bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Kontroversi Aksi Kamisan Darwis Triadi, Si Anak Korban Orba & Peristiwa 1965

M. Haikal - Opini
Minggu, 18 Februari 2024 16:57
    Bagikan  
Fotografi
Foto: tangkapan layar

Fotografi - Tangkapan layar akun media sosial dan Fotografer senior Darwis Triadi.

Oleh : Eka Pangulimara Hutajulu, Seniman Fotografi 

Fotografer senior Darwis Triadi lantaran mengomentari sebuah postingan Instagram harian kompas yang memuat berita aksi Kamisan ke 805 di seberang Istana Negara, (15/2/2024).

Sebetulnya, komentar Darwis biasa saja. Kalau secara cerdas membaca caption teks harian kompas tersebut.

Yang menyebut Bu Sumarsih yang mengangkat kartu merah dan kuning bersama aksi Kamisan tersebut, sebagai simbol peringatan pelanggar demokrasi.

Kalimat pelanggar demokrasi tentu saja dapat kita lihat sebuah narasi yang menghangat menjelang Pilpres 2024 lalu.

Baca juga: Di Seminar & Peringatan HPN 2024 Soal KDRT, Ketum IKWI: Patuh Pada Suami Jalan Istri Menuju Surga

Hal ini dikaitkan utamanya pada kemunculan Gibran Cawapres 02. Begitu atmosfir yang muncul saat itu.

Tak pelak, Darwis Triadi bukan tak mengerti keberlangsungan aksi Kamisan yang sudah bertahun-tahun tersebut.

Patut diduga caption teks tersebut dimaknai seorang Darwis dalam kerangka atmosfir politik yang sama, menjelang pilpres 2024 lalu.

Setidaknya Darwis ikut menanggapi kalau pilpres yang telah usai, dan kini sudah ditandai dengan quick count, serta real count di KPU Pusat tengah berjalan menuju akhir.

Baca juga: Tanpa Beban Bersama Persik Kediri Renan Silva Menemukan Keajaiban, Setelah Kehadiran Ze Valente yang Sering Mensuportnya

Boleh-boleh saja Darwis mengingatkan hal ini. Tentunya tanpa bermaksud merendahkan aksi Kamisan yang masih berjalan sampai sekarang.

Dan apalagi keluarga korban yang terus gigih berjuang.Hal ini Ia tunjukkan dengan mencabut komentarnya cepat-cepat.

Saya pun ikut menyayangkan kalau komentar Darwis mesti terlontar.

Lantaran memang situasi hari ini masih hangat-hangatnya seputar pilpres 2024. Apapun variabel politis yang mengitarinya.

Eka Pangulimara

Sebetulnya tadinya saya hanya menyimak. Namun, tadi malam seorang kawan kirimkan link berita menyoal peristiwa tersebut.

Alih-alih turut memberi kesejukan, dan tak juga merasa harus membela sosok Darwis Triadi. Yang tentu saja jauh lebih besar dari saya.

Sebagai seorang kawan yang mengenalnya cukup dekat, saya turut memberi perhatian melalui penyampaian tulisan ini kepada media.

Penulis juga seorang fotografer yang banyak menimba ilmu, secara teknis dan lebih banyak prespektif Darwis Triadi yang berkaitan dengan fotografi dan kehidupan.

Baca juga: Golkar Lampung Minta Pertanggungjawab Kekacauan KPPS ke Sirekap

Dari sosoknya lah, lebih dari 30 tahunan berkonsentrasi di dunia fotografi ini mendapat banyak pandangan yang tak melulu urusan fotografi soal teknis, dan apalagi duit semata.

Di saat new normal live (Covid 19), saya mengajaknya dalam sebuah workshop dan praktis fotografi di era digital yang diselenggarakan eL STUDIO Photography yang saya miliki, di Karawang.

Momentum itulah saya terasa makin dekat dengan sosoknya.

Begitu juga kita dapat mengenalnya, dari buku-buku yang Ia terbitkan. Tak hanya soal perihal teknis berfotografi.

Baca juga: Polresta Bandarlampung Kawal dan Amankan Pemilihan Ulang

Fotografi adalah kehidupan. Utamanya cahaya. Tanpa cahaya. Tak ada kehidupan. Tanpa cahaya, tak ada fotografi.

Begitulah ujar-ujarnya, yang paling dikenal di kalangan teman-teman yang bergiat di dunia fotografi.

Sisi Lain Darwis

Perlu juga diketahui lewat tulisan ini, Darwis Triadi merupakan sosok paling empati terhadap sebuah perjuangan.

Misal, studio sekolah fotografinya ketika berlokasi di sekitar Blok M, Ia banyak jumpai rekan-rekan aktifitas mahasiswa.

Baca juga: Peringati HPN 2024 di CFD, PWI dan Yayasan BUMN Bagikan Tanaman Buah ke Masyarakat Demi Hijaukan Bumi

Dan memilih untuk berpartisipasi dalam menyediakan makanan, dapur umum, di masa-masa pergerakan mahasiswa 1998.

Keberpihakannya terhadap dunia perjuangan adalah sisi lain, dari segudang pengalaman teknis berfotografi.

Buat rekan-rekan fotografer, lelaki yang akrab disapa Babeh, Mas, dan Om ini, masih memperjuangkan sertifikasi fotografer.

Dengan konsep yang bukan hanya didapatkan sekedar mendaftar dan mengikuti ujian.

Baca juga: Bawaslu Bandarlampung Pemilihan Ulang di Dua TPS, Ketua KPPS Diganti

Bahkan Darwis merasa ukurannya buka di situ. Namun, seorang fotografer yang konsisten dan mendapat pengakuan dari lingkungannya, dan apalagi yang sudah menggelutinya sebagai jalan hidup.

Tentu saja sudah selayaknya sertifikasi fotografer diberikan sebagai apresiasi negara terhadap seorang fotografer.

Atau yang disebut fotografer profesional. Non amatir (hanya menjadikan aktifitas fotografi sebagai hobi).

Di lain sisi, publik cukup mengenal hasil foto Presiden RI & Wakil Presiden yang menjadi poster yang terpampang di antara Garuda, baik di sejumlah instansi dan sekolah, adalah hasil karya Darwis Triadi. Foto potrait, atau foto formil Presiden Jokowi.

Baca juga: Wali Kota Eva Dwiana Lihat Pemilihan Ulang Pemilu 2024

Seorang seniman besar fotografi yang memiliki sikap politik. Dan bukan hanya sejak 2014, kali ini, pemilu 2024, sikapnya ikut Jokowi.

Di mana kita semua mengetahui, dinamika politik belakangan ini, tidak sedikit yang berpaling dari Jokowi. Di antara approval rate-nya, yang mencapai 80 % lebih.

Sebuah sikap politik yang dipertahankan oleh Darwis Triadi, justru cukup layak pula diapresiasi.

Sikap politik, yang tak hanya muncul begitu saja. Sebabnya, satu hal yang belum banyak diketahui publik, kalau seorang Darwis Triadi, dapat pula saya sebut sebagai anak korban peristiwa 1965.

Baca juga: KPU Nilai Pemilu di Semarang Lancar karena Komunikasi Intens

Bapaknya yang tentara, harus terkategori pendukung Bung Karno, dibui bersama korban rezim otoriter Orde Baru ketika itu.

Tags