Baleg DPR RI Akomodir MK Hanya bagi Partai Nonparlemen

Rabu, 21 Agustus 2024 19:51
Baleg DPR RI soal ambang batas cakada (Foto Ist) KOLASE

LAMPUNG, HELOINDONESIA.COM -- Rapat Badan Legislasi DPR mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang partai nonparlemen bisa mendaftarkan cakadanya ke KPU. Tapi, partai yang memiliki kursi parlemen tetap 20 persen atau 25 suara sah.

"Partai nonparlemen bisa mendaftarkan diri ke KPU, sebelumnya tak bisa," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi yang memimpin rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Ketentuan tersebut sudah diatur dalam daftar inventarisasi masalah (DIM), Pasal 40,Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Berikut ketentuan Pasal 40 yang diubah:

(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilin tetap sampai dengan 2.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.

Sebelumnya, Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan krusial yang terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Sementara itu Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, Titi Anggraini mengkritisi sikap Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR dalam menyikapi putusan MK tentang UU Pilkada.

Dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK menurunkan ambang batas pencalonan jadi 7,5 persen. MK menyatakan seluruh partai politik, ada atau tidak ada kursi, bisa mengusung paslon cakadanya

Putusan MK ini jadi salah satu agenda Rapat Panitia Kerja atau Panja Baleg DPR sehari setelah putusan MK dibacakan.

Rapat Panja tersebut menyepakati penurunan syarat ambang batas Pilkada hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi DPRD. Aturan itu dimasukkan dalam draf Pasal 40 RUU Pilkada.

Titi mengatakan bahwa putusan MK tentang syarat ambang batas pencalonan yang direkonstruksi berlaku baik untuk partai parlemen maupun nonparlemen.

"Kenapa wakil rakyat tidak bersuara seperti suara rakyat dan corong konstitusi? Apakah rakyat sudah dianggap angin lalu oleh mereka?" katanya dalam unggahan di media sosial X miliknya, Rabu (21/8/2024).

Dia juga mempertanyakan pembahasan RUU Pilkada yang dibahas oleh Baleg DPR, tidak sesuai dengan putusan MK. Menurut dia, telah terjadi pembegalan terhadap amar putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut.

Pengajar Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini mengatakan, bahwa putusan yang dibacakan MK ialah putusan final dan mengikat. Putusan MK juga, ujar Titi.

"Kalau sampai disimpangi maka telah terjadi pembangkangan konstitusi," ucapnya. Ia mengungkapkan, hal semacam ini apabila dibiarkan berlanjut maka Pilkada 2024 bersifat inkonstitusional dan tidak memiliki legitimasi untuk diselenggarakan.

Sebab, katanya, MK merupakan penafsir konstitusi satu-satunya yang memiliki kewenangan menguji UUD NRI 1945 dalam sistem hukum Indonesia. Putusan MK tidak bisa dibenturkan dengan putusan MA.


 - 

Berita Terkini