JAM-Pidum Terapkan Keadilan Restoratif pada Kasus Pencurian Handphone di Prabumulih

Senin, 29 Juli 2024 16:22
Keadilan Restoratif Justice. Ist

HELOINDONESIA.COM - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose untuk menyetujui 10 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.

Salah satu kasus yang diselesaikan adalah pencurian handphone oleh Halimah binti Hapli di Prabumulih.

Dari keterangan tertulis Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Dr. Harli Siregar menjelaskan, Halimah dituduh melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian setelah mengambil handphone OPPO A74 milik Mimi binti Nang Uning. 

Kejadian berawal saat Halimah menginap di rumah orang tuanya yang berdekatan dengan rumah Mimi.
Melihat rumah Mimi sering kosong, Halimah memanfaatkan kesempatan untuk mencuri handphone yang tidak terkunci tersebut.

Akibat perbuatannya, Mimi mengalami kerugian sekitar Rp3.400.000.

Baca juga: Mendagri Minta Lulusan IPDN Mampu Menjadi Birokrat Pemerintah yang Profesional

Kejaksaan Negeri Prabumulih, dipimpin oleh Khristiya Lutfiasandhi, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui keadilan restoratif. 

Dalam proses perdamaian, Halimah mengakui kesalahannya dan meminta maaf, yang diterima oleh Mimi. Mimi pun meminta agar proses hukum terhadap Halimah dihentikan.

Baca juga: Fun Walk HUT IKWI ke-63 Bikin Seru, Meriah dan Penuh Hadiah


Setelah kesepakatan tercapai, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr. Yulianto, S.H., M.H., yang kemudian menyetujuinya. 

Permohonan tersebut juga disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose pada 29 Juli 2024.

Selain kasus Halimah, JAM-Pidum juga menyetujui 10 kasus lain untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. 

Baca juga: Ngelawak, Dikira Lagi Arisan Numpang Kantor PWI, Eh Taunya Segelintir Orang, Sebagian Pecatan Tetapkan Zulmansyah Sekedang Plt Ketum


Kasus-kasus tersebut termasuk penganiayaan, pencurian, penadahan, dan perusakan, dengan tersangka di berbagai daerah seperti Ambon, Sumbawa, Ngada, Lahat, Ogan Komering Ulu, Tanjung Pinang, Lebong, dan Bengkulu Selatan.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan karena beberapa alasan, termasuk adanya proses perdamaian, tersangka yang belum pernah dihukum, serta ancaman pidana yang tidak lebih dari lima tahun. Masyarakat juga merespon positif pendekatan ini.

JAM-Pidum memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.

Baca juga: Live Streaming dan Siaran Langsung Duel Maut Indonesia vs Thailand Final Piala AFF 2024 U-19 2024


Penerapan keadilan restoratif ini diharapkan dapat menjadi wujud kepastian hukum yang lebih manusiawi dan berkeadilan.

Berita Terkini