bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

RT Dipuja Jika Diperlukan, Dibinasakan Jika Melakukan Kesalahan

Helo Lampung - Nasional -> Peristiwa
Kamis, 23 Maret 2023 17:23
    Bagikan  
RT Dipuja Jika Diperlukan, Dibinasakan Jika Melakukan Kesalahan

Prof. Sudjarwo

Oleh  Prof. Sudjarwo *

KEDUANYA sama-sama dipilih rakyat. Hanya, wali kota pemimpin pemerintahan tertinggi dalam satuan kewilayahan perkotaan sedangkan rukun tetangga (RT) wilayah kekuasaannya satuan kepala keluarga.

Semua dilegalisasi oleh undang-undang dalam negara ini. Namun, soal sistem pemilihan dan perundangan yang mengaturnya bukan dalam kajian tulisan kali ini. Kita coba fokus mengulik tanggungjawab sosialnya.


Ada dua kaca mata untuk melihatnya, yakni struktur dan fungsi. Meminjam istilah Talcot Parson, secara struktural RT yang dipilih oleh kepala keluarga yang kemudian disahkan wali kota atas usul perangkat di bawahnya melalui surat keputusan (SK).

Wali kota ditetapkan setelah menjadi pemenang Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) kemudian diusulkan untuk ditetapkan sebagai wali kota definitif oleh presiden dan dilantik oleh gubernur.

RT secara struktural adalah bawahan secara berjenjang wali kota. RT menjadi ujung tombak kebijakkan wali kota untuk mengatur rakyatnya. Adapun apa saja yang menjadi tugas dan fungsi, biarkan ahli pemerintahan yang menulisnya.

Namun ada hal yang esensial, yakni ikatan batiniah dan moral antara ketua RT dengan wali kota. Seorang bisa terpilih menjadi Ketua RT tentu paling tidak memiliki kelebihan dari rakyatnya, atau dalam bahasa lokal ?didahulukan selangkah, ditinggikan seranting? oleh warganya.

Oleh karena itu, bisa jadi rakyat atau warga lebih kenal ketua RT-nya dibandingkan dengan wali kotanya. Oleh karena itu, wali kota secara esensial sebagai kepala daerah sudah seharusnya memberikan perhatian lebih kepada ketua RT.

Alasannya, semua programnya tidak bisa berjalan dengan baik tanpa bantuan RT pada tataran implementasinya di lapangan.

Semula ketua RT betul-betul jabatan sosial kemasyarakatan tanpa adanya imbalan material apapun. Namun seiring perjalanan waktu, ketua RT kemudian mendapatkan semacam ?tunjangan kehormatan? walaupun ada embel-embel ?akan dibayarkan sesuai dengan kemampuan anggaran?.

Di sini letak setengah hatinya, pemerintah dalam menghargai tokoh masyarakat, sementara mental masyarakat juga menjadi sedikit cacat manakala berkaitan dengan kegiatan ke-RT-an selalu bertanya ?ada isinya gak ini?.

Maksudnya adakah dananya yang didapat dari suatu kegiatan; dan model seperti ini menjadi ?antara ada dan tiada? di dalam masyarakat saat ini.

Temuaan penelitian lapangan sisi lemah adanya dana desa antara lain adalah berubahnya sikap masyarakat terhadap gotong royong desa yang sebelumnya merupakan kegiatan swadaya, menjadi ?tanya dana?.

Terlepas dari semua itu, ketua RT adalah jabatan yang tanpa jam kerja, dengan kata lain jabatan ini betul-betul 24 jam full pelayanan untuk masyarakat.

Oleh karena itu, mereka yang dipilih oleh masyarakat untuk menjadi ketua RT biasanya melalui saringan sosial kasat mata yang ada dalam masyarakat. Dawai rasa menjadi semacam tolok ukur ?pantas atau tidak pantas? seseorang mereka pilih menjadi Ketua.

Oleh karena itu sebelum Ketua RT mendapatkan uang penghargaan, jabatan ini sering dianggap ?jabatan gotong royong?.

Sementara setelah ada tunjangan kehormatan ketua RT hanya ringan secara finansial, namun semakin berat secara psikologis sebab harus berhadapan dengan bahasa-bahasa miring dari masyarakatnya.

Tugas Ketua RT itu sebenarnya seberat tugas presiden, hanya bedanya presiden punya pembantu, menteri, sementara ketua RT bertugas sendirian, bahasa kerennya ?one man show?.

Ketua RT mengerjakan semua pekerjaan sendiri dari masalah batas rumah, tanah, lampu jalan, kebersihan lingkungan, tempat peribadatan, dan seribu macam tugas lainnya.

Ini berarti bahwa tugas ketua RT membutuhkan ?perlindungan kepastian hukum? akan semua tindakan dan kegiatannya dalam membina masyarakatnya.

Jika ada persoalan, apapun bentuknya, wali kota sebagai pimpinan tertinggi-nya para kepala RT, sudah selayaknya hadir di tengah mereka atau paling tidak dalam pelaksanaannya dibantu oleh para pejabat pembantunya wali kota, dari wakil wali kota, asisten, kepala dinas, sampai camat.

Manakala para pembantunya terbentur pada regulasi, seyogyanya wali kota langsung ambil alih persoalan guna penyelamatan tombak sosialnya di lapangan.

Wali kota tidak hanya hadir atau menjumpai ketua RT saat mau mencalonkan diri lagi sebagai kepala daerah atau untuk marah-marah karena programnya belum jalan; ll akan tetapi harus selalu hadir bersama mereka. Apalagi saat situasi yang sudah di luar jangkauan kemampuan ketua RT.

Contoh ini pernah dilakukan oleh seorang khalifah pada jamannya, beliau sanggup mengangkat gandum untuk diberikan pada ibu yang memasak batu untuk menipu anaknya agar tidur dalam kelaparannya.

Sperti Joko Widodo, saat menjadi Wali Kota Solo, mobilnya selalu ada beras yang siap dibagikan kapan saja pada rakyatnya.

Oleh karena itu, tidak salah manakala banyak kalangan mengatakan bahwa ketua RT sebenarnya pengejawantahan pemerintah pada garda depan.

Namun sayangnya jabatan ketua RT itu secara formal saja dilindungi karena unsur paksa dari atas oleh undang-undang; namun secara sosiologis sebenarnya belum terlindungi secara baik.

Ketua RT saat melaksanakan kebijakan pemerintah merasakan belum ada jaminan bahwa dirinya akan dilindungi atau dibela jika benar dan diluruskan jika salah.

Justru, kadang kala, yang terjadi, kesan dipuja hanya jika diperlukan dan dibinasakan jika melakukan kesalahan.  Aspek pembinaan dan pendampingan yang diperlukan Pak RT oleh pemerintah selama melaksanakan tugas, tampaknya baru ada diucapan belum dalam pelaksanaan.

" Guru Besar Ilmu-Ilmu Sosial di Pascasarjana FKIP Unila