Helo Indonesia

7 Pendekar Hukum Dampingi Firli Bahuri Atas Tuduhan Pemerasan

Senin, 11 Desember 2023 08:41
    Bagikan  
7 Pendekar Hukum Dampingi Firli Bahuri Atas Tuduhan Pemerasan

Para pendekar hukum kawal Firli Bahuri (Foto Ist)

LAMPUNG,HELOINDONESIA.COM-- Ketua (non-aktif) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri tidak sendirian menghadapi kasus tuduhan pemerasan mantan Menteri Pertahanan Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Tidak puas dengan proses hukum yang dihadapinya sampai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini oleh Polda Metro Jaya, purnawirawan jenderal bintang tiga itu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Persidangan akan dipimpin Imelda Herawati Dewi Prihatin sebagai hakim tunggal.

Sementara Firli akan didampingi tujuh pendekar hukum yang bereputasi sangat baik.

Baca juga: Kakek Meninggal di Tepi Sungai Kecamatan Semaka Tanggamus

Ketujuh pendekar hukum itu adalah mantan Menteri Hukum dan HAM Prof. Yusril Ihza Mahendra, Prof. Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Prof. Romli Atmasasmita dari Universitas Padjadjaran (Unpad), dan Prof. Agus Sarono dari Universitas Diponegoro (Undip).

Juga Prof. Mudzakkir dari Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Rusman dari Universitas Suryakencana, dan mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

Dalam praperadilan ini Firli Bahuri dan para ahli yang mendampinginya akan berusaha meyakinkan hakim tunggal bahwa telah terjadi kesalahan prosedur dalam kasus yang dihadapinya.

Baca juga: Gibran Sebut Program Makan Siang dan Susu Gratis Sudah Ada di 76 Negara


Prof. Suparji Ahmad ketika berbicara dalam diskusi publik dengan tema “Eksistensi dan Prospek Praperadilan” pada Jumat lalu (8/12), mengatakan, dalam kasus ini tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukum.

Prof. Suparji yakin bahwa penanganan kasus ini dilakukan tidak dengan semestinya. Namun, walaupun ada gugatan praperadilan Firli ini berpotensi dikabulkan, Prof. Suparji meminta semua pihak harus mempercayakan hal itu kepada pembuktian di persidangan.

Di sisi lain dia mengingatkan agar hukum tidak digunakan sebagai alat balas dendam atau alat politik. (Rls/HBM)