Ulang Tahapan Pemilu, Pakar dan Elite Politik Reaksional

Selasa, 7 Maret 2023 08:16
Riski Oktara Putra (Pribadi)

LAMPUNG, HELOINDONESIA.COM -- Polemik yang terjadi akibat putusan Pengadilan Negeri Jakarta pusat (PN) terkait adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Komisi pemilihan Umum (KPU) membuat para ahli hingga elite partai berbicara konstitusi serta UUD 1945. 

Hal tersebut lantaran adanya poin putusan yang menyatakan bahwa proses Pemilu 2024 harus dihentikan dan dimulai kembali tahapan dari awal  2 tahun 4 bulan 7 hari. Yang otomatis akan mundurnya jadwal Pemilu 2024 yang sudah dimulai tahapannya pada pertengahan tahun lalu. 

Di sisi lain, Riski Oktara Putra, yang biasa disapa Bung Riski, ketua Eksekutif Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Kota Bandarlampung (BL)  berpendapat bahwa pernyataan para ahli hukum, elite politik hingga pejabat publik adalah pernyataan yang reaksioner. 

"Seharusnya, mereka melihat persoalan ini dengan jernih dan adil, jangan melihatnya sepenggal-penggal saja, narasi reaksioner, terkesan mempertontonkan kepentingan golongan mereka, karena mungkin saja ada yang merasa terganggu," terangnya.

Riski menuturkan, tak ada dalam diktum yang mengatakan tunda Pemilu 2024, KPU RI sebagai penyelenggara harus mengulang kembali tahapan, karena terbukti melawan hukum dan konsekuensi dari putusan itu adalah tertundanya tahapan Pemilu 2024

Namun yang harus juga digarisbawahi itu semua terjadi karena KPU sendirilah yang melanggar konstitusi dengan menghambat hak sipil warga negara mendirikan partai politiknya. 

KPU memang tidak meloloskan Partai Prima dalam verifikasi administrasi, karena itu Partai Orima melakukan gugatan ke Bawaslu menuntut keadilan lalu dimenangkan, namun KPU malah mengabaikan putusan Bawaslu tersebut. 

?Seharusnya, para ahli, pejabat publik, hingga negara melihat poin ini, bahwa ada proses penyelenggara yang cacat, curang dan itu terbukti di pengadilan, KPU lah yang seharusnya bertanggung jawab atas kegaduhan dan polemik yang terjadi, bukan malah dibela? tutur Riski.

Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, pandangan Riski. Pada situasi ini Seolah-olah mereka kompak untuk membenarkan tindakan yang inkonstitusional dan melanggar UUD 1945, kompak karena kepentingannya terganggu.   

Sembari melansir data dari berbagai lembaga survey, Riski menerangkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara rendah dan masyarakat khususnya kaum muda menjadi apolitis.  

?Itu terjadi karena hasil dari pemilu yang dilaksanakan oleh KPU sendiri, anggota-anggota dewan, bupati/walikota, gubernur hingga presiden yang kinerjanya malah membuat rakyat kecewa dan jauh dari makna dan substansi demokrasi yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, karena itu rakyat kecewa," tambahnya.

Riski mengemukakan demokrasi itu bukan hanya soal periodisasi, pemilu dan sirkulasi elite, tapi juga mendistribusikan kesejahteraan, merubah struktur ekonomi rakyat, seperti apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa kita, namun apakah itu sudah terjadi. 

Hal inilah yang seharusnya didiskusikan para ahli dan pejabat negara, mengapa demokrasi kita tidak menghasilkan hal tersebut. 

"Seharusnya, ini dijadikan momentum untuk kita kembali mendiskusikan demokrasi dan tujuan kita berdemokrasi, jangan sampai kita selama ini memang hanya memaknai demokrasi 5 tahunan saja, lalu menjadikan rakyat sebagai objek untuk diperalat memperoleh suara? kata riski menceritakan. 

Merujuk data, bahwa ketimpangan ekonomi yang terjadi di indonesia hari ini semakin menajam dan mengkhawatirkan 1% orang menguasai kekayaan 50% lebih rakyat indonesia. 

Data terakhir itu, menurut Riski, apakah itu terjadi karena kita taat konstitusi, itu kan karena elit, tokoh dan kaum intelektual yang mengaku-ngaku ahli itulah yang mengkhianati konstitusi. 

Selain itu, dia mendorong KPU berbenah, evaluasi diri, mereka bukan hanya pelaksana teknis, tapi lembaga yang harus meningkatkan kualitas demokrasi kita dan demokrasi partisipatoris itu penting, bukan hanya demokrasi prosedural terlihat seolah-olah demokrasi tapi bisa di intervensi sana-sini. 

Bagi Riski, sebagai ketua LMND Kota Bandarlampung, dia meminta para ahli dan elite-elite politik jernih dan adil dalam melihat persoalan, bahwa rakyat yang sedang berorganisir dan menunjukan partisipasi politiknya dengan mebangun partai politiknya sendiri jangan dikebiri. 

"Seharusnya para ahli dan elite-elite politik memberikan, solusi dan terobosan. bukan malah mengecilkan atau bahkan menghilangkan hak politik warga negara" tutur Riski. (Miky)

Berita Terkini