bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Pakar Unair: Ganjar Pranowo Bisa Kalah Kalau PDIP Tidak Memperbaiki Sikap ke Jokowi

Winoto Anung - Nasional -> Politik
Senin, 7 Agustus 2023 23:26
    Bagikan  
Jokowi dan Megawati
tangkapan layar

Jokowi dan Megawati - Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dalam satu pertemuan. (foto: tangkapan layar

HELOINDONESIA.COM - Faktor Presiden Jokowi dianggap penting untuk pemenangan capres Ganjar Pranowo. Kalau sikap PDIP terhadap Jokowi masih seperti sekarang ini, mungkin saja GanjarPranowo kalah, PDIP tidak lagi jadi parti pemerintah.

Hal itu disampaikan oleh Prof Henri Subiakto dari Unair. Mulanya dia mengomentari unggahan video yang beredar di medsos, berisi pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Video itu diunggah oleh netizen Palala (akun @EricRicaldo).

Di dalamnya Megawati mengatakan, kasihan Pak Jokowi, kalau tidak ada PDIP. Megawati menyatakan, secara legal formal kalau tidak ada PDIP mungkin tidak jadi Presiden.

Netizen itu mengatakan, ini momen yang bikin dirinya miris. Jalau ada yang bilang Jokowi baik-baik saja dengan pidato tersebut, fix orang tersebut tidak punya empati. Stay focus Pakde Jokowi,

Baca juga: Dilarang Kritik PDIP dan Ganjar, Ade Armando Undur Diri dari Program Logika AA Cokro TV

Dalam komentarnya, Prof Henri Subiakto  mengatakan, contoh seperti ini yang bikin Jokowi harus berpikir ulang hanya mendukung jago PDIP semata. Karena saat Pak Jokowi masih jadi presiden saja “diremehkan”, apalagi kalau beliau sudah tidak jadi presiden.

Tapi sebagai orang Jawa, pak Jokowi juga tidak serta merta ninggalin PDIP. Melainkan tetap “mendukung” Ganjar dan menghormati Bu Mega. Apalagi presiden Jokowi tahu Pak Ganjar orang baik, loyal dan punya kemiripan dengan pak Jokowi.

“Persoalannya  apakah pak Ganjar mampu independen dari pengaruh dan tekanan politik PDIP, yg pernah dirasakan pak Jokowi? Masih pagi-pagi saja pak Ganjar sudah dibuatkan “kunci”, SECARA TERBUKA diumumkan sebagai petugas partai,” ujar Henri (@henrysubiakto) di Twitter.

Baca juga: Laporan Polisi Soal Rocky Gerung Makin Numpuk, Mabes Polri Terima 20 LP dari Berbagai Wilayah

Pertanyaannya  kalau sudah jadi Presiden RI apa juga masih sebagai petugas partai? Lalu bagaimana hubungannya dengan majikan partai, atau owner partai? “Itu istilah yang bisa merosotkan nilai pak Ganjar sebagai capres,” ujarnya.

Sementara di sisi lain pak Prabowo bukan petugas partai, dia owner atau ketua umum partai, tentu lebih bebas dari tekanan partai Garindra.

Sayangnya Prabowo punya masa lalu buruk, termasuk pengalamannya memanfaatkan kelompok2 politik yang gemar  menggunakan politik identitas. Sampai-sampai Pilpres 2019 dan 2014 berdampak pembelahan politik yg sangat tajam hingga sekarang.

Baca juga: Pengamat : Bunuh Diri Politik Jika Golkar Dukung Anies

“Bergabungnya Prabowo ke pemerintahan Jokowi itu perkembangan politik yang bagus. Mencairkan pembelahan. Sayangnya pembelahan tadi ada yang memanfaatkan, munculnya simbol baru pengganti Prabowo sebagai “lawan” atau antitesis Jokowi, yaitu Anies Baswedan,” ungkap Prof Henri.

