Garda Terdepan Aktualisasi Pancasila

“Kami menolaknya karena tidak percaya dengan integritasnya. Masih ingat laporan utama Majalah Tempo soal "Rekening Gendut" para petinggi kepolisian saat itu?” ujarnya.

Maka, terjadilah gonjang-ganjing politik hukum. Beberapa pimpinan dan pegawai KPK di tersangkakan kepolisian, di antaranya Abrahan Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan. Di luar KPK, sahabat Prof. Mahfud, Ketua Komisi Yudisial masa itu Suparman Marzuki, juga di tersangkakan.

“Karena advokasi pemilihan Kapolri itulah, saya pun ikut ditersangkakan Bareskrim Polri, pada awal 2015. Dimunculkan kasus "payment gateway", upaya saya memperbaiki sistem pembayaran paspor secara online, agar menghilangkan praktik percaloan. Sudah 8 tahun lebih, kasus itu masih digantung,” ujarnya.

Baca juga: Rocky Gerung Sebut Presiden Bajingan Tolol, Pengamat : Kritik Sah-sah Saja Tapi Jangan Menghina

“Kalau saya mengkritisi kekuasaan, kasus itu dimunculkan dan diberitakan lagi ke publik. Kasus "payment gateway" nyata-nyata dijadikan alat sandera politik. Namun, saya menolak untuk tunduk. Saya menolak untuk takut, dan tetap bersuara kritis sesuai pilihan idealisme yang saya yakini kebenarannya,” tandas Denny Indrayana.

Siapapun yang merasa kasus itu bukan kriminalisasi, itu hak anda. Meski ada baiknya, anda berpikir ulang, dan bersikap lebih membuka mata-hati, dan berpikir tidak semua kasus hukum di negeri ini murni penegakan hukum, apalagi kalau kita berhadapan dengan kekuasaan, oligarki, dan mafia hukum yang koruptif.

Ada satu lagi, yang ingin dia luruskan, dari pernyataan Prof Mahfud, bahwa saya diberhentikan dari UGM. “Lebih tepatnya, saya yang minta berhenti secara terhormat, tanpa hak pensiun. Karena, setelah dikasuskan, saya mengalami "kematian perdata". Imbasnya, rezeki berkurang. Maka, saya berpikir untuk membuka kantor hukum,” kata Denny.

Baca juga: Jokowi Diminta Tetak Stay Humble, Caci Maki Sudah Biasa, Dijawab dengan: Bismillah Hari Ini Saya Resmikan Proyek

Agar tidak terjadi benturan kepentingan dan pelanggaran aturan—karena saya meyakini PNS tidak boleh membuka kantor hukum, meskipun tidak sedikit yang diam-diam melakukannya, maka dengan berat hati saya memilih untuk mundur dari UGM.

“Lagi-lagi, saya ingin bersikap konsisten dengan prinsip antikorupsi, termasuk tidak berstatus PNS saat membuka firma hukum INTEGRITY.”

DUA, lanjutnya Rhenald Kasali dalam podcast tersebut, beberapa politisi PSI, dan mereka yang punya pemahaman politik cenderung sealiran, masih saja menyatakan saya menyebar "hoax" terkait putusan MK soal sistem pemilu. Ayo, mari kita luruskan logika amat-sangat sederhana (simple logic).

Baca juga: Jos! Transaksi Pekan Raya Kendal 2023 Tembus hingga Rp 40 Miliar

“Bahwasanya saya mengatakan MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup, dan ternyata putusannya terbuka, tidak boleh dong serta-merta disimpulkan saya menyebarkan hoax. Kenapa sulit sekali memahami adanya kemungkinan pergeseran putusan di MK, dari awalnya berencana memutuskan tertutup lalu bergeser menjadi terbuka?”

Tanyakan kepada beberapa pemohon ataupun saksi di persidangan, apa yang mereka dengar dan ketahui. Tidak sedikit yang akan mengkonfirmasi, bahwa mereka juga berkeyakinan MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup, meskipun lalu berubah.

“Prof Mahfud menyatakan yang kredibel hanya sumber di MK. Saya berbeda pendapat. Sumber kredibel bisa pihak lain yang punya kapasitas dan integritas tak terbeli, di luar MK, yang paham dan mengerti situasi dan punya ilmu pengetahuan terkait kecenderungan putusan MK,” ujar Denny Indrayana.

