Helo Indonesia

Cinta Itu Tidak Mahal

Herman Batin Mangku - Opini
Rabu, 22 Mei 2024 23:39
    Bagikan  
Gufron
Gufron

Gufron - Gufron

Oleh Gufron Azis Fuandi

DALAM suatu kesempatan saat sarapan, saya tak sengaja melihat berita tentang selebriti. Saat itu sedang menayangkan kemewahan souvernir pernikahan yang mahal dan mewah dari seorang selebriti yang berupa bla, bla, bla..

Tetapi belum genap tiga tahun pernikahan tersebut telah kandas. Padahal itu tadi, pernikahannya sangat mewah denga souvernir yang mahal dan berkelas.

Logika kita, umumnya mengatakan ini pernikahan yang sempurna, pasti bahagia dan akan menua bersama.

Karena banyak orang menyangka keluarga bahagia itu yang bergelimang kemewahan. Cinta yang sempurna itu yang dibalut dengan kemewahan.
Padahal cinta itu sederhana...

Kebahagiaan keluarga Nabi Muhammad Saw tidak dibalut dengan kemewahan, justru dengan kesederhanaan.

Beliau bahagia dan romantis dengan istri istrinya, terutama dengan Aisyah RA. Beliau biasa memanggil Aisyah RA dengan Humaira, Aisy kadang juga Uwaisy, panggilan masa kecilnya.

Seperti ditulis dalam NU. Online:
Nabi seringkali memanggil Aisyah dengan panggilan sayang seperti Humaira—isim tasghir, bentuk kata yang bermakna sesuatu yang mungil untuk memanjakan dan menunjukkan kecintaan.

Humairah berasal dari kata hamra yang berarti putih kemerah-merahan. Nabi terkadang juga menyapa Aisyah dengan ‘Aisy’, dengan gaya bahasa tarkhim—membuang huruf terakhir untuk menunjukkan kemanjaan dan kesayangan.

Ketika istrinya tersebut marah, Nabi mencubit hidungnya dan memanggilnya dengan Uways (panggilan kecil Aisyah).

Nabi Saw sebenarnya kaya, karena mendapatkan seperlima bagian harta rampasan perang. Sehingga bisa membuat keluarganya bergelimang kemewahan.

Tetapi beliau tidak melakukannya, justru harta iti dihabiskan untuk dibagikan kepada fakir miskin dan membiayai dakwah.

Adapun keluarganya hidup sederhana bahkan mendekati kekurangan. Sehingga kehidupan keluarga beliau pun tidak luput dari bumbu masalah ekonomi.
 
Suatu ketika, seperti diceritakan Said Ramadhan al-Buthy dalam Sayyidah Aisyah (2019), istri-istri Nabi—termasuk Sayyidah Aisyah—menemui Nabi Muhammad dan meminta tambahan nafkah.

Mereka mengadu perihal kehidupan mereka yang sangat berat (dalam masalah ekonomi).

Bahkan, Sayyidah Aisyah bercerita bahwa pernah suatu waktu dirinya tidak pernah melihat nyala api di rumah para istri Nabi Muhammad selama tiga bulan. Dalam kurun waktu itu, mereka bertahan hidup dengan kurma dan air saja.

Kesempitan hidup itulah yang memberikan mereka untuk mengadu kepada Nabi. Meminta tambahan nafkah untuk menghias diri dan berpakaian yang lebih layak.

Mendengar tuntutan tersebut, Nabi Muhammad marah. Beliau kemudian menundukkan wajah dan tidak menemui mereka untuk beberapa saat (satu riwayat menyebabkan kurang lebih sebulan). Hingga turun wahyu dari Allah QS. al-Ahzab ayat 28 hingga 29:

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasaannya, marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan kuceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kalian menghendaki (ridha) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar."

Nabi Muhammad langsung mengumpulkan istri-istrinya dan membacakan ayat tersebut. Mereka disuruh memilih: hidup sederhana bersama beliau atau diceraikan secara baik-baik agar mereka memperoleh nafkah yang lebih banyak.

Sebetulnya Nabi Muhammad memberi waktu kepada para istrinya untuk memikirkan dan memutuskan hal itu. Namun Sayyidah Aisyah tanpa ragu dan pikir panjang langsung memilih yang pertama, yakni tetap hidup bersama Nabi Muhammad. Keputusan ini kemudian diikuti istri Nabi yang lainnya.

Sederhana tapi bahagia.

Ya, sederhana tapi bahagia seperti kata Valdy Nyonk dalam lagunya, Masya Allah:

Cinta yang kau beri kepadaku
Sederhana tapi begitu terasa
Buatku Bahagia caramu berbeda
Tapi ku rasa begitu sempurna

Masya Allah ku begitu bahagia
Kau terangi hatiku dengan lentera cinta
Bergumang hatiku memanjatkan doa
Berharap kita menua bersama...


Wallahua'lam bi shawab
(Gaf)

 -