Anies ambil peran dan posisi simbolik milik Prabowo sebelum jadi Menhan, yaitu sebagai “rival” Jokowi. Walau dulunya pernah jadi menteri, jadi tim sukses Jokowi, lalu Gubernur, bisa berubah 180% menjadi simbol baru “lawan” Jokowi.

Maka narasi yang dibuat buzzer Aniespun untuk memperkuat citra itu. Citra sebagai “lawan” Jokowi. Hanya partai Nasdem yang galau, karena partai ini  terlanjur dicitrakan sebagai pendukung Jokowi.

Baca juga: Prabowo Dinilai Buang Uang Rakyat Gegara Kegiatan Jalan Sehat Hiburannya Asap Tebal Jet Tempur Terbang

“Dengan menguatnya Anies memperoleh dukungan dari konstituen yang dulunya pemilih Prabowo,  yang belakangan mereka kecewa karena berubahnya Prabowo. Maka Tim Prabowo harus punya strategi untuk dapat dukungn kembali,” kata Guru Besar Unair itu.

Prabowo cukup sukses mendapat simpati dari sebagian pendukung Jokowi. Perubahan perilaku politik dan komunikasi politik Prabowo yang makin santun dan tidak menyerang Jokowi sebagian membuahkan hasil.

Menurut Henri, mendekati Pilpres 2024 ini Prabowo butuh dukungan yang lebih besar, tak hanya dari simpati pendukung Jokowi tapi juga berharap kembali dapat dukungan dari pemilihnya masa lalu. Tugas untuk menarik para pendukung lawasnya itu  kemungkinan besar dimainkan salah satunya oleh Rocky Gerung (RG).

Baca juga: Tetiba Keponakan Jusuf Kalla Bicara Upah Pekerja Jakarta Harus Lebih Baik, NetizenL Tumben, Hasrat Jadi DKI 1?

Sudah saatnya tokoh tokoh pendukung setia 2019 dan 2014 muncul dan berteriak lagi untuk kembali memainkan opini. Itulah tugas Rocky Gerung, untuk testing the water sekaligus kembali membangkitkan tuduhan-tuduhan buruk kepada Jokowi.

Harapannya Kalau terjadi pertentangan, kegaduhan, atau bahkan keributan, maka negeri ini butuh tokoh pemersatu. Tokoh yang ada dan bisa diterima di kedua kubu ialah Prabowo. Bukan Ganjar, bukan pula Anies. Jadi Rocky Gerung  memainkan peran ini.

Apakah dengan realitas politik seperti itu pak Jokowi akan tetap di dua kaki, di antara pak Ganjar dan pak Prabowo? Ini semua tergantung kecerdasan PDIP.  Menurut Pro Henri Subiakto, Ganjar Pranowo bisa kalah kalau PDIP tidak memperbaiki sikapnya terhadap Jokowi. Artinya masih tetap meremehkan Jokowi.

Baca juga: Jaga Kecantikan Kulitmu, Jangan Malas Bersihkan Make Up di Wajah Saat Hendak Tidur

“Kalau PDIP masih seperti karakternya sekarang, Ganjar bisa kalah. PDIP pun bisa tidak lagi jadi partai pemerintah. Tapi kalau PDIP merangkul pak Jokowi dan Ganjar secara lebih terbuka, berembuk dari hati ke hati, dengan kesepakatan setara,  bukan antara pemilik partai dengan petugasnya, arah politik bisa berubah,” kata Prof Henri Subiakto.

Tapi jika PDIP menganggap Jokowi sudah habis, gak akan jadi apa-apa, setelah 2024 dan meremehkannya, politik akan makin rumit.

“Main dua kaki itu tuntutan bagi politisi. Sebagaimana juga dilakukan pak Jokowi, pak Prabowo, bahkan Anies  sekalipun juga melakukan hal sama. Politisi dan ketua ketua partai juga sama saja. Itulah tuntutan kepentingan politik masing2 dalam kondisi politik yg tak pasti,” tandas Henri Subiakto, guru besar Unair. (**)

(Winoto Anung)