Helo Indonesia

Pro dan Kontra PP No. 21 Tahun 2024: Meningkatkan Akses Perumahan atau Membebani Pekerja?

Anang Fadhilah - Nasional -> Peristiwa
Rabu, 29 Mei 2024 09:11
    Bagikan  
Perumahan Rakyat
Pekerja

Perumahan Rakyat - Ilustrasi buruh bangunan mengaduk semen di proyek pembangunan perumahan. (ist/heloindonesia)

BANJARMASIN, HELOINDONESIA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Kebijakan ini mengundang beragam reaksi dari masyarakat, dengan berbagai pandangan pro dan kontra yang muncul.

 

Menurut PP terbaru ini, besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya mencapai 3 persen dari gaji atau upah pekerja. Setoran ini dibagi antara pemberi kerja yang menanggung 0,5 persen dan pekerja yang menanggung 2,5 persen. Untuk pekerja mandiri atau freelancer, setoran Tapera sepenuhnya menjadi tanggungan sendiri.

 

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalimantan Selatan, melalui pernyataan Yoeyoen Indharto, menuntut penjelasan lebih rinci dari pemerintah mengenai aturan ini. "Apakah ini wajib untuk semua pekerja? Lalu yang sudah punya rumah bagaimana? Mekanismenya harus jelas, jangan sampai hanya untuk menggalang dana masyarakat," ujar Yoeyoen pada Selasa (28/5).

 

Ia juga mempertanyakan detail perumahan yang akan disediakan untuk pekerja. "Apakah nanti perumahannya akan disediakan oleh negara? Atau jangan-jangan di kemudian waktu harus ada minimal tabungan tertentu untuk bisa membangun rumah. Lalu apa bedanya dengan perusahaan perumahan yang tanpa modal seperti sekarang," tambahnya.

 

Selain itu, Yoeyoen menyoroti kebijakan BPJS tanpa kelas yang sudah membingungkan pekerja, dan khawatir bahwa kebijakan baru ini juga berpotensi merugikan. "Belum selesai polemik aturan BPJS tanpa kelas yang bikin bingung, ada lagi kebijakan baru yang berpotensi tidak menguntungkan kaum pekerja," tambahnya.

 

Dari sisi pengusaha, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Apmikimmdo Kalsel) Iriansyah Saderi meminta transparansi dari pemerintah agar tidak terjadi konflik di masa depan. “Menghindari salah paham, sebaiknya ada forum diskusi yang mengundang pelaku usaha,” saran Iriansyah.

 

Ahmadi, seorang karyawan swasta di Banjarmasin, menyatakan keberatannya terkait pemotongan penghasilan untuk Tapera. “Biarkan saja kami yang menentukan bagaimana cara membeli rumah. Tak perlu ada potongan iuran untuk beli rumah,” tegasnya.

 

Sementara itu, Ida, seorang karyawan kontrak di Banjarbaru, mempertanyakan bagaimana aturan ini akan diterapkan pada pekerja dengan status kontrak seperti dirinya. "Kalau beli rumah melalui Tapera dengan masa waktu 30 tahun, sementara saya kontrak kerja per tahun, belum tentu bisa hingga selama itu bayar iuran," ungkapnya.

 

Kebijakan ini, meski bertujuan untuk mempermudah akses perumahan bagi pekerja, jelas membutuhkan sosialisasi dan penjelasan lebih mendalam dari pemerintah. Masyarakat, baik dari kalangan pekerja maupun pengusaha, berharap adanya transparansi dan dialog terbuka agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik dan adil tanpa menimbulkan beban tambahan bagi pihak manapun.