bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Berebut "Kursi" dan "Nasi" Sampai Lupa Jika Dirinya Manusia

Helo Lampung - Nasional -> Peristiwa
Sabtu, 1 April 2023 10:20
    Bagikan  
Berebut

Prof. Sudjarwo

Oleh Sudjarwo*

BANYAK kehebohan di dunia ini disebabkan oleh dua hal di atas. Orang mencari kursi - bahasa kiasan dari kedudukan -- sampai tidak sungkan-sungkan melakukan apapun juga untuk mendapatkannya. Demikian juga saat mencari nasi ? bahasa lain dari harta - manusia sangup melakukan apa saja, sampai lupa diri bahwa dirinya itu manusia.

Sehingga berkelakuan seperti mahluk lain yang terkadang aneh dan ajaib. Kita simak akhir-akhir ini di negeri yang kita cintai ini, banyak peristiwa berkutat dari sekitar kursi dan nasi.

Dari tingkat nasional yang bikin heboh, sampai di tingkat lokal juga menggema. Bisa kita bayangkan baru mencurigai adanya transaksi, mereka sudah kebakaran jenggot; mulai mencari celah untuk membantah.

Mereka tidak sadar kursi yang mereka duduki itu ditopang oleh ribuan suara rakyat yang banyak tidak kenal yang duduk itu siapa. Kelakuaan seperti mahluk lain selain manusia ini, justru dipertontonkan di muka rakyat banyak, dengan perilaku yang tidak dapat dicontoh sebagai contoh.

Namun masih banyak yang baik, mereka pergi pagi pulang petang, berjuang mencari sesuap nasi demi anak istri, tanpa peduli dengan kursi. Mereka menjadi pejuang keluarga tidak peduli dengan berita negeri ini. Mereka berharap setiap hari ada pekerjaan, sehingga mereka mendapatkan sedikit uang.

Tetapi ada juga sibuk mencari kursi, sampai lupa makan nasi. Semua kursi ingin dia duduki, tidak perduli apakah kursi itu masih punya kaki, atau tertinggal di tepi kali. Sehingga sampai tiga puluh kursi dipunyai.

Pertanyaannya kapankah kursi tadi sempat diduduki, atau hanya ditarik upeti. Bisa dibayangkan kalau kursi itu diwujudkan dalam kondisi nyata, berarti jumlah kursi itu sama dengan satu kelas di SMA dulu; dan jika itu diduduki oleh satu orang saja, berarti satu bulan baru penuh semua kursi diduduki.

Ternyata mencari nasi dengan ?menjual? kursi bisa terjadi dari yang nyata sampai abstrak; Yang nyata dapat kita lihat bapak-bapak yang memikul sejumlah kursi keliling kota menawarkan dagangannya, terutama pada daerah yang banyak anak kost nya.

Sementara yang di ruangan dingin ber AC, kemudian berlagak berteriak-teriak saat rapat; bahkan bagai singa lapar; ternyata di belakang itu menjual kursinya kepada pihak lain, sampai sampai nomor polisi kedaraannya berplat sama.

Ada lagi yang berlagak bersih, padahal semua orang mengetahui ?kursi? nya bau bangkai yang sangat menyengat, anehnya bisa seolah biasa-biasa saja.

Ada lagi demi kursinya; berbuat bagai boneka dari suatu sistem; sehingga saat ditanya apakah yang bersangkutan mau melulus dan loloskan suatu aturan di negeri ini, yang itu adalah wilayahnya. Dengan jawaban model ?pelawak? tidak malu-malu berkata ?tergantung tempat gantungannya?.

Jika ?paduka yang mulia? dari masing-masing mereka memerintahkan, mereka harus berkata ?siap laksanakan?. Mereka merasa diri tidak lebih sebagai wayang para ?pemimpin besar? masing-masing.

Memang saat ini sulit sekali menemukan sosok yang memiliki kursi sehingga mendapatkan nasi dengan mencari ridho illahi. Baru kemaren dulu ada episode kehidupan yang ditampilkan sosok ini sebagai harapan masa depan, ternyata menuai ?ocehan? dari yang mendukung sampai yang amat sangat membencinya.

Ada yang menjadi pahlawan kesiangan, ada yang baru bangun langsung komentar, dan masih banyak lagi perilaku yang terkadang menggelikan. 
Akih-alih perilaku mendukung; yang aneh perilaku lurus untuk menyelamatkan bangsa dengan mendengar suara rakyat; ternyata dibaca oleh mantan ahli lain, bahwa perilaku itu justru akan menjadikan investor lari dari negeri.

Pertanyaan tersisa, kita akan menyelamatkan negeri, atau menyelamatkan periuk nasi; sudah menjadi keharusan bahkan kelaziman seyogyanya skala prioritas ada pada negeri.  

Ternyata benar apa yang dikatakan orang bijak, ?orang akan tersentak dan berontak manakala periuk nasi dan kursinya bergerak?. Menjadi kalap manakala tempat berpijaknya bergerak, sehingga lupa itu semua adalah bentuk pertanda keseimbangan baru sedang membentuk.

Mari kita simak setiap episode kehidupan yang sedang berlangsung di negeri ini; karena banyak orang  menjadi berfikir rasional dalam melihat kedepan. Tuhan seolah memberikan tanda akan takdir-NYA; siapa yang layak memimpin negeri ini, ayakan-NYA sedang bekerja untuk memisahkan dan memilah mana beras dan mana padi. Padamu negeri kami berjanji, akan membelamu sampai mati.


*Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila