Diduga Tambang Batu Ilegal di Kedaton, Gepak Akan Laporkan ke Polda

Senin, 10 Juni 2024 01:40
Penggalian dan Yudhi (Foto Kolase Helo) Helo Lampung

LAMPUNG, HELOINDONESIA.COM -- Gerakan Pembangunan Anti Korupsi (Gepak) Lampung menyoal adanya dugaan penambangan batu ilegal dengan dalih meratakan lahan buat rumah di Kelurahan Sukamenanti, Kecamatan Kedaton, Kota Bandarlampung.

Ketua Gepak Lampung Yudhi rencana akan melaporkan dugaan penambangan ilegal tersebut ke Bidang Perekonomian Polda Lampung. Dia juga merencanakan aksi ke Pemkot Bandarlampung.

Menurut dia, ada keanehan atas pengangkutan batu yang termasuk bahan tambang galian C tersebut, yakni:
1. Penggalian pakai dua eskavator.
2. Sedikitnya ada tiga dum truk.
3. Operasional pagi hingga sore.
4. Sudah berlangsung sejak tiga bulan lalu.

Lainnya,
5. Penggalian akan terus berlangsung hingga enam bulan ke depan.
6. Lahan yang digarap total selama sembilan bulan seluas 1500 meter2.
7. Belum jelas izin penggalian tanah.
8. Dll.

Menurut Yudhi, saat camatnya Emrin Ryadi, dia pernah melakukan upaya penutupan aktivitas penambangan di seluruh kawasan Bukit Sukamenanti. Setelah aksi, tidak satupun aktivitas penambangan di sekitar bukit tersebut.

"Jujur, saya kaget ada penambangan batu lagi dengan dalih meratakan tanah," katanya kepada Helo Indonesia, Minggu (9/6/2024).

Menurutnya, apapun alasannya tidak dibenarkan penggalian tersebut yang jangka pendek bisa saja mereka mengatasi dampak buruknya namun demikian dampak jangka panjangnya juga harus dipikirkan.

Dia juga mempertanyakan kemana batu-batu tersebut. Aparat kecamatan, kelurahan, hingga LK, RT, Kaling, dll diduga melakukan pembiaran aktivitas penambangan batu, katanya.

Sebelumnya, beberapa warga sempat mempertanyakan aktivitas penambangan yang membuat berisik dan banjir tersebut. Mereka juga heran tak adanya kepedulian pihak kelurahan, kecamatan, dan OPD terkait dugaan penambangan ilegal tersebut.

Salah seorang RT mengatakan camat, lurah, RT, Kaling, dan aparat lainnya tidak terlibat penambangan tersebut. Menurutnya, aktivitas tersebut buat meratakan lahan yang akan dibangun rumah milik seorang aparat.

Walau belum tahu siapa yang menambang dan bagaimana izinnya, Lurah Sukamenanti Jumayah menilai permasalahan sudah selesai. "Kejadian itu sudah clear," katanya kepada Helo Indonesia, Sabtu (8/6/2024).

Dia menilai sudah clearnya karena ada surat perjanjian dan tanda tangan antara 69 warga juga diparaf Ketua RT 01 Suripto, Ketua RT 02 Reni, SE, Ketua RT 03 Waryanto, Ketua RT 04 Apriyadi, Kepala Lingkungan 1 Hardiansyah, kaling, dan yang punya eskavator.

Dikonfirmasi siapa pemilik eskavator, Jumayah mengatakan Loko Marso. Berbeda dengan di dalam surat perjanjian tertanggal 3 Juni 2024, Loko Marso bukan pemilik eskavator, tapi pelaksanaan penataan.

Dengan alasan penataan lahan seluas 1.500 meter milik Amirno itu, sejak tiga bulan lalu, dum truk hilir-mudik mengangkut galian C setiap hari. Akibat nya, warga mengeluhkan debu dan banjir.

Hasil kesepakatan dengan warga, ada sembilan poin, antara lain pihak pelaksana penataan akan menyiram debu yang dilewati kendaraan, perbaikan drainase, jam kerja 08.00 WIB-17.00 WIB, dll total ada sembilan poin.

Sebelumnya, Camat Kedaton Sapto mengatakan tidak benar galian C. "Tanah (lahan tersebut) milik orang dan mau dibangun rumah di atas bukit yang memang sudah hak miliknya," katanya kepada Helo Indonesia di Pemkot Bandarlampung, Jumat (7/6/2024).

Dia tak tahu dibawa kemana hasil galiannya oleh truk-truk tersebut selama tiga bulan terakhir. Intinya, Sapto mengatakan tak ada pelanggaran dan tak ada masalah dengan galian C yang memakai dia eksavator dan sedikitnya tiga dum truk selama tiga bulan terakhir.

Berdasarkan peraturannya, batu termasuk bahan tambamg berdasarkan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.

Ketentuan pidana pelanggaran UU No 4 Tahun 2009: Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. (HBM/Hajim)


 - 

Berita Terkini