KDRT, Kekerasan vs Kelembutan dalam Rumah Tangga

Minggu, 15 September 2024 12:37
Gufron Aziz Fuadi Gufron Aziz Fuadi

Oleh Gufron Azis Fuandi*

BELUM lama ini, viral video peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)yang dilakukan seorang pendeta yang juga pengacara terhadap istrinya di Surabaya. Ada lagi, seorang atlet menganiaya istrinya yang seorang selebgram.

Tak hanya suami terhadap isteri, KDRT juga dialami anak-anak oleh anggota keluarganya yang lebih tua.

KDRT merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan seseorang terutama terhadap perempuan yang menyebabkan penderitaan fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga. 

KDRT bukanlah masalah baru, jauh sebelum Indonesia memiliki UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Betharia Sonata sudah menyuarakannya dalam senandung Hati Yang Luka:

"Berulang kali aku mencoba
S'lalu untuk mengalah
Demi keutuhan kita berdua
Walau kadang sakit
… Lihatlah tanda merah di pipi
Bekas gambar tanganmu
Sering kaulakukan bila kau marah
Menutupi salahmu..."

Rasulullah SAW adalah contoh tauladan terbaik, termasuk dalam hal sebagai suami. Beliau tidak pernah KDRT kepada istri-istrinya, baik secara fisik maupun psikis.

Banyak hadits yang menceritakan bahwa Nabi tidak pernah berkata kasar kepada istrinya. Beliau lebih sering menasihati dengan kata-kata yang lembut. Bila berselisih, Beliau "mendinginkannya" dengan ngalih atau pergi menyendiri.

Orangtua kita dulu sudah mencontohkannya. Bila ada pertengkaran dengan orang dekat, ada yang ngalah, ngalih. Kalau tidak ngalih, suasana malah makin runyam.

Aisyah RA pernah bertutur: Suamiku tidak pernah memukul istri istrinya meskipun hanya sekali." (HR Nasa'i).

Bahkan pernah dalam suatu perjalanan ketika istrinya menangis karena tertinggal, Beliau pun tidak ngomel.

Hadits meriwayatkan: "Suatu saat Shafiyah binti Huyay (istri nabi dari Yahudi bani Nadhir) safar/bepergian bersama Rasulullah, saat itu adalah hari gilirannya. Dia ketinggalan (rombongan) karena untanya berjalan lambat, lalu menangis. Maka Rasulullah datang mengusapkan air mata dengan kedua tangannya kemudian berusaha membuat Shafiyah berhenti menangis." (HR. Nasa'i).

Rasulullah SAW mencintai semua istrinya, meskipun kadarnya berbeda beda, tetapi Beliau memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama. Beliau tidak membencinya sedikitpun. Oleh karena itu kepada kita beliau saw berpesan:

"Janganlah seorang suami yang beriman membenci istrinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhoi akhlak lain darinya,” (H.R. Muslim).

Dalam hadits yang lain,
"Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka, perlakukanlah para wanita dengan baik." (HR al-Bukhari)

Perilaku Nabi kepada istrinya persis seperti perintah Allah:
"...Wahai orang-orang yang beriman! . Dan bergaullah dengan mereka (istri istri ) menurut cara yang ma'ruf (patut). Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya."
(An Nisa: 19)

Tidak ada manusia sepanjang zaman, yang akhlaknya sebaik apalagi melebihi Nabi. Kata Aisyah RA: Kana khuluquhul Quran, beliau berakhlak quran.

Kemuliaan akhlak Beliau tentu bukan hanya kepada istrinya saja, tetapi juga kepada anak-anaknya, sahabatnya, tetangganya bahkan kepada orang orang kafir yang memusuhi maupun yang tidak memusuhi.

Nabi Muhammad SAW bukanlah orang miskin. Karena sejak setelah nabi Syuaib, Allah tidak pernah mengutus seorang nabi yang miskin.

Dalam surat Al Anfal, Allah memberikan hak kepada Rasul SAW seperlima (20%) harta rampasan perang. Tetapi harta itu tak lebih dari tiga hari di tangannya, karena segera dibagikan kepada fakir miskin, janda dan anak yatim.

Beliau lebih memilih hidup miskin atau sederhana. Ini asli bukan pencitraan. Sehingga suatu ketika istri istri Beliau secara serempak mengajukan penambahan belanja  DAK, dana alokasi khusus istri. Karena mereka merasa uang belanja kurang mencukupi.

Menghadapi ini tentu Rasulullah SAW kecewa dan marah tetapi tidak berkata kata kasar atau membuat janji palsu bagaikan ansor (angin sorga) apalagi memukul mereka. Rasulullah SAW hanya mendiamkan mereka selama satu bulan.

Sampai kemudian Allah memberikan solusinya dalam bentuk wahyu surat al Ahzab: 28-29:

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar."

Setelah itu, Beliau mendatangi Aisyah dan yang lainnya dengan menawarkan hidup sederhana bersama Nabi dan kehidupan akhirat atau milih harta dunia tapi bercerai dengannya.

Ternyata semuanya memilih keridhaan Allah dan hidup sederhana bersama Nabi serta kehidupan akhirat.

Hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa sederhananya hidup Nabi itu sungguh sungguh dan diterapkan juga kepada anak dan istrinya.

Beliau tentu tidak ingin hanya menyerukan pola gidup sederhana tetapi membiarkan keluarganya menenteng Hermes dan bepergian dengan jepri alias jet pribadi.

Shallu 'ala nabi...
Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)

* Ustadz

 - 

Berita Terkini