Helo Indonesia

Pemilu 2024 dan PWI, Catatan Hendry Ch Bangun

M. Haikal - Nasional
Sabtu, 27 Januari 2024 17:52
    Bagikan  
PWI dan Capres
Foto: ist

PWI dan Capres - Ketua Umum PWI Hendry CH Bangun bersama tiga capres yang menyambangi kantor PWI pusat di Jl Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat.

HELOINDONESIA.COM - Inilah pertama saya mengikuti Pemilihan Umum yakni Pemilihan Presiden dan Anggota Legislatif (DPD, DPR, DPRD) dalam status sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.

Sebenarnya tidak ada hubungan langsung, tetapi dapat dikatakan juga ada.

Sebab saat menyampaikan visi misi di Kongres PWI di Bandung, 25-26 September 2023 lalu, saya menyatakan PWI akan terlibat dalam urusan bangsa dan negara, untuk ikut berkontribusi memberikan solusi, minimal pemikiran dan gagasan, dan kalau bisa berupa tindakan.

Termasuk di hajat besar seperti Pemilu 2024 ini. Keterlibatan ini sesuai dengan khittah, jati dirinya.

Organisasi PWI dalam sejarahnya terlibat dalam perjuangan bangsa dan negara.

Baca juga: Eks Wonderia akan Dipercantik Jadi Hutan Kota, Tinjomoyo Jadi Kebun Raya

Anggotanya wartawan, yang terkadang juga ikut dalam kancah pertempuran.

Dalam Kongres PWI 9-10 Februari 1946 di Solo, peserta yang hadir berbicara mengenai gagasan besar, bukan soal-soal remeh temeh.

Indonesia sedang dalam kondisi dijajah kembali oleh Belanda, sebagian besar republik sudah mereka kuasai termasuk Jakarta sehingga ibukota pindah ke Yogyakarta.

Mereka yang dinilai kaum republiken, hidup dalam kondisi tertekan, terintimidasi, karena tidak ada penjajah di depan mata, tetap setia untuk mengabarkan melalui radio ke luar negeri dan konsolidasi perjuangan tentara dan rakyat ke berbagai penjuru Indonesia.

Kantor Harian Merdeka yang dikelola BM Diah rutin diteror, digeledah tentara NICA.

Baca juga: Rumah Kontrakan Roboh Saat Hujan di Bukit Durian Payung, Balam

Manai Sophiaan tidak leluasa menjalankan tugas jurnalistiknya di Makassar karena alasan serupa.

Urusan percetakan dan pengadaan kertas koran dipersulit. Tujuannya satu, agar berita-berita yang disiarkan untuk menyatakan Republik Indonesia masih eksis, dibungkam, dan timbul kesan Belanda sudah seutuhnya menggenggam Indonesia.

Ada berbagai persoalan di dunia pers saat itu seperti banyak media tumbuh “bagai cendawan di musim hujan”, setelah Jepang berhenti menjajah Indonesia.

Banyak media baru itu produk jurnalistiknya dipertanyakan, tidak bermutu.

Pengadaan jatah kertas untuk media belum rapi karena belum ada organisasi yang mengaturnya.

Baca juga: Bayana: Optimistis Geber Tubaba Bantu Entaskan 

Tetapi peserta kongres fokus untuk hal yang lebih penting, yakni bangsa dan negaranya.

Sebagaimana diberitakan, Kedaulatan Rakyat terbitan 11 Februari 1946 dalam kongres ditegaskan bahwa,”Tiap wartawan Indonesia berkewajiban bekerja bagi kepentingan Tanah Air dan bangsa dengan senantiasa mengingat akan persatuan bangsa dan kedaulatan negara.”

Di Harian Merdeka terbitan 12 Februari 1946, dituliskan,”Kongres Wartawan Indonesia yang dilangsungkan di Solo pada tgl 9 dan 10 ini dan dikunjungi wartawan seluruh Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan, menegaskan sikap wartawan adalah: Tiap wartawan Indonesia berkewajiban bekerja bagi kepentingan Tanah Air dan Bangsa serta selalu mengingat akan Persatuan Bangsa dan Kedaulatan Negara.”

