bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Bima Awbimax Reborn, Mutiara Yang Terancam Tenggelam

Helo Lampung - Nasional -> Peristiwa
Jumat, 14 April 2023 22:03
    Bagikan  
Bima Awbimax Reborn, Mutiara Yang Terancam Tenggelam

Pengamat pendidikan Gino Vanollie (Foto Ist)

Oleh Gino Vanollie*

BEBERAPA hari terakhir jagad Lampung bahkan Indonesia digegerkan oleh Bima, seorang anak muda yang lahir dan besar di Lampung, yang kini tengah menempuh pendidikan di negeri kangguru, Australia. Tayangan video singkatnya dengan judul "Kenapa Lampung Ga Maju Maju", yang diunggah diakun tik tok Awbimax Reborn miliknya, menyita perhatian publik. Dalam hitungan hari, jutaan orang melihat videonya.

Video Tiktok yang berdurasi 03,22 menit itu memantik kontroversi, mendapat reaksi, apresiasi, dan tanggapan dari berbagai kalangan, baik masyarakat biasa,  kalangan pelajar, mahasiswa, para pengamat, praktisi hukum, politisi hingga pejabat tinggi pemerintah provinsi Lampung.

Sebaran Video Tiktok ini makin menjadi karena begitu banyak youtuber lokal maupun nasional ikut mengcover ulang lewat akunnya masing masing.

Fenomena Bima ini cukup menarik dan seksi, serta menunjukkan betapa gagah dan  dahsyatnya peran media berbasis digital di ranah publik. Seksi bukan hanya karena penyampaian narasinya yang bikin gemes, juga karena muncul ditengah citra pemuda hari ini yang nampak hedon, narsis, apatis, semau gue,  masa bodoh, suka kebut kebutan dan tawuran, dan sematan citra yang lain, tiba tiba Bima menyeruak, hadir, dengan narasi kritis, liar dan tajam terkait kondisi pembangunan di provinsi Lampung, daerah asal  dimana dia dilahirkan.

Satu isu mendasar dan serius yang sejatinya menjadi isu krusial bagi kita semua, tapi terasa asing di kalangan anak muda. "Kenapa Lampung Ga Maju Maju?" pilihan judul yang keren, dan tentu mengagetkan.

Sejatinya, Bima bukanlah orang pertama yang melakukan kritik atas realitas pembangunan di provinsi Lampung. Tapi yang model Bima ini memang agak langka. Apalagi selama ini (kalaupun ada) diskursus terkait bagaimana proses pembangunan daerah, seolah hanya menjadi domainnya para pakar, para ahli, kaum intelektual, tokoh publik, elit politisi dan juga elit pemerintahan?.

Memang ada gerakan dari kalangan muda utamanya mahasiswa untuk mengkritisi beberapa persoalan, namun jarang yang tertarik dengan isu pembangunan daerah, lebih pada isu nasional atau bahkan isu yang sangat internal.

Terkait sudah seberapa jauh pencapaian pembangunan di provinsi Lampung, bisa diperdebatkan dari berbagai sudut pandang. Ada pihak yang melihat Lampung sudah melangkah maju dibanding era terdahulu,   ada yang menilai sudah ada progres tetapi belum sebesar potensi yang dimilikinya, namun tidak sedikit juga yang menganggap Lampung relatif bergerak lamban dan masih tertinggal dari provinsi lain yang lebih maju.

Situasi debatebel yang lumrah ditengah era keterbukaan informasi dewasa ini. Kita selayaknya memberikan apresiasi dan menghargai pendapat dan opini yang berkembang di ranah publik.

Iklim keterbukaan yang memberi ruang luas bagi partisipasi publik dalam proses pembangunan, mesti terus didukung,  dirawat dan diapresiasi, sehingga menjadi  produktif dan bermakna.

Ditengah asa dan rasa optimisme yang membuncah karena munculnya generasi muda milenial yang kritis,  kita dikagetkan dengan adanya berita Pelaporan secara tertulis kepada Polda Lampung atas Akun Awbimax Reborn yang menggunggah Video Tiktok Bima dengan judul "Kenapa Lampung Ga Maju Maju?".

