Helo Indonesia

Bamsoet: Penting Dihadirkan Tap MPR yang Berkekuatan untuk Atur Kondisi Darurat Tak Bisa Gelar Pemilu

Winoto Anung - Nasional
Kamis, 17 Agustus 2023 09:17
    Bagikan  
Jokowi, Pimpinan MPR
X / @jokowi

Jokowi, Pimpinan MPR - Presiden Jokowi saat menerima Pimpinan MPR, di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: / X / @jokowi)

HELOINDONESIA.COM - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, saat ini belum ada aturan di konstitusi UUD 1945 tentang  kondisi darurat bila terjadi negara tidak bisa menjalankan Pemilu atau Pilpres, misalnya ada bencana dahsyat yang besar, atau pemberontakan, padahal masa jabatan Presiden dan DPR/DPRD, lima tahun.

Menurut Ketua MPR, persoalannya, bagaimana jika menjelang Pemilu terjadi kondisi darurat, sesuatu di luar dugaan, seperti bencana alam yang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi.

Atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan Pemilu tidak dapat diselenggarakan tepat pada waktunya, sesuai perintah konstitusi.

Dia menyebut, penting dihadirkannya aturan seperti UUD 1945 belum mengalami amandemen, yakni Tap MPR bisa berkekuatan mengatur kebuntuan konstitusi atau kondisi darurat.

Baca juga: Penerintah Naikkan Gaji ASN 8 Persen, DPR: Kejutan Tapi Wajar

“Sehingga TAP MPR menjadi solusi dalam mengatasi berbagai persoalan negara tatkala dihadapkan pada situasi kebuntuan konstitusi, kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan, hingga kondisi kedaruratan kahar fiskal dalam skala besar,” kata Ketua MPR Bambang Soesatyo.

Sebagaimana diketahui, Pemilu terkait dengan masa jabatan anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi hingga Kabupaten/Kota, serta Presiden dan Wakil Presiden.

Masa jabatan seluruh Menteri anggota kabinet, juga mengikuti masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditentukan oleh Undang-undang Dasar hanya selama lima tahun.

Baca juga: Diyakini Elektabilitas Ganjar Pranowo Segera Menyalip Prabowo Selepas 5 September, Ini Alasannya

“Maka secara hukum, tidak ada presiden dan/atau wakil presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu," jelas Bamsoet.

Bambang Soesatyo mengatakan, dalam keadaan tersebut timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut? Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan Pemilu?

Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika Pemilu tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?

Baca juga: Pengamat: Jokowi Sebut Boleh-boleh Saja Fotonya Dipajang Bareng Capres, Itu Sebenarnya Dia Keberatan

"Berbagai masalah di atas belum ada jalan keluar konstitusional-nya setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari kita sebagai warga bangsa.

Di masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945, MPR RI masih dapat menetapkan berbagai Ketetapan yang bersifat pengaturan, untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi.

“Apakah setelah perubahan keempat.undang-undang dasar MPR RI masih memiliki kewenangan untuk melahirkan Ketetapan-Ketetapan atau Tap MPR yang bersifat pengaturan?" kata Bambang Soesatyo.

Baca juga: Hempaskan Australia 3-1, Inggris Maju ke Final Hadapi Spanyol Piala Dunia Wanita 2023

Dia menekankan pentingnya mengembalikan kewenangan subjektif superlatif MPR RI melalui Tap MPR, seperti halnya Presiden yang memiliki kewenangan Perppu manakala terjadi kedaruratan atau kegentingan yang memaksa.

TAP MPR RI merupakan solusi dalam mengatasi berbagai persoalan negara tatkala dihadapkan pada situasi kebuntuan konstitusi, kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan, hingga kondisi kedaruratan fiskal dalam skala besar.

"Misalnya, ketika terjadi kebuntuan politik antara lembaga kepresidenan dengan lembaga DPR RI, kebuntuan politik antara pemerintah dan DPR RI dengan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK), serta jika terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang melibatkan MK, mengingat sesuai asas peradilan yang berlaku universal, hakim tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri, maka MK tidak dapat menjadi pihak yang berperkara dalam sengketa lembaga negara," tandas Bamsoet.

Baca juga: Dalam RUU APBN 2024 Pemerintah Targetkan Pendapatan Negara Tahun 2023 Sebesar Rp2.782 Triliun

Dalam hal ini, Ketua MPR mengungkapkan perubahan konstitusi pada era reformasi telah menata ulang kedudukan, fungsi dan wewenang lembaga-lembaga negara yang sudah ada, sekaligus menciptakan lembaga-lembaga negara yang baru.

Penataan ulang itu juga terjadi pada MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara, berubah kedudukannya menjadi lembaga tinggi negara.

"Idealnya memang MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara, kini saatnya kita merenungkan kembali penataan lembaga-lembaga negara," ujar Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI. (*)