Berita di dua suratkabar berwibawa itu menunjukkan apa dan bagaimana PWI yang terlibat sejak awal sejak republik ini berdiri.

Baca juga: Lukisan Ganjar-Mahfud di Sawah, Bentuk Apresiasi Seniman Pari Curek Semarang

Hari lahirnya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN) berawal dari sejarah ini.

Penetapan HPN bukan sekadar diskusi pengurus PWI saat kongres di Padang tahun 1978, diusulkan ke pemerintah dan yang ditetapkan dengan Keppres No 5 tahun 1985 oleh Presiden Soeharto sebagaimana sering disampaikan sebagai argument oleh wartawan antiHPN.

Tanggal 9 Februari sangat jelas maknanya bagi bangsa Indonesia. Baca. Bacalah. Jangan amnesia sejarah.

Hal pertama yang terkait urusan negara ini adalah PWI dengan kesadaran sendiri memundurkan perayaan Hari Pers Nasional yang selalu diadakan pada 9 Februari, menjadi 20 Februari 2024 agar pesta raya wartawan itu tidak “mengganggu” hari pemungutan suara tanggal 14 Februari 2024.

Baca juga: Muhammadiyah Menetapkan Awal Puasa 2024 Jatuh pada Senin 11 Maret 2024

PWI ingin anggotanya tetap bekerja sebagai wartawan peliput pemilu, menjalankan kewajiban sebagai warga negara untuk memilih, dan juga agar HPN tidak mengusik konsentrasi aparat penegak hukum terkait hadirnya sekitar 2000-an wartawan dan keluarga di Jakarta.

Sekaligus juga menghindarkan HPN dijadikan sebagai tempat kampanye bagi siapapun seandainya diselenggarakan sebelum Pemilu.

Sebelum itu PWI mengundang tiga Calon Presiden yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, untuk menyampaikan visi misi dan gagasan mereka di Kantor PWI Pusat, kepada para pengurus dan anggota PWI—termasuk via zoom dan Youtube—di Jakarta maupun di 38 provinsi, yang artinya melibatkan ribuan wartawan di seluruh pelosok Indonesia.

Mereka hadir dalam rentang waktu November, Desember tahun 2023, dan Januari 2024.

Baca juga: Rumah dan Tumpukan Ban Terbakar di Depan Universitas Terbuka, Rajabasa

Sebagai organisasi tertua dengan anggota terbanyak, PWI ingin agar ketiga calon presiden untuk menyampaikan secara langsung gagasan-gagasan dan program kerja mereka apabila kelak terpilih memimpin Republik Indonesia.

Sebab sejak masih berstatus bakal calon maupun setelah ditetapkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum, kerap pendapat dan gagasan mereka ditangkap sepotong-sepotong.

Berbicara langsung kepada wartawan, maka pemikiran orisinal dapat dikemukakan terbuka apa adanya, dan media akan menyampaikan informasi itu ke masyarakat.

Hak masyarakat untuk tahu terpenuhi.
Jadi, PWI sebagai organisasi wartawan memfungsikan dirinya sebagai medium.

Baca juga: Polarisasi Pilpres di Mimbar Jumat

Sekaligus membantu para juru warta yang ingin tatap muka, bertanya langsung khususnya bagi mereka yang hadir di kantor PWI di Gedung Dewan Pers.

Suasana wawancara cegat yang melibatkan sampai seratusan wartawan di lantai 4 maupan dalam perjalanan Capres naik ke kendaraannya menunjukkan PWI berhasil membantu kerja wartawan, dan secara tidak langsung membantu penyelenggara dan peserta Pemilu.

Kegiatan PWI ini sekaligus menunjukkan ketidak-berpihakan kepada calon.

Dalam setiap kesempatan saya katakan—walau tampaknya klise, tapi ini fakta—ketiga calon dan wakilnya adalah orang-orang terbaik, yang disokong koalisi partai-partai politik.