Sungguh kita kaget dan prihatin. Karena dengan  pelaporan ini, berpotensi menimbulkan rasa takut, trauma dan sikap apatis di kalangan masyarakat utamanya kaum muda. Bahkan bisa jadi akan mengancam dan mematikan sikap kritis, partisipatif dan ekspresi publik.

Padahal kita menyakini dan percaya, adanya  kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dan menemukan momentumnya di era keterbukaan informasi ini, jika dapat dikelola dengan baik tentu akan sangat produktif dan strategis bagi kepentingan pembangunan daerah dan nasional.

Kalau kontrol publik mandul, sikap kritis hilang, maka pembangunan bisa jadi tak tentu arah, dan akan sulit mencapai tujuan yang diharapkan. Masyarakat sebagai penerima manfaat dari proses pembangunan menjadi pihak yang sangat dirugikan.

Oleh karena itu, kalaulah narasi yang disampaikan oleh Bima itu mengandung kontroversi,  kemudian ada pihak yang menganggap narasi itu tidak valid, tidak sahih, tidak disertai data yang mendasar, tidak berdasar hasil riset dan kajian yang sahih, ujarannya mengandung kebohongan, hoax dan cenderung dilebih lebihkan (hiperbola), bahkan ada penggunaan kata "Dajjal" yang bisa menyinggung seseorang atau kelompok masyarakat dan berbau SARA, semestinya kritik itu bisa disikapi secara lebih  sabar, bijak, dan edukatif.

Kita berharap pelaporan ini tidak berlanjut, perlu dialog yang konstruktif dan Polda Lampung bisa mengambil sikap yang  bijak demi kebaikan bersama. Demi provinsi Lampung yang berkemajuan.

Kita tahu bahwa sekarang ini kelompok usia muda jumlahnya sangat besar, bahkan dari jumlah penduduk yang punya hak pilih, kelompok usia muda/ kaum milenial ini jumlahnya mencapai 60%. Jika bisa dikelola secara baik untuk menjadi generasi yang berkualitas dan  produktif tentu akan sangat besar sumbangsihnya bagi pembangunan daerah dan bangsa.

Oleh karena itu, kita mesti hati hati dalam bersikap dan merawat generasi muda bangsa. Sedapat mungkin kita hindari sikap represif, sikap yang lebih mengedepankan pemberian hukuman, tapi minim penghargaan.

Kita mesti melihat,  bahwa persaingan ditingkat nasional dan global semakin berat. Dengan begitu, untuk dapat bersaing maka percepatan kemajuan daerah menjadi keniscayaan. Untuk bisa melakukan percepatan dan lompatan kemajuan tentu membutuhkan keberadaan generasi muda yang punya karakter kuat, tangguh, kritis, produktif dan mandiri. Punya kemampuan membangun kerjasama, sinergi dan kolaborasi.

Melahirkan generasi muda dengan profil ideal seperti itu, tentu sangat tidak mudah. Diperlukan proses pendidikan yang berkualitas dan kompetitif, pendidikan yang lebih mengedepankan pemberian apresiasi, pendidikan yang lebih memberikan ruang pada pengembangan pemikiran, partisipasi, aspirasi dan ekspresi. Pendidikan yang lebih banyak memberikan praktek praktek baik untuk mengembangkan kemampuan bekerja sama, sinergi dan kolaborasi.  

Dengan modal pendidikan yang komprehensif dan berkualitas, maka anak anak kita, generasi muda kita, punya bekal yang memadai untuk berkompetisi di percaturan global.

Kita juga mesti faham, hari ini masyarakat, tak terkecuali para kawula muda, kaum milenial, hidup di era internet, era yang membuat semuanya serba terbuka, tak ada lagi sekat yang bisa membatasi dan menutupi. Era dimana publik mendapatkan gelontoran informasi bahkan ada yang menyebutnya tsunami informasi, yang bisa menjadi berkah sekaligus musibah.

Situasi yang membuat masyarakat tidak lagi bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sesuatu yang seolah olah benar padahal tidak benar sama sekali. Mana yang hoax dan mana yang bukan hoax. Era yang oleh Steve Tesich (1992) dikenal sebagai era Post Truth.

Pada kondisi ini, masyarakat cenderung mencari pembenaran bukan kebenaran. Dalam bersikap, masyarakat lebih mendasarkan pada emosi dan keyakinan diri.

