bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Orang Beriman di Tepian dan Target Ghazwul Fikri

Herman Batin Mangku - Opini
Senin, 12 Agustus 2024 12:15
    Bagikan  
Gufron Aziz Fuadi
Gufron Aziz Fuadi

Gufron Aziz Fuadi - Gufron Aziz Fuadi

Oleh Gufron Azis Fuandi

SEDARI awal Allah tahu, karena Allah Maha Mengetahui, bahwa musuh musuh Islam akan menjadikan Alquran sebagai sasaran untuk menggoyahkan keimanan seorang muslim.

Caranya dengan tasykik, membuat orang yang beriman di tepian, ragu ragu terhadap keaslian Alquran sebagai wahyu Allah.

Baca juga: Kondom Masuk Sekolah, Masyarakat Permisivisme dan Ghazwul Fikri

Tentang orang yang beriman di tepian diungkapkan dalam firman-Nya:
''Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan), jika ia memperoleh kebajikan tetaplah ia dalam keadaan itu (keimanan) dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana berbaliklah ia kebelakang (menjadi kafir lagi). Rugilah ia di dunia dan di akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.''
(Al-Hajj [22]:11).

Melalui ghazwul fikri, para musuh Islam menjadikan Alquran sebagai sasaran tembak dengan, misalnya, menyebut bahwa Alquran bukanlah wahyu Allah tetapi buatan Nabi Muhammad yang dipelajarimya saat bertemu pendeta Buhaira saat perjalanan Beliau bersama Abu Thalib ke Syam.

Tuduhan ini tentu tertolak, karena sejak awal Allah sudah menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang ummi, seorang yang tidak bisa membaca dan menulis. Dengan kata lain bila beliau tidak buta huruf, maka tuduhan seperti sedikit memiliki dasar.

Baca juga: Hedonisme Lemahkan Ghazwul Fikri, Semangat Juang dan Infak

Seseorang yang ragu kepada ke-ontetikan Alquran akan berdampak tidak hanya kepada keimanan pada kitab tetapi juga yang lainnya seperti imam kepada hari kiamat termasuk surga dan neraka. Sehingga dengan mudahnya, orang yang beriman di tepian mengatakan: ngomong surga dan neraka kayak pernah ke sana aja!

Selain itu juga berdampak pada kepercayaan terhadap kebenaran mutlak isi Alquran. Sehingga dengan mudah akan mengatakan tidak semua isi Alquran sesuai dengan kondisi jaman sekarang...

Disamping Alquran, gerakan Ghazwul Fikri juga menarget pribadi Nabi Muhammad SAW. Dengan memberikan stigma buruk tentang Nabi, mulai dari nabi yang menyebarkan Islam dengan perang dan kekerasan, doyan kawin bahkan pedofil dan sebagainya.

Tujuannya tentu setelah pengkaburan kemuliaan sosok Beliau, selanjutnya tentu ragu tentang kemaksumannya dan akhirnya merasa tidak perlu dan tidak penting menjadikannya sebagai uswatun hasanah, sosok panutan yang baik.

Untuk itu sejauh mungkin, mereka, berusaha agar umat tidak mempelajari sirah nabawiyah, sejarah perjalanan hidup nabi.

Karena bila umat Islam sampai mengetahui betapa hebat dan istimewanya kehidupan nabi baik sebagai ayah, suami, tetangga, sahabat, penegak hukum dan sebagai pemimpin maka dikhawatirkan umat ini akan mengidolakan nabi secara sungguh-sungguh.

Bahkan tidak segan ber-motto hidup: Ar Rasul qudwatuna, Rasulullah teladan kami. Menjadikan Rasulullah sebagai qudwah dikhawatirkan akan melahirkan generasi yang berani berteriak lantang, isy kariman aw mut syahidan!

Tidak cukup dengan merusak kemuliaan Alquran dan Nabi. Mereka juga menyerang para mujahid, ulama dan dai serta praktek ajaran Islam.

Dari mulai memberikan stempel kepada para mujahid sebagai teroris, membesar besarkan kesalahan ulama atau membuat apa yang dilakukan ulama seolah olah sebuah kesalahan. Padahal bukan sesuatu yang salah baik secara syariat maupun hukum positif.

Misalnya dengan membangun opini negatif tentang praktek poligami dan ulama atau dai yang melakukan poligami. Disisi lain menghilangkan tabu sehingga terlihat wajar dan biasa saja praktek zina yang dilakukan para pesohor panutan.

Dua kasus ini misalnya terjadi pada seorang dai kondang  dan seorang ksatria Peterpan yang keduanya dari Bandung.

Ghazwul fikri juga seringkali menggunakan silogisme untuk memberikan gambaran yang buruk kepada Islam.

Silogisme adalah setiap penyimpulan, di mana dari dua keputusan (premis-premis) disimpulkan suatu keputusan atau kesimpulan yang baru. Karena itu silogisme juga sering disebut sebagai penyimpulan tidak langsung karena konklusi diambil dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu.

Contohnya seperti di negara negara Barat yang sering melontarkan tuduhan, "Islam agama teroris” yang kemudian berkembang menjadi
“Tuhannya orang Islam mengajarkan terorisme”
“Nabinya orang Islam melakukan terorisme”
“Alquran memerintahkan terorisme” dan seterusnya.

Tapi ndilalah kersaning Allah (qadarullah) tuduhan seperti ini justru membuat orang orang Barat tertarik mempelajari Islam secara langsung sehingga akhirnya Islam menjadi agama yang paling pesat pertumbuhannya di Eropa dan Amerika.

Sementara di negara negara Timur, sebaliknya!

Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)

 -