Baca juga: Tindak Lanjuti Pertemuan dengan BPK, Kemendagri Hadiri Rapat Diskusi Bagan Akun Standar Pemeriksaan LKPD

Sebelum penetapan masyarakat sempat disuguhi nama-nama yang terlontar, baik untuk siapa capres maupun siapa yang bakal dijodohkan sebagai wakil.

Tapi faktanya, mereka yang hadir di PWI bersama wakilnya itu yang akan dicoblos di hari pemungutan suara.

Dengan menghadirkan ketiganya, maka PWI seperti restoran yang menyiapkan hidangan ke para pemilih, siapa yang dianggap paling baik, silakan dicoblos gambarnya di tempat pemilihan suara pada 14 Februari nanti.

PWI tidak berpretensi menunjukkan calon ini lebih baik dan diperlakukan lebih istimewa dibanding yang lainnya.

Baca juga: Ketua DPD RI Bangun Kesadaran Kritis Kader PMII tentang Pembangunan Berkelanjutan

Yang saya sampaikan adalah bagi PWI yang utama adalah siapapun yang nanti memimpin Indonesia lima tahun ke depan, dia harus mampu membangun bangsa ini untuk mencapai Indonesia Emas tahun 2045. ***

Seperti di pemilihan umum sebelumnya, PWI selalu berusaha bersikap independen dan para pengurusnya tidak terlibat dalam politik praktis.

Melalui surat pemberitahuan ke PWI Provinsi diingatkan bahwa para pengurus yang mencalonkan diri ataupun terlibat sebagai tim sukses, diwajibkan mundur dari jabatannya.

Kalau dia anggota, dia juga wajib membuat surat cuti, agar tidak membawa-bawa nama PWI.

Sejauh pemantauan Pengurus Pusat PWI, ini sudah berjalan baik. Kalau ada gosip, isu, seketika dicek ke pengurus di daerah, dan sejauh ini jelas tidak ada pelanggaran Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI.

Baca juga: Tren Nail Art 2024, Ada Chrome Nail hingga Aurora Nail

Tidak seperti organisasi wartawannya, PWI yang keanggotaannya terdapat di 38 provinsi, kerap ingin dimanfaatkan pihak-pihak baik itu di pemilihan umum seperti sekarang ini atau di pemilihan kepala daerah.

Tidak sedikit pula pengurus PWI atau anggota PWI yang sudah mendapatkan “nama” karena kiprahnya di PWI, terpikat juga menjadi calon anggota legislatif.

Inilah yang harus diatur agar tidak menyeret-nyeret PWI, yang membolehkan anggotanya menjadi anggota partai politik, tetapi diharamkan menjadi pengurus.

Itu sebabnya PWI Pusat berupaya dengan segala kemampuannya agar organisasi ini bebas dari pengaruh manapun dan bekerja hanya untuk kepentingan profesionalisme, serta kepentingan bangsa dan negara.

Baca juga: Manfaat Menggunakan Retinol ketika Memasuki Usia 20-an

PWI tidak perlu malu untuk ikut campur dan berkontribusi pemikiran dan gagasan untuk kedaulatan dan kemajuan Indonesia.

Wartawan tidak hidup di ruang hampa, tidak berkarya di lingkungan sosial budaya yang kosong.

Dia merasakan langsung degup jantung, keprihatinan, aspirasi yang terjadi di sekelilingnya.

Dia mendengarkan keluhan dan penderitaan, harapan dan cita-cita, setiap kali dia terjun ke lapangan.

Wujud terbaiknya bisa jadi karya-karya jurnalistik unggulan yang melulu merupakan amanat hati nurani rakyat.

Baca juga: Kalah Sepakbola, 22 Oknum Brimob Aniaya Suporter Lawan di Gunungsugih

Tapi dapat pula berupa gerakan-gerakan, kegiatan-kegiatan sebagai bentuk nyata upaya menjadikan Indonesia yang maju dan rakyatnya sejahtera.

PWI dan masyarakat Indonesia sangat berharap pemimpin yang kini berkontestasi, dapat mewujudkan program kerja pro rakyat yang mereka sampaikan dalam kampanye. Demi kemajuan Indonesia. ***

Jakarta, 27 Januari 2024