Dalam situasi problematik seperti ini, data dan fakta yang diproduksi oleh lembaga resmi, cenderung terabaikan dan tidak lagi menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan.

Media arus utama (mainstream) tidak lagi menjadi rujukan karena masyarakat memiliki begitu banyak pilihan dan secara mandiri  bisa menjadi pemimpin umum, pemimpin redaksi, redaktur atau wartawan sekaligus. Dengan gaway (gadget) yang dipegangnya, masyarakat bisa memproduksi berita secara mandiri. Menulis apa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Dengan demikian, maka menjadi sangat mungkin kalau narasi, ujaran yang disampaikan oleh masyarakat, terutama oleh kaum muda-milenial terimbas dan sangat dipengaruhi oleh kondisi ini. Narasi yang muncul terkesan apa adanya, nakal dan liar bahkan terasa tidak pantas menurut ukuran ukuran kesopanan. Narasi atau ujaran yang dibangun, model pengungkapannya bisa jadi sangat berbeda dengan generasi pendahulunya.

Oleh karenanya, semestinya kita menempatkan anak anak kita, kaum muda - milenial ini adalah korban. Korban dari lingkungan dan situasi yang serba tidak jelas ini,  situasi yang abnormal.

Dengan begitu, maka langkah yang kita ambil adalah langkah yang penuh empati, simpati dan apresiasi bukan langkah represif yang tidak edukatif. Jangan sampai generasi muda kita ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Dalam kondisi yang serba tidak normal ini, pemerintah dengan segala sumber daya yang dimiliki dan bersama para pihak yang berkompeten sudah seharusnya mengambil  bertanggung jawab dan   peran yang semestinya.  Langkah langkah konkrit untuk bisa memperbaiki atau setidaknya meminimalisir dampak buruk dari iklim yang sudah sangat compliketed ini.

Beberapa alternatif solusi yang dapat dilakukan, pertama, lembaga informasi publik, yang memang punya tanggung jawab untuk itu, segera melakukan langkah revolusioner untuk memproduksi beragam informasi publik  yang akurat dan terpercaya secara cepat,  tepat dan masif dengan memanfaatkan semua platform media yang ada, yang tentu disukai publik.

Ini penting dan harus karena sumber informasi diluar lembaga resmi pemerintah mampu memproduksi informasi dan berita dalam ragam dan jumlah yang luar biasa banyak  dalam hitungan detik. Kalau Lembaga Resmi yang punya tugas untuk itu, masih berfikir jadul, menggunakan cara-cara yang serba jadul, cenderung birokratis dan lamban, maka lembaga informasi publik pemerintah akan makin ketinggalan dan ditinggalkan, karena publik kehilangan kepercayaan.

Kedua, pemerintah dan para pihak yang kompeten juga harus secara cepat dan masif meningkatkan literasi masyarakat, tak terkecuali literasi media, juga literasi digital.  Ini penting, strategis, dah juga mendesak. Tanpa literasi yang baik maka masyarakat tidak punya bekal yang cukup untuk dapat mengakses, memilah, memilih dan memanfaatkan informasi yang ada secara lebih baik.

Literasi digital menjadi sangat penting dan mendasar karena sekarang ini semua serba digital. Kedekatan dan kelekatan kita terhadap gaway (gadget) mengalahkan kedekatan dan kelekatan kita terhadap apapun. Dengan literasi digital yang lebih baik, maka masyarakat bisa lebih bijak dalam bermedia.

Dengan pendekatan yang lebih berpihak pada anak, pada masyarakat, dengan langkah langkah yang lebih edukatif, Arif dan bijak tentu kita optimis partisipasi dan keterlibatan publik dalam proses pembangunan akan makin membaik dan produktif.

Kita menyadari dengan sepenuhnya bahwa untuk mewujudkan Lampung yang Maju, tidak bisa kerja sendiri, tetapi membutuhkan keterlibatan banyak pihak. Untuk itu sinergitas, kerjasama, dan kolaborasi dari seluruh pihak menjadi keniscayaan.

Akhirnya dengan mengutip ujaran Prof. Mahfud MD., bahwa kita sudah mengambil pilihan sebagai negara demokrasi, maka kita mesti lebih sabar dan siap menghadapi segala bentuk perbedaan pendapat yang muncul di masyarakat. Semoga !

* Pengamat Pendidikan