bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Metode Hisab untuk Penetapan Idul Fitri Masih Ditolak, Muhammadiyah: ke Depan akan Digunakan Umat Islam

Helo Jabar - Nasional -> Peristiwa
Rabu, 19 April 2023 16:53
    Bagikan  
Metode Hisab untuk Penetapan Idul Fitri Masih Ditolak, Muhammadiyah: ke Depan akan Digunakan Umat Islam

Ketum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir dan Sekum Prof Dr Abdul Mu?ti. (Foto: ist)

JAKARTA, HELOINDONESIA.COM ? Jamaah Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal menggunakan metode hisab, yakni perhitungan berdasarkan ilmu falaq (astronomi).  Kalangan umat Islam lainnya, seperti Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan rukyat untuk melihat hilal (tanggal 1 Syawal).

Untuk metode  ini Sekum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu?ti di Twitter mengatakan, perbedaan penetapan Idul Fitri 1 Syawal bukan bukan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tetapi antara umat Islam yang menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal dengan imkanur ru'yah.

Kemudian oleh Prof Abdul Mu'ti dijelaskan pula banyak ulama dan pesantren NU menggunakan metide hisab. ?Perbedaan Idul Fitri bukan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Yang menggunakan metode hisab dalam menetapkan Idul Fitri tidak hanya Muhammadiyah. Banyak ulama dan pesantren Nahdlatul Ulama yang menggunakan hisab,? tulis Prof Abdul Mu'ti (@Abe_Mukti)

Sampai saat ini, pemerintah RI sendiri masih menggunakan metode rukyat untuk penetapan 1 Syawal, atau Idul Fitri, juga untuk permulaan 1 Ramadan. Untuk penggunaan metode hisab, kalangan Muhammadiyah mengatakan, masih ditolak untuk saat ini,

Namun, meskipun saat ini masih mengalami penolakan, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir yakin bahwa metode hisab ke depannya akan digunakan secara umum oleh umat Islam di Indonesia, bahkan seluruh dunia.

Seperti penggunaan jam sebagai penanda waktu salat, Haedar meyakini bahwa suatu saat ini umat Islam seluruh dunia akan menerapkan metode hisab wujudul hilal sebagai landasan dalam menentukan waktu-waktu penting ibadah yang lain umat Islam.

?Sekarang kita bisa mudah sekali untuk salat dhuhur dan segala macam tanpa harus melihat matahari,? kata Prof Haedar seperti dirilis laman resmi Muhammadiyah, Selasa (18/4).

Dalam menentukan waktu salat, saat ini dari golongan dan negara manapun memakai jadwal yang sudah pasti. Muhammadiyah ingin dalam menetapkan awal Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah juga menggunakan seperti itu.

Namun demikian, hal itu membutuhkan waktu yang tidak pendek, bahkan bisa jadi membutuhkan waktu satu abad. Oleh karena itu, untuk saat ini ketika masih terjadi perbedaan penentuan umat Islam tidak perlu saling menuding dan caci maki.

?Kami pun menghargai bagi saudara-saudara, maupun negara yang masih menganut sistem dan metode lain.? Tuturnya.

Terobosan KH Ahmad Dahlan

Keyakinan Haedar berkaca pada terobosan KH Ahmad Dahlan yang menentukan arah kiblat masjid di Indonesia memakai perhitungan ilmu falak. Meski awalnya ditentang begitu rupa, namun yang dilakukan oleh Kiai Dahlan saat ini diikuti oleh bahkan seluruh umat Islam di Indonesia.

?Tapi sekarang Alhamdulillah, bahkan Kementerian Agama membikin sertifikasi, bahwa setiap masjid harus dapat sertifikat arah kiblat yang benar. Bahwa perubahan untuk memakai kalender Islam global itu memerlukan waktu satu abad lagi,? imbuhnya.

Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal, imbuh Prof Haedar, merupakan landasan yang bisa digunakan oleh generasi mendatang supaya hidup menjadi praktis. Islam harus menjawab tantangan yang ada di masyarakat modern yang memerlukan kepastian.

?Kepastian transaksi, kepastian tentang hari dan tanggal dan lain sebagainya. Yang tidak pasti dalam terawangan kita kan kematian dan ajal,? ucapnya.

?Dan benda-benda langit itu juga beredar dengan kepastian. Apa ada bulan itu demi toleransi mundur dulu ?, bulan itu mau datang ya datang, matahari mau terbenam ya terbenam,? ungkap Prof Haedar. (*)

(A Winoto)