bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Polarisasi Pilpres di Mimbar Jumat

Herman Batin Mangku - Opini
Sabtu, 27 Januari 2024 15:24
    Bagikan  
Polarisasi Pilpres di Mimbar Jumat
Helo Lampung

Oleh Reza Zikri Fauzian *


SEBAGAI anak muda bangsa, kami diminta optimistis melihat masa depan yang gemilang. Namun, menyaksikan sendiri di depan mata hari ini, para generasi tua mempertontonkan keegoannya, narasi-narasi permusuhan antarsatu kelompok dengan kelompok lainnya.

Kaum milineal dan gen-z menjadi bingung sosok seperti apa yang dapat dijadikan panutan. Saya khawatir bila diteruskan polarisasi ini akan semakin mengkotakkan dan semakin membuat gesekan antaranak bangsa.

Terus terang, saya masih trauma dengan kerasnya Pilpres 2014 dan 2019, cebong dan kampret sangat berpengaruh atas kesenjangan di antara kita. Masyarakat yang seharusnya menikmati pemilu sebagai edukasi dan pesta demokrasi.

Semoga kegelisahan kami ini dapat menjadi atensi bagi kita semua agar tidak abai. Karena, kompetisi ini ternyata sudah masuk ke semua lini, termasuk tempat sakral, masjid di Kecamatan Kedaton, Kota Bandarlampung.

Narasi ceramahnya kira-kira begini, " Etika merupakan tolak ukur utama untuk kita memilih pemimpin, jangan kita memilih pemimpin yang manusianya haus akan kekuasaan, kita harus songsong perubahan.”

Saya dan beberapa teman sepulang dari masjid saling melempar senyum dan berlanjut diskusi kecil setibanya di kantor kembali, kami berdiskusi ringan munculnya narasi penggiringan opini masyarakat ke salah satu paslon.

Tak semua jamaah sepakat, ada yang pasti berbeda pandangan. Kepercayaan masyarakat kepada tokoh agama akan berkurang bahkan hilang dan ujungnya enggan ke masjid. Menurut saya, hal ini persoalan serius.

Inshaallah, dalam hal ini saya melihat dengan kacamata se-objektif mungkin, tanpa tendensi condong kepada paslon manapun.Agak miris rasanya, dimana sebelumnya saya banyak dididik sejak kecil di organisasi Islam yang bernama muhammadiyah.

Saya bukan termasuk yang dalam pengetahuan agamanya baik, tapi etika beragama dan politik, Muhammadiyah banyak mengajarkan untuk bisa memisahkan urusan agama dan persyarikatan.

Artinya, kami kader Muhammadiyah dilarang sangat keras membawa atribut apalagi nama persyarikatan untuk urusan-urusan politik yang kental akan duniawiah.

Saya resapi perintah persyarikatan itu, dengan sangat detail. Jika organisasi saja melarang anggotanya untuk membawa atribut dalam hajat politik.

Apakah agama sebagai pondasi utama kita dapat dijual dengan sangat murahnya demi kekuasaan dan memecah belah masyarakat kembali.

Framing, penggiringan, penekanan bahkan intimidasi dengan balutan agama kepada umatnya. Pasti, hal itu akan mengakibatkan terpecahnya kembali masyarakat. Tabik.

* Direktur Rubik Center

 - 

Tags