Talkshow Kudengar Radio USM Jaya: Perempuan dengan HIV Sering Jadi Korban Diskriminasi

Senin, 26 Agustus 2024 10:38
Dua nara sumber Nurul Safaatun dan Lutfi Nurul saat hadir dalam Talkshow Kudengar yang dipandu Putri Nabila

SEMARANG, HELOINDONESIA.COM - Diskriminasi masih menjadi masalah besar dan terus ada dalam lingkungan masyarakat. Salah satu yang turut menjadi korban diskriminasi adalah perempuan dengan HIV (Human Imuunodeficiency Virus).

Hal itu diungkapkan Pengurus Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Jateng, Nurul Safa'atun dalam Talkshow Kudengar (Kuliah Keadilan dan Kesetaraan Gender) di Studio Radio USM Jaya Gedung N USM pada 21 Agustus 22024.

Kegiatan yang dipandu penyiar Radio USM Jaya FM, Putri Sabila tersebut juga menghadirkan narasumber Vocal Point Kota Semarang IPPI Jateng, Lutfi Nurul Hidayah.

Baca juga: UPZ Masjid Alqodar Sendangmulyo Semarang Raih Baznas Award 2024

Acara menarik yang mengambil tema "Perempuan HIV dalam Lingkaran Kekerasan Berbasis Gender" itu digelar bekerja sama dengan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Semarang (Satgas PPKS USM).

Nurul mengungkapkan, perempuan yang telah divonis status HIV seakan tidak memiliki daya tawar serta banyak mendapatkan diskriminasi di lingkungan masyarakat.

''Ketika ada perempuan HIV dan ketika ada seorang laki-laki yang mau dengan kamu itu sudah untung. Di sini kita tidak ada kesetaraannya, jadi kita hanya pasrah, mau diperlakukan seperti apa oleh pasangan, manut-manut saja. Jadi kalau kita melihat kesetaraan gender dengan kaitannya perempuan HIV sangat erat, karena diluar sana masih banyak perempuan HIV, mereka hanya bisa menerima dan pasrah,'' katanya.

Dia mengatakan, kondisi tersebut dapat membuat perempuan dengan HIV lebih rentan mendapat kekerasan berbasis gender. Perempuan khususnya dengan HIV berhak mendapatkan hak-haknya serta layak mendapatkan kesetaraan gender.

''Pada kuncinya adalah dengan pasangan sering-seringlah berkomunikasi walaupun statusnya kita mungkin HIV. Jadi kita bernegosiasi bahwa hak-hak kita itu harus juga dipenuhi, bukan hanya untuk diberikan kasih sayang,tapi suami harus memahami konteks bahwa urusan rumah itu tidak hanya urusan istri, melainkan berdua,'' tambahnya.

Baca juga: Medali Terakhir Jateng dari Cabang Jurnalistik, Kalsel Juara Umum Porwanas XIV

Selain itu, lanjutnya, perempuan dengan HIV dipandang memiliki image yang jelek oleh masyarakat, dimana ketika terdapat perempuan HIV maka anaknya pasti terkena HIV, yang sebetulnya hal tersebut tidak sepenuhnya benar.

''Orang yang terkena HIV tidak bisa sembuh tapi bisa sehat, asalkan jangan berhenti mengonsumsi obat Anti Retroviral (ARV). Jangan sampai putus pengobatan. Kalau sampai putus, akan naik jumlah virusnya,'' ujar Nurul.

Nurul berharap, masyarakat tidak meninggalkan orang-orang dengan HIV, namun harus diperlakukan lebih baik dengan cara merangkul dan menguatkan mereka.

''Perempuan dengan HIV tidak butuh gelar karena dia sudah dapat gelar seumur hidup, itu juga stigma dan diskriminasi buat kita yaitu ODHA atau Orang Dengan HIV/AIDS. Kami berharap, ketika menemukan tetangga maupun kolega yang mendapatkan status HIV, jangan ditinggal. Paling tidak jangan tanyakan bagaimana kejadiannya, tapi bagaimana nanti dirangkul kedepannya,'' tegasnya.

Baca juga: Sensasi Berlari di Hutan Bambu: Fun Trail Run Parigi Baru Gaungkan Semangat Kebersamaan Masyarakat Tangsel

Hal senada disampaikan Vocal Point Kota Semarang IPPI Jateng, Lutfi Nurul Hidayah. Menurutnya, penularan HIV hanya bisa melalui cairan bertemu cairan.

''Jadi kalau kita salaman, pelukan, atau makan di satu piring yang sama itu tidak akan menular. Biasanya lewat cairan darah, dari ibu ke anak melalui menyusui, tapi bukan air susunya yang membuat penularan, melainkan proses menyusuinya,'' jelasnya.

Dia mengatakan, bentuk diskriminasi lain akibat dari stigma yang berkembang di lingkungan masyarakat, salah satunya seorang yang menjadi pekerja seks dan terkena HIV yang mendapatkan kombo diskriminasi, bahkan hingga dikeluarkan dari tempat kos.

Adapun beberapa perempuan HIV yang memiliki pasangan untuk melarang meminum obat ARV, dengan anggapan bahwa istrinya sehat. Menurut Lutfi, hal tersebut melanggar hak istri. Dia menilai perbedaan orang yang terkena HIV dengan orang biasa hanya dari status medisnya.

''Biasanya mereka akan sadar ketika sudah terkena infeksi oportunistik seperti tuberkolosis sampai meningitis, dan mereka mulai menjalani pengobatan lagi. Ada beberapa tahun lalu, pemasangan kontrasepsi di faskes pertama, bidan, puskesmas, dulu perempuan HIV mending dirujuk di rumah sakit, mungkin kurangnya alat, jadi sering dilempar-lempar. Tapi di tahun ini Insya Allah lebih baik,'' lanjutnya.

Baca juga: Aparat Keamanan Jaga Ketat Jokowi Resmikan Pasir Gintung

Menurutnya, keluarga memiliki peran yang besar sebagai pendukung agar para orang khususnya perempuan dengan HIV tidak merasa sendirian.

''Jangan takut menyuarakan, karena kalau bukan kita siapa lagi,'' ujar Lutfi. (Aji)

Berita Terkini