Helo Indonesia

Jika Alasan Pemberlakuan Pajak Vape 10 Persen untuk Menurunkan Konsumsi Perokok, itu Tak Bisa Terjadi

Rabu, 17 Januari 2024 10:10
    Bagikan  
PAJAK VAPE
instagram @pikrcastle

PAJAK VAPE - Ilustrasi pajak vape atau pod sebesar 10 persen mendapat reaksi

HELOINDONESIA.COM - Kemenkeu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023, terkait pajak elektrik seperti vape atau pod.

Peraturan ini mulai berlaku 1 Jauari 2024 dengan mengenakan pajak sebesar 10 persen.

Kebijakan ini sebagai upaya pengendalian konsumsi rokok oleh masyarakat, namun menimbulkan bermacam reaksi dari berbagai kalangan.

Salah satunya dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair Surabaya, dr Kurnia Dwi Artanti MSc ikut menanggapi kebijakan ini.

Baca juga: Kemendagri Bersama Tim Pembina Samsat Nasional Siapkan Inovasi Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Dampak pemberian pajak tidak akan terasa secara langsung, karena pajak pada rokok elektrik sama dengan pajak pada rokok konvensional, tapi tidak menurunkan angka konsumsi rokok konvensional.

"Produk rokok elektrik dengan rokok konvensional tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Kedua produk ini sama-sama memiliki kandungan nikotin," katanya di Surabaya, Selasa(16/1/2024).

Kandungan ini jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kecanduan.

Baca juga: Pajak Hiburan Karaoke Dinaikkan 40 Sampai 70 Persen, Inul Daratista: Yang Bikin Aturan Mau Ngajak Mati Tah?

Rasa kecanduan ini yang akan menyebabkan seseorang terus merokok, meskipun menggunakan vape atau pod.

"Rasa kecanduan juga bisa mengalahkan harga, jadi berapapun harganya mereka akan tetap membeli," jelasnya.

Kendati demikian, dengan pemberian pajak yang berimbas pada harga jual, berpotensi menurunkan jumlah konsumsi harian.

Baca juga: Dilemma Spa Dikenakan Pajak Hiburan, Ada Pertentangan Antara Peraturan Menteri dan UU No 1 Tahun 2022

Nia menerangkan bahwa ada alternatif lain yang bisa terlaksana untuk mengurangi angka penggunaan rokok.

Alternatif tersebut adalah menggencarkan penegakan implementasi peraturan kawasan tanpa asap rokok.

Terdapat tujuh kawasan yang dapat terlaksana pada kawasan pendidikan, sarana kesehatan, transportasi umum, tempat bermain anak, tempat ibadah, sarana tempat kerja dan fasilitas umum lainnya.

Baca juga: Pajak Dinaikkan Hingga 40%, Disamakan dengan Diskotik dan Karaoke, Pengusaha Spa Wellness Kalang Kabut

Dengan adanya kawasan ini paling tidak membatasi perokok untuk merokok, misal perokok tersebut bekerja pada sektor pendidikan, paling tidak selama bekerja ia harus berhenti merokok.

Saat ini merokok tidak hanya berkaitan dengan rokok konvensional saja. Tapi penggunaan rokok elektrik atau produk yang serupa dapat diartikan sebagai merokok.

Sehingga kawasan tanpa asap rokok ini tidak hanya berlaku bagi rokok konvensional saja.

Baca juga: Syarat Bayar Pajak Mobil di SAMSAT dan Cara Pembayarannya

Penggunaan rokok elektrik sudah masuk dalam terminologi merokok.

"Meskipun baunya tidak menyengat seperti rokok konvensional, tapi penggunaan rokok elektrik dan produk serupa tidak diperbolehkan dalam kawasan ini," ungkapnya.

Nia berpesan kepada masyarakat untuk bijaksana dalam menanggapi kebijakan ini.

Baca juga: Pendapatan Daerah dari Sektor Pajak di Kendal Lampaui Target hingga 110,97 Persen

Ia menegaskan bahwa asumsi rokok elektrik lebih aman adalah tidak benar, rokok elektrik memiliki potensi bahaya yang tidak jauh berbeda.

"Rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Solusinya adalah tidak merokok sama sekali," tegasnya.

Baca juga: Di Balam, Restoran Diduga Tilep 40 Persen Pajak Konsumen untuk PAD

Sedangkan bagi pemerintah, Kurnia berharap hasil pajak yang terkumpul dapat bermanfaat untuk menurunkan konsumsi rokok pada masyarakat.

Pajak rokok harusnya bisa bermanfaat untuk menurunkan konsumsi rokok, misal mengimplementasikan kawasan tanpa rokok, melakukan penegakan, hingga menggencarkan edukasi agar masyarakat lebih mengerti bahaya merokok.**