Helo Indonesia

Etika dan Tanggung Jawab Pemimpin dalam Kasus Peretasan Data

Ajie - Opini
Selasa, 2 Juli 2024 17:11
    Bagikan  
Etika dan Tanggung Jawab Pemimpin dalam Kasus Peretasan Data

Antonius Benny Susetyo

Oleh: Antonius Benny Susetyo

Kasus peretasan data dan serangan ransomware yang menimpa Pusat Data Nasional (PDN) Indonesia pada 20 Juni 2024 adalah peristiwa yang mengundang perhatian serius dari berbagai kalangan, termasuk Pemerintah, ahli keamanan siber, serta masyarakat luas.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkap bahwa serangan ini disebabkan oleh ransomware bernama Brain Cipher. Serangan tersebut tidak hanya mengunci data dengan enkripsi, tetapi juga mengancam keamanan nasional dengan potensi hilangnya data yang sangat penting.

Insiden ini memicu berbagai reaksi, salah satunya dari Anggota Komisi I DPR RI fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, yang dalam rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kepala BSSN, mempertanyakan kewenangan dan langkah-langkah yang diambil terkait backup data PDN. Pemerintah tampak saling melempar tanggung jawab, menunjukkan kurangnya koordinasi dan kesadaran akan pentingnya tanggung jawab kolektif.

Dalam konteks ini, penting untuk membahas etika dan tanggung jawab seorang pemimpin. Menurut filsuf Emmanuel Levinas, pemimpin sejati adalah mereka yang mengutamakan kepentingan "Yang Lain" di atas kepentingan pribadi. Seorang pemimpin harus melayani masyarakat luas, memastikan kesejahteraan dan keamanan mereka, serta berpegang pada prinsip etika dan tanggung jawab.

Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana prinsip ini seharusnya diterapkan dalam kasus peretasan data PDN, serta pentingnya komitmen dan profesionalisme dalam kepemimpinan. Etika dalam kepemimpinan tidak hanya berkaitan dengan integritas dan kejujuran, tetapi juga dengan tanggung jawab untuk melindungi data dan informasi yang dipercayakan kepada organisasi atau institusi.

Dalam era digital ini, keamanan siber menjadi bagian integral dari etika kepemimpinan. Seorang pemimpin yang beretika harus memahami bahwa data adalah aset berharga yang harus dilindungi dengan segala cara.

Kepercayaan Publik

Pemimpin yang beretika juga harus memahami pentingnya menjaga kepercayaan publik. Ketika data pribadi dan informasi sensitif bocor, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi terkait dapat hancur. Oleh karena itu, pemimpin harus berkomitmen untuk melindungi data dengan segala cara, termasuk dengan mengambil langkah-langkah pencegahan yang proaktif dan merespons dengan cepat dan efektif ketika insiden terjadi.

Tanggung jawab pemimpin tidak berhenti pada pencegahan, tetapi juga pada bagaimana merespons ketika insiden terjadi. Ketika serangan ransomware Brain Cipher berhasil menginfeksi PDN, tanggung jawab pemimpin adalah memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada publik. Mereka harus menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk memulihkan data, serta tindakan yang akan diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Transparansi adalah kunci dalam merespons insiden keamanan siber. Pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan jelas dan jujur kepada masyarakat tentang situasi yang dihadapi. Mereka harus memastikan bahwa publik memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang terjadi, apa yang sedang dilakukan untuk memperbaikinya, dan bagaimana keamanan data akan ditingkatkan di masa depan.

Komunikasi yang efektif juga melibatkan keterbukaan dalam memberikan informasi tentang langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi insiden. Ini termasuk memberikan pembaruan secara berkala tentang status pemulihan data, langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki sistem keamanan, dan tindakan pencegahan yang akan diambil di masa depan. Dengan cara ini, pemimpin dapat membangun kepercayaan publik dan menunjukkan bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka

Profesionalisme dalam kepemimpinan juga berarti memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas kegagalan. Pemimpin yang profesional harus memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang keamanan siber. Ini mencakup pemahaman tentang teknologi keamanan, metode perlindungan data, dan strategi untuk mengatasi ancaman siber.

Audit Berkala

Dalam kasus peretasan PDN, profesionalisme berarti tidak hanya menemukan solusi jangka pendek untuk memulihkan data, tetapi juga mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah serangan di masa depan. Ini termasuk memperkuat sistem keamanan, melakukan audit berkala, dan memastikan bahwa semua staf memahami pentingnya keamanan data.

Kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah dalam menangani masalah ini menunjukkan adanya kekurangan dalam sistem manajemen krisis. Pemimpin harus mampu bekerja sama lintas sektor dan lembaga untuk memastikan keamanan data nasional. Kerja sama ini harus mencakup berbagi informasi tentang ancaman, teknik mitigasi, dan strategi respons yang efektif.

Hanya dengan pendekatan kolektif dan terkoordinasi, ancaman siber dapat ditangani dengan baik. Pentingnya kolaborasi antar lembaga tidak dapat diremehkan. Pemimpin harus menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai lembaga terkait, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika, BSSN, serta instansi lainnya yang memiliki peran dalam menjaga keamanan data. Dengan bekerja sama, lembaga-lembaga ini dapat berbagi sumber daya, informasi, dan keahlian untuk mengatasi ancaman siber dengan lebih efektif.*

Penulis, budayawan dan pakar komunikasi