bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Berserah diri kepada Allah

Herman Batin Mangku - Opini
Jumat, 30 Agustus 2024 20:00
    Bagikan  
Gufron Aziz Fuadi
Gufron Aziz Fuadi

Gufron Aziz Fuadi - Gufron Aziz Fuadi

OLEH GUFRON AZIS FUANDI*

HAMPIR setiap Jumat kita mendengar khatib berwasiat kepada kita dengan wasiat taqwa dan tidak mati kecuali sebagai seorang muslim sambil membacakan firman Allah falam Alquran surat Ali Imran, 110:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam."

Ayat ini menegaskan agar kita,  umat Islam selalu berusaha untuk husnul khatimah. Mati dalam keadaan sebagai seorang muslim. Paling tidak tetap beragama Islam. Karena arti yang paling umum, kata muslim merujuk pada orang yang beragama Islam.

Kata "Islam" berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari tiga huruf: S (sin), L (lam), dan M (mim). Kata ini berakar dari kata "salima" yang berarti "selamat", "sentosa", dan "damai". Dari kata "salima" terbentuk kata-kata "aslama", "yuslimu", dan "islaman", yang berarti "menyerahkan diri", "tunduk", "patuh", dan "taat". 

Secara bahasa, Islam dapat diartikan sebagai agama yang membawa keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Islam juga dapat diartikan sebagai agama yang bersumber pada wahyu dari Allah, bukan dari manusia atau Nabi Muhammad, sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 

Kata "Muslim" berasal dari bahasa Arab dan berarti "orang yang menyerahkan atau berserah diri kepada Allah. Jadi pada hakekatnya, orang yang sudah bersyahadat, orang yang sudah menyatakan diri beragana Islam dan disebut dengan predikat "muslim" adalah orang yang sudah berserah diri atau menyerahkan dirinya kepada Allah.

Islam, salah satu maknanya adalah berserah diri kepada Allah. Bagaimana berserah diri itu?
Berserah diri adalah kita rela, hidup kita diatur oleh Allah. Kita siap hidup kita diatur oleh aturan Allah yang tertuang dalam Alquran dan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Kita tidak mencari cari lagi pedoman hidup yang lain baik yang dari barat maupun dari Timur. Baik yang modern maupun tradisional. Sebab pedoman hidup yang selain dari Alquran dan Sunnah tidak akan pernah mengantarkan kebahagiaan hidup di dunia apalagi hidup di akhirat.

Karena sumber kebahagiaan itu bukan uang/harta, bukan jabatan/kekuasaan bukan juga kecantikan dan yang sejenisnya.

Betapa banyak orang yang kaya tapi gelisah dan khawatir dengan kekayaannya. Khawatir dicuri, khawatir dengan pajaknya dan sebagainya. Sehingga sukit tidur swhingga haris sering minum obat tidur. Belum lagi kalau orang yang kaya ini tahu bahwa nanti kekayaan akan menjadi pertanyaan di hari perhitungan dihadapan oleh Allah.
Sebaliknya tidak sedikit orang  yang hidupnya tidak kaya tetapi bisa menikmati tidur yang nyenyak meskipun bukan dikasur empuk, bisa makan enak meskipun makananya sederhana atau alakadarnya.

Begitupun para pejabat dan penguasa. Kita saja yang melihatnya enak. Tetapi sesungguhnya hidup mereka penuh dengan tekanan. Untuk mendapatkannya memerlukan kerja keras dan modal besar yang tidak sebanding dengan gaji dengan tunjangannya sehingga harus mencari seseran kanan dan kiri.
Kebahagiaan adalah pemberian Allah yang diberikan kepada manusia secara adil, tanpa melihat kaya atau miskin, laki atau perempuan, penguasa atau rakyat jelata. Bahkan dalam batas tertentu tanpa melihat apa agamanya, Allah memberikan rasa bahagia yang sesaat yang disebut dengan rasa senang atau happy.

Karena kebahagiaan yang hakiki sifatnya stabil dan berkesinambungan yang bersumber dari berserah diri kepada Allah. Dengan berserah diri kepada Allah, dengan mempercayakan diri kita kepada pengaturan Allah, maka seseorang tidak akan merasa takut dan khawatir, tidak akan merasa kurang, hidupnya merasa cukup meskipun orang lain melihatnya kekurangan.
Karena itu orang yang hidupnya berserah diri kepada Allah hidupnya akan merasa tentram dan damai, meskipun dalam pandangan manusia yang lain penuh dengan penderitaan.

Coba perhatikan, bagaimana perasaan Bilal bin Rabah setelah usai disiksa oleh para petunggi Quraisy, dia bahagia karena bisa mempertahankan keimanannya. Begitupun Amar bin Yasir. Bahkan Abdullah bin Mas'ud setelah dipikuli hingga babak bekur karena berdakwah membacakan al Quran dihadapan pembesar Quraisy dihalaman Kakbah, masih minta izin lagi kepada Rasulullah Saw untuk melakukannya lagi.

Begitupun nabi Ibrahim ketika dibakar api yang menyala-nyala oleh penguasa Namrud., beliau bahagia karena imannya lebih kokoh dari baja yang paling kokoh.

Kepada mereka, orang orang yang berserah diri kepada Allah, apapun yang terjadi, Allah beritakan kepada kita dalam Alquran surat al Fushilat, 30:

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ

"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”

Bahkan ketika Allah mengilhamkan kepada ibunya MUSA saat kebingungan menghadapi dekrit raja Fir'aun untuk membunuh semua bayi laki-laki bani Israil yang lahir pada waktu, dengan menyuruhnya menghanyutkan bayinya dan berserah diri kepada Allah tentang nasib Musa selanjut, maka ternyata bukan saja Allah menyelamatkan nyawa Musa, tetapi Allah bahkan memberkahinya dwnga kehidupan istana. Karena setelah itu Musa diangkat anak sebagai keluarga istana dan hidup dengan fasilitas istana, sebagaimana dikisahkan dalam surat Al Qashash: 7-8.

Begitulah, bila seseorang sudah berserah diri secara total kepada Allah maka Allah pun membalasnya dengan tidak tanggung-tanggung. Seperti misalnya, bayi Musa kemudian dipungut oleh suami istri pertapa tua yang miskin dan tidak punya anak dan sebagainya.

Tahukan bagaimana hidup dengan fasilitas istana?
Bukan hanya bisa kuliah di luar negeri dan langsung menjadi pengusaha dengan saham kosong serta berpergian dengan permadani terbang ke Penssilvania tetapi juga bebas merubah peraturan.

Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)

 -