Dinasti Politik, Kekuasaan Para Elite Korupsi Secara Cantik

Minggu, 1 September 2024 21:20
Annisa Gusniar ,Mahasiswa Pasca Sarjana FISIP UNILA

Oleh : Annisa Gusniar**

DINASTI politik telah lama menjadi hal yang diperdebatkan di kalangan masyarakat Indonesia yang merujuk pada fenomena dimana keluarga atau keturunan dari seorang politisi terkenal mengambil alih kekuasaan dan berkuasa secara turun-temurun.
Di dalam sistem ini, posisi atau jabatan politik sering kali diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam satu keluarga, mirip dengan dinasti kerajaan tetapi dalam konteks demokrasi atau sistem politik modern. Fenomena ini seringkali menuai kontroversi karena dianggap tidak demokratis yang seharusnya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjabat.

Sejarah dinasti politik di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke masa Orde Baru, dimana keluarga Soeharto memegang kendali pemerintahan selama puluhan tahun. Meskipun era Orde Baru telah berakhir, namun fenomena dinasti politik masih terus terjadi hingga saat ini. Banyak tokoh-tokoh politik yang memiliki anak atau kerabat dekat yang juga ikut terlibat dalam dunia politik.

Beberapa kasus dinasti politik yang juga terjadi di negara lain, misalnya saja di Amerika Serikat, keluarga Kennedy, Bush, dan Clinton, lalu di Filipina terjadi dalam keluarga Marcos dan Aquino, di India pada keluarga Nehru-Gandhi dan di Indonesia sendiri beberapa keluarga politikus di tingkat daerah maupun nasional sering kali dianggap membentuk dinasti politik. Hal ini berpotensi penyalahgunaan kekuasaan sampai korupsi dan mengurangi kesempatan bagi tokoh politik baru yang kompeten serta pengerdilan demokrasi karena hanya segelintir orang yang berkuasa.

Dinasti politik sering kali menjadi perdebatan di dalam demokrasi. Meskipun secara teknis para pemimpin dipilih oleh rakyat, namun kekuatan keluarga dalam politik bisa menghambat rotasi kekuasaan yang sehat. Dinasti politik menjadi perhatian publik karena dinilai dapat menghambat kemajuan demokrasi dan pembangunan negara. Hal ini dikarenakan, dengan adanya dinasti politik akan sulit bagi golongan dari luar lingkaran elit untuk mendapatkan kesempatan untuk menjabat sebagai pemimpin dalam suatu negara. Kekuasaan akan tetap berada dalam kelompok-kelompok tertentu tanpa memberikan kesempatan kepada rakyat yang memang memiliki potensi.

Dinasti politik juga dapat memicu korupsi dan nepotisme dalam pemerintahan. Ketika anggota keluarga atau kerabat dekat seorang pejabat publik ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan, maka bisa jadi mereka akan menggunakan posisi tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri daripada kepentingan masyarakat umum. Dinasti politik sering kali memiliki akses yang besar terhadap sumber daya finansial, jaringan politik dan pengaruh media yang mempermudah mereka mempertahankan kekuasaan.

Tidak jarang ditemukan, mereka menggunakan kekuasaan untuk melakukan pemerasan (extortion) dengan menerima suap (bribery) dalam bentuk uang tunai atau fasilitas lainnya sebagai imbalan atas pengaruhnya dalam membuat keputusan pemerintah yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.


Para golongan elit sering pula menyalahgunakan wewenang (abuse of power) dengan melakukan tindakan korupsi seperti mengalokasikan dana publik untuk kepentingan pribadi, melakukan pemborosan anggaran, atau menerima suap dalam proses pengambilan keputusan yang juga bisa terlibat dalam pencucian uang hasil korupsi melalui berbagai skema investasi dan bisnis ilegal lainnya.

Semua bentuk korupsi ini merugikan negara dan masyarakat secara keseluruhan karena menyebabkan ketidakadilan, pemborosan sumber daya publik, serta merusak integritas sistem pemerintahan dan hukum sebuah negara.

Dalam dinasti politik, anggota keluarga seringkali diberi posisi atau akses ke sumber daya publik tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau kompetensi mereka. Hal ini dapat mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan penempatan orang-orang yang kurang kompeten di posisi penting yang meningkatkan risiko terjadinya korupsi.

Anggota dinasti politik mungkin memiliki kontrol terhadap perusahaan-perusahaan atau lembaga-lembaga lainnya, sehingga memungkinkan mereka untuk menggunakan jabatan publik mereka demi keuntungan pribadi atau keluarga.

Dinasti politik dapat menciptakan lingkaran tertutup di mana pengawasan terhadap tindakan koruptif menjadi sulit dilakukan karena hubungan dekat secara personal dan profesional antara anggota keluarga.

Kritik terhadap dinasti politik sering kali berkisar pada klaim bahwa sistem tersebut tidak mendorong rotasi kekuasaan yang sehat dan merugikan proses demokratisasi karena membuat akses bagi individu di luar lingkaran keluarga yang berpengaruh menjadi sulit.

Beberapa negara telah mencoba untuk melarang praktik dinasti politik dengan mengesahkan undang-undang tentang batasan masa jabatan bagi anggota keluarga tertentu untuk mencegah kombinasi dari dua pejabat pemerintahan dari satu kelompok keluarga. Namun demikan banyak dinasti politik tetap kuat di beberapa wilayah dunia hingga saat ini.

Dinasti politik dapat memiliki dampak positif dan negatif tergantung pada bagaimana kekuasaan dan pengaruhnya.

Di satu sisi, dinasti politik dapat membawa kontinuitas dan stabilitas dalam kepemimpinan serta mempertahankan nilai-nilai atau visi tertentu dari generasi ke generasi sehingga menimbulkan konsistensi kebijakan apabila satu keluarga memiliki visi yang baik.

Meskipun tidak semua dinasti politik pasti terlibat dalam praktik korupsi, namun hubungan erat antara fenomena ini telah menimbulkan keprihatinan tentang integritas sistem demokratisasi diberbagai negara.

Upaya-upaya pencegahan seperti reformasi tata kelola dan transparansi dalam birokrasi menjadi sangat penting untuk mengevaluasi keterlibatan dinasti dalam praktek ilegal tersebut.

Kontrol jangka panjang oleh satu keluarga dalam kepemimpinan dapat membuat proses demokratisasi sulit berkembang, sehingga mengurangi tekanan bagi para pemimpin untuk bertindak transparansi dan bertanggung jawab.

Oleh karena itu perlu adanya upaya keras untuk memerangi praktik korupsi di lingkungan dinasti politik agar bisa menciptakan tatanan pemerintahan yang bersih dan transparan.


*  Mahasiswa Pasca Sarjana FISIP UNILA

Berita Terkini