Konsolidasi Mahasiswa Diduga Direpresi, DPR dan Komnas HAM Diminta Desak Kapolri Ungkap dalam 1x24 Jam

Minggu, 4 Februari 2024 15:11
Sejumlah mahasiswa diduga mengalami intimidasi oleh sekelompok orang tak dikenal saat melakukan aksi konsolidasi pemakzulan Presiden Jokowi. Foto: tangkapan layar

HELOINDONESIA.COMBeredar di media sosial Instagram sejumlah mahasiswa mengungkapkan telah menjadi korban intimidasi sekelompok orang tak dikenal pada sekitar pukul 23.06 WIB, Sabtu (3/2/ 2024)

Dalam video yang dilihat pada Minggu (4/2/2024), disebutkan bahwa peristiwa itu bermula dari konsolidasi mahasiswa Jakarta yang diadakan di dalam Kampus Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan.

Sekitar pukul 23.06 WIB, tiba-tiba didatangi oleh segerombolan orang tidak dikenal dengan berpakaian preman.

Tanpa menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya, mereka memaksa mahasiswa keluar dari kampus sembari mengancam supaya mahasiswa tidak membahas wacana aksi demonstrasi mendorong pemakzulan presiden. 

Baca juga: Ketua RT Triyono di Cijantung Peduli Fasum Diapresiasi Warganya

Tak hanya itu, mahasiswa tersebut juga mengatakan ada 1 orang mahasiswa yang mengalami kekerasan berupa ditanduk di bagian kepalanya.

Peristiwa tersebut mendapat perhatian serius dari sejumlah organisasi dan kelembagaan. Di antaranya LBH Jakarta, KontraS, Peneliti Imparsial dan PBHI.

Dalam rilis media yang disampaikan melalui pesan singkat WhatsApp, Fadhil Alfathan N dari LBH Jakarta menilai, peristiwa ini bukan sekadar tindakan kriminal atau premanisme biasa. 

"Represi terhadap konsolidasi mahasiswa yang membahas wacana pemakzulan presiden ini harus dipandang sebagai tindakan yang sarat muatan kepentingan kekuasaan," ujar Fadhil. 

Baca juga: Polsek Kelapa Dua Razia Tempat Hiburan Malam, Kedapatan Pasangan Bukan Muhrim sedang Mojok di Room

Bahkan, lanjutnya, diduga kuat bahwa tindakan ini didalangi atau setidak-tidaknya direstui oleh pihak yang berkepentingan.

Diungkapkan bahwa dalam berbagai peristiwa, represi yang dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain justru terbukti bukan sekadar konflik horizontal semata.

"Irisan secara langsung maupun tidak langsung dengan kepentingan kekuasaan sangat kental," ujarnya.

Dia menyamakan dengan pengalaman pahit paska jajak pendapat di Timor-Timur dan Konflik Ambon.

Baca juga: TACB Kuak Jejak Musyawarah Adat Lampung Sejak Era Megalitikum

"Kedua peristiwa ini menunjukkan kepada kita bahwa negara memiliki kemampuan merepresi warga untuk kepentingan tertentu. Ironisnya, dibungkus dengan selubung konflik horizontal," tambahnya.

Untuk itu, Koalisi Reformasi untuk Sektor Keamanan dan Koalisi Kawal Pemilu Demokratis 2024 berpendapat sebagai berikut:

Pertama, isu pemakzulan presiden merupakan wacana yang secara organik lahir sebagai respons publik terhadap sejumlah kegaduhan.

Menurutnya, ini terjadi terutama pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan jalan bagi anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto. 

Baca juga: 5 Tips Menghadapi Pelanggan yang Cerewet, Jangan Dulu Emosi

"Dalam konteks ini, diduga kuat relasi nepotisme kekeluargaan dan serangkaian pelanggaran etik eks Ketua Mahkamah Konstitusi menjadi faktor bagi mulusnya jalan Gibran menuju kontestasi Pilpres 2024," tambahnya. 

Oleh karena itu, sambungnya, menjadi wajar apabila isu pemakzulan ini mencuat di ruang publik. 

Ditambah lagi dengan berbagai sivitas akademika di berbagai perguruan tinggi di Indonesia ramai-ramai mengkritik buruknya demokrasi di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Kedua, peristiwa ini menunjukkan bahwa represi terhadap ekspresi–terutama ekspresi politik warga semakin meningkat jelang perhelatan Pilpres 2024. 

Baca juga: Ketua DPC: Allah Senang dengan yang Ganjil, PPP Kota Tangsel Targetkan 7 Kursi di Parlemen

Koalisi juga mengungkapkan adanya kriminalisasi terhadap Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono, intimidasi pentas teater Butet Kertaredjasa, hingga beringasnya anggota TNI di Boyolali, Jawa Tengah terhadap Relawan Ganjar-Mahfud, dugaan Intimidasi kepada perusahaan mobil untuk kampanye Ganjar Mahfud dan Anies Muhaimin, menimbulkan prasangka ketidaknetralan negara. 

Ketiga, aparat penegak hukum, khususnya Polri, seharusnya proaktif menanggapi peristiwa ini dengan melakukan pengusutan. 

"Polri harus mampu mengungkap kasus ini bukan hanya di level pelaku lapangan, seluruh pihak yang mendalangi atau menjadi aktor intelektual juga harus diungkap dan diproses hukum," paparnya. 

Baca juga: Doa Isra Miraj - Memohon Keberkahan dan Keampunan dalam Perjalanan Malam yang Agung

Oleh karena hal-hal tersebut di atas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak agar:

1. DPR dan Komnas HAM harus mendesak Kapolri agar segera memproses hukum pelaku sampai ke akar-akarnya dalam waktu 1x24 jam, termasuk dalang/aktor intelektualnya secara transparan dan akuntabel;

2. ⁠Bawaslu RI, sesuai tugas dan kewenangannya memeriksa segala bentuk dugaan keberpihakan alat-alat perlengkapan negara dalam kontestasi Pilpres 2024.

Berita Terkini