Baca juga: Dibujuk Pulang Setelah Diusir, Ketua LSM Mabesbara Tolak dan Tuntut Ganti Rugi

“Misalnya, sekali lagi hanya misalnya, kalau sumber saya adalah Prof. Mahfud MD, mantan Ketua MK, Menkopolhukam, Guru Besar Hukum Tata Negara, mosok salah jika saya menyebut beliau adalah sumber yang kredibel, meskipun Prof Mahfud tidak lagi di MK?” tandasnya.

Denny mengaku bahwa infonya  valid! MK akan memutuskan sistem pileg proporsional tertutup. “Saya tidak bisa membuka siapa sumbernya. Bukan karena takut. Justru karena saya bertanggung jawab. Justru karena saya memegang komitmen dan janji untuk tidak melibatkan sang sumber,” katanya.

Menurutnya, dia akan menghadapi pengkasusan ini sebagai risiko perjuangan menegakkan daulat suara rakyat melalui proporsional terbuka yang didukung 80% pemilih, menurut survei INDIKATOR pimpinan Burhanuddin Muhtadi, salah satu lembaga survei yang masih dia yakini kredibilitasnya.

Dikasuskan, dipidanakan, dan diancam penjarakan karena memperjuangkan hak politik rakyat melalui satu twit, adalah jelas-jelas absurd!

Tetapi kalau Profesor Rhenald, beberapa politisi PSI, tidak bisa melihat twit saya sebagai perjuangan menegakkan suara rakyat; sebagai bentuk advokasi publik untuk mengawal MK agar menegakkan keadilan konstitusional; serta pengkasusan dirinya  sebagai absurditas penegakan hukum, ya itulah hak dan cara pandang mereka. Dia mengaku hanya bisa mengelus dada dan menyayangkan saja.

Bahkan, sebenarnya twit saya bisa dilihat sebagai bantuan kepada Prof. Mahfud, agar pemilu 2024 tidak ditunda. Kalau MK memutuskan sistem proporsional tertutup, 8 parpol di DPR memboikot pemilu, tidak menyetujui aturan KPU yang terkait perubahan sistem pemilu itu, maka pemilu 2024 terancam tidak terlaksana tepat waktu.

“TIGA, beberapa politisi PSI dan buzzerRp Jokowi tentu senada menganggap saya takut, "tidak jantan" karena tidak kembali ke tanah air menghadapi kasus hukum payment gateway dan perkara terkait putusan MK.”

Jadi, dia mengaku bukan lama di Australia dan tidak pulang ke tanah air. Saya bolak-balik Indonesia-Australia. Akhir tahun lalu sampai Februari saya di Indonesia. Lebaran kemarin pun menurutnya, dia berada di Indonesia. Saya punya kantor hukum INTEGRITY di Jakarta dan Melbourne.

Kalaupun saya 2016—2019 agak lama di Melbourne, karena diberi kehormatan menjadi Profesor tamu di Melbourne Law School. Universitas Melbourne tidak peduli, dan sangat paham kriminalisasi kasus payment gateway saya di tanah air.

Jadi, kalau PSI dan BuzzerRp sulit paham, lagi-lagi saya ingin sampaikan logika sederhana saja (simple logic).

Orang yang takut biasanya tidak akan menentang arus, melawan, dan mengkritisi kekuasaan. Orang yang takut akan lebih memilih diam, mencari aman, tidak ambil risiko, sehingga mengekor saja semua agenda politik pemegang kekuasaan.

“Saya sama seperti anda rekan-rekan PSI, di 2014 memilih Jokowi. Tetapi ketika makin kelihatan Jokowi melumpuhkan KPK; Jokowi membangun dinasti kekuasaan keluarganya; Jokowi membiarkan bisnis anaknya menerima suntikan modal yang senyatanya patut diduga suap dari para pebisnis yang ingin dekat dengan kekuasaan istana dll; maka saya memilih bersikap tegas melawan kekuasaan Jokowi yang cenderung koruptif dan represif,” tandas Denny Indrayana. (*)

(Winoto Anung)