Helo Indonesia

Puan Prihatin Jumlah Perokok Anak Terus Meningkat, Apalagi Ada Balita yang Viral Menjadi Perokok

Winoto Anung - Ragam -> Kesehatan
Sabtu, 8 Juli 2023 20:24
    Bagikan  
Puan Maharani
Laman DPR

Puan Maharani - Ketua DPR Puan Maharani.

HELOINDONESIA.COM - Ketua DPR Puan Maharani mengungkapkan, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Kemenkes menemukan jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat. Pada tahun 2013 berada di angka 7,2 persen, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun, pada tahun 2018 menjadi 9,1 persen pada 2018 atau sekitar 3,2 juta anak.

Selain itu, Bappenas memperkirakan prevalensi perokok anak akan menjadi 16 persen pada 2030 atau setara dengan enam juta anak tanpa adanya upaya pencegahan yang sistematis dan masif.

Atas dasar data tersebut, Ketua DPR Puan Maharani mengaku prihatin dengan kondisi terus meningkatnya perokok anak, karena bahaya untuk kesehatan mereka.

"Keprihatinan terhadap meningkatnya jumlah perokok anak bukanlah sekadar ekspresi moralitas, tetapi juga merupakan kepedulian terhadap kesehatan dan masa depan generasi kita," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Jumat 7 Juli 2023.

Baca juga: Di Liga Pro Saudi, Roberto Firmino: Saya Selalu Bermain untuk Tim Besar, Sekarang Saya di Al-Ahli

Peningkatan jumlah perokok anak harus ada terobosan dari pemerintah untuk menekan angka tersebut, ini juga bagian dari program jangka panjang pemerintah. Masalah perokok anak di Indonesia merupakan permasalahan serius yang membutuhkan intervensi mendalam untuk penanganannya.

Apalagi masalah perokok anak di Indonesia mendapat perhatian serius dari kalangan internasional, terbukti dengan media-media asing yang menyebut Indonesia sebagai baby smoker country karena ada kejadian balita yang viral menjadi perokok.

"Pemerintah perlu mempertimbangkan faktor krusial yang menjadi penyebab anak mengkonsumsi rokok. Dengan langkah yang tepat sasaran, diharapkan jumlah perokok anak bisa menurun drastis," jelas Puan.

Baca juga: Arya Sinulingga Sebut Bus PSSI Tinggi, Hingga Tak Bisa Masuk Stadion JIS, Kocak: Netizen Munculkan Bus Tingkat Empat

Puan mengutip hasil riset berjudul Global Adult Tobacco Survey (GYTS) yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), disebutkan bahwa kenaikan harga rokok tidak terlalu berpengaruh sebagai pemicu anak menjadi perokok.

Faktor krusial yang sangat berpengaruh terhadap prevalensi perokok anak justru dari lingkungan seperti melihat teman sebaya yang merokok dan paparan iklan rokok di berbagai media.

GYTS  juga menyebutkan sebanyak 61 persen warung rokok berada di radius 100 meter dari area sekolah. Anak pun mudah mendapatkan rokok dengan harga relatif murah karena penjualan rokok eceran.

Baca juga: Ibunya Hilang Disekap Kelompok TPPO di Dubai, Bocah Kakak Beradik ini Minta Tolong Kapolri

Puan mengatakan, penting sekali untuk lingkungan pendidikan memberikan edukasi berlebih tentang bahaya merokok kepada anak. Pastikan zona sekolah bebas dari asap rokok. Tentunya ini juga membutuhkan peran dari orang dewasa.

“Sebaiknya orang dewasa tidak merokok di depan anak-anak. Selain bahaya karena menjadikan anak sebagai perokok pasif, kita ketahui bersama anak-anak mencontoh apa yang mereka lihat,” imbuhnya.

Ia ini mengajak semua pihak untuk meningkatkan kesadaran untuk meminimalisir faktor-faktor yang dapat menjadi pemicu peningkatan perokok anak. Di antaranya dengan perketat aturan iklan, promosi dan sponsor tentang rokok karena sarana informasi dari media sangat berpengaruh signifikan.

Baca juga: Wow, Kepala Desa akan Makmur, Kesejahteraan akan Ditambah Tunjangan-tunjangan

Menurut Ketua DPR Puan Maharani, menyelamatkan generasi bangsa dari kecanduan zat adiktif yang ada dalam rokok merupakan tanggung jawab bersama. Baik itu pemerintah, DPR, produsen rokok, hingga masyarakat itu sendiri.

“Mari kita lindungi anak-anak kita anak-anak perokok, dari paparan asap rokok agar generasi penerus kita bertumbuh menjadi anak yang sehat sehingga dapat membawa kemajuan untuk Indonesia,” kata Puan Maharani, Ketua DPR.

Paparan asap rokok pada anak pun patut menjadi perhatian semua pihak. Dengan menjadi second-hand smoker (terpapar asap langsung dari orang yang merokok) maupun third-hand smoker (paparan tidak langsung bisa melalui residu asap rokok yang menempel di pakaian), anak akan memiliki berbagai risiko kesehatan.

Untuk diketahui, anak yang menjadi perokok pasif lebih rentan mengalami batuk lama, menderita sakit radang paru (pneumonia), dan asma. Bahkan sebanyak 165.000 orang anak di dunia meninggal setiap tahun karena penyakit paru terkait dengan paparan asap rokok. (*)

(Winoto Anung)