Helo Indonesia

Doa dengan Menyebutkan Nama Seseorang

Herman Batin Mangku - Opini
Jumat, 7 Juni 2024 21:11
    Bagikan  
Gufron Aziz Fuadi
Gufron Aziz Fuadi

Gufron Aziz Fuadi - Gufron Aziz Fuadi

OLEH USTADZ GUFRON AZIS FUANDI 

BILA kita membaca sirah nabi dan atau biografi Umar bin Khattab maka kita akan mengetahui bahwa Rasulullah Saw sangat sering mendatangi Umar bin Khattab dan Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, untuk mengajak keduanya memeluk Islam.

Keduanya saat itu dikenal sebagai tokoh penting di Mekah. Umar adalah tokoh pemuda sedangkan Abu Jahal  sebagai tokoh politik senior selain sebagai intelektual mumpuni di Mekah.

Bahkan bukan hanya bersilaturahmi kepada keduanya, tetapi beliau juga berulang kali mendoakan mereka.

Beliau berdoa: "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam." 

Dan akhirnya usaha dan doa Rasulullah terwujud dengan masuk Islam nya Umar bin Khattab yang kemudian mendorong kaum muslimin untuk muncul secara terang terangan dengan berpawai keliling kota Mekah.

Beberapa waktu yang lalu kawan yunior curhat, tentang temannya yang pingin pindah Upa karena tidak nyaman dengan pembinaannya dan beberapa personel di Upa nya.

Saya katakan, pertama tama dalam masalah belum tentu salah pembinanya, tapi juga belum tentu salah binaannya. Karena boleh jadi salah keduanya.

Karena iyaterkoyaknya chemistry  tidak selalu disebabkan oleh satu pihak, sering kali kedua belah pihak. Bahkan dalam kasus tertentu, karena pihak ketiga.

Jadi apa yang jadi penyebab berkembangnya rasa tidak nyaman?

Ber-Upa itu seperti berkeluarga, membutuhkan chemistry. Yaitu perasaan saling terhubung yang terbangun di antara dua pihak. Rasa saling itu menunjukkan adanya peran aktif dua belah pihak.

Sebagaimana dalam berkeluarga atau usrah, dalam Upa juga membutuhkan saling mengenal (ta'aruf), saling memahami atau saling pengertian (tafahum) dan saling mengisi, menutupi kekurangan dan daling menanggung beban (takaful).

Yang sering terjadi, sudah saling mengenal tapi tidak ditingkatkan kepada saling pengertian, sehingga sulit untuk saling memaklumi atau saling memaafkan.

Akibatnya masalah kecil, karena tidak bisa memaklumi, menjadi berlarut dan akhirnya menjadi masalah 'besar' yang menyebabkan empet (ghil). Sebuah perasaan tidak suka beriring sakit di hati melihat orang lain.

Bila keduanya merasa benar dan atau gengsi untuk memaafkan maka bisa dimulai dengan saling mendoakan secara diam diam.

Perasaan ghil dalam sebuah gubungan boleh jadi karena mereka melewatkan suatu amalan ringan tapi penting, mendoakan saudaranya dengan menyebut namanya secara diam diam.

Oleh karena itu, masalah binaan dan pembinanya diatas boleh terjadi karena pembina dan binaannya jarang menyelipkan nama pihak lain dalam doa doanya.

Padahal seharusnya dalam doa Rabithah, nama anggota keluarga, juga nama saudara se-Upa selalu disebut atau minimal terbayang dalam rasa dan pikiran kita. Karena Rabithah sendiri berasal dari kata rabth yang artinya ikatan.

Doa robithoh dipanjatkan untuk memohon ikatan agar hubungan sesamanya menjadi lebih kuat. Doa Rabithah yang diamalkan secara serius bukan hanya akan menambah kuat ukhuwah dengan sesamanya tetapi juga dapat melembutkan hati seorang muslim yang awalnya keras menjadi lunak, dan dapat melembutkan hati kita sehingga menjadi lebih berempati dan bersimpati terhadap orang lain.

Maka jangan lupakan untuk menyebut nama nama saudara dan orang terdekat dalam doa doa kita. Termasuk dalam doa Rabithah kita.

Jangan mau kalah dengan doanta para anak muda ketika mereka ranpa malu malu berdoa, ya Allah kalau dia (sambil menyebutkan nama nya) adalah jodohku maka mudahkanlah jalannya untuk kami. Dan kalau dia bukan jodohku, maka jodohkanlah....

Hehehe, padahal seharusnya cukup dengan berdoa: Robbi hablii milladunka zaujan thoyyiban, wayakuuna shoohiban, lii fiddiini waddunyaa wal aakhiroh.

“Ya Robb, berikanlah kepadaku pasangan yang terbaik dari sisi-Mu, pasangan yang juga menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia dan akhirat.”

Